Maara berbaring di tempat tidurnya dan membuka aplikasi WhatsApp, membaca chat antara dirinya dan Putra. Setelah insiden tadi, Putra tidak menghubungi Maara sama sekali, begitu pula Maara. Keduanya saling mendiamkan. Maara terus memperhatikan chat mereka. Berkali-kali mengetuk layar ponsel agar tetap aktif ketika lampu mulai meredup. Dilihatnya Putra yang sedang online tapi tidak ada interaksi apa-apa.
"Kamu tuh sebenernya gimana sih?" Maara menggerakkan layar untuk melihat sejarah obrolan mereka melalui WhatsApp.
"Kalau dichat, balesnya irit banget. Kalau diajak ngobrol langsung, apa lagi," Maara sekarang membuka profil foto WA Putra yang menampilkan dirinya sedang menyanyi di panggung.
"Kalau ditanya apa-apa, gak pernah jawab panjang lebar," Maara mengelus layar ponselnya yang masih menampilkan foto Putra.
"Gak pernah juga nunjukkin perhatian. Selalu aku yang lebih rame," Sekarang Maara membuka galeri foto dan melihat foto dirinya, Putra, Rizky, Sakina, dan lain-lain.
"Cukup jadi temen aja kita ya, Put," ujar Maara akhirnya. Menghela nafas dan mengunci ponselnya, Maara akhirnya memutuskan untuk tidur.
***
Nitya tidak bisa tidur. Sudah pukul 1 dini hari sekarang dan yang dilakukannya sejak pukul 10 tadi hanya berguling di tempat tidur tanpa alasan. Akhirnya Nitya mengambil ponselnya dan melihat apa yang sekiranya bisa mengisi waktunya.
Nitya membuka aplikasi WhatsApp yang masih ramai oleh obrolan orang-orang bahkan sampai dini hari. Mereka membahas obrolan tidak penting dan Nitya hanya tersenyum. Matanya sampai pada sebuah chat dari Hansa yang membuatnya tercengang.
'Seberapa keras usaha gue sih Nitya gak akan pernah suka sama gue. Ya kan Nit?'
Nitya menelan ludah. Belum sempat ia membalas, orang-orang sudah menimpalinya dengan candaan dan ejekan lain. Nitya cepat-cepat mengetikkan balasan atas kalimat Hansa.
'Suka kok. Sebagai temen. Hahaha.'
Tidak disangka, semua orang langsung merespon chat Nitya di grup dan terdengar bunyi chat japri. Rupanya Hansa mengirimkannya pesan terpisah.
'Belum tidur, Nit?'
Nitya termenung. Cepat diketikkannya balasan.
'Belum, Sa.'
'Kenapa?' balas Hansa cepat.
'Gak tau kenapa gak bisa tidur.'
'Ada yang dipikirin?'
'Ada'
Jeda lama sebelum Hansa mengirimkan balasan lagi.
'Gue?'
Nitya mengernyit melihat balasan Hansa yang penuh percaya diri. Hansa sepertinya menyadari ada yang aneh dalam balasannya. Jadi ia mengirimkan tambahan.
'Hahaha.'
Nitya tersenyum sedikit. Segera ia membalas. 'Ya, lo ada sedikit. Tapi sebenernya bukan sih. Weks!'
'Banyaknya apa? Zul?'
Nitya mengernyit. Kenapa Hansa tiba-tiba tahu soal Zul? Nitya berusaha keras agar tidak ada yang tahu bahwa ia sedang dekat dengan Zul. Mereka tidak pernah bertemu langsung ataupun berjalan bersama di kantor. Di sosmed pun Nitya menjaga postingannya agar tidak mengarah pada Zul.
'Kenal Zul?' Nitya berharap ini adalah balasan yang aman.
'Iya,'
Nitya memilih tidak menjawab apa-apa lagi. Biarkan orang-orang tidak menduga apa-apa atas hubungannya dengan Zul. Hansa tidak perlu tahu. Hansa bukan siapa-siapa bagi dirinya.
Nitya mengunci ponselnya dan berusaha untuk tidur lagi. Dalam mimpinya, ia berada dalam sebuah tempat. Dia berada di kantor, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Nitya berjalan menyusuri meja-meja, hingga sampai di wilayah Divisi Human Capital, tempat Maara duduk. Nitya berbalik lagi dan melihat ternyata dirinya tidak sendirian. Ada Hansa di belakangnya, berdiri sambal memainkan iPhone-nya seperti biasa. Nitya melambaikan tangannya dan Hansa mendongak. Ia tidak berkomentar apa-apa. Nitya melambaikan tangannya lebih keras lagi untuk menarik perhatian Hansa. Namun Hansa tidak bergeming. Ia masih memainkan ponsel di tangannya. Ketika Nitya akhirnya menyerah, Hansa menghampirinya. Terus mendekatinya. Nitya sudah merasa senang. Ia bisa merasaan gelora rasa bangga mengalir pada dirinya. Tepat saat Nitya mengulurkan tangan untuk meraih Hansa, Hansa berjalan melewatinya. Nitya berbalik dan melihat bahwa Hansa sedang memeluk Maara.
Cepat-cepat Nitya membuka matanya. Sebersit perasaan kecewa muncul di dalam hatinya. Namun ia lega bahwa itu hanyalah mimpi.
Lega? Kenapa?
Nitya ingat dulu ia hampir benar-benar menyukai Hansa. Karena kualitas diri Hansa yang di atas rata-rata. Namun Hansa tidak pernah meresponnya. Maka Nitya memutuskan untuk berhenti. Entah mengapa tiba-tiba Hansa yang memutuskan untuk mendekati Nitya. Nitya tidak mau. Ia sudah menyerah. Ia tidak mau kembali kepada orang yang sudah menyia-nyiakan perhatian yang ia berikan. Terserah Hansa jika ingin berusaha sekeras yang ia mau, yang jelas Nitya tidak akan kembali pada Hansa. Nitya memilih orang lain dan rupanya Hansa pun sudah tahu. Hansa akan lebih baik dengan orang lain.
Maara. Maara adalah kandidat yang tepat untuk Hansa. Nitya sudah mengenal Maara sejak lama dan Nitya yakin Maara dapat menjadi pasangan yang seimbang untuk Hansa.
Tapi...
Tapi kenapa bahkan di dalam mimpi pun Nitya merasa tidak tenang?
***
"Pikirkan lagi deh. Beneran?" Sakina menoleh ke arah Maara yang masih terdiam sejak terakhir dia mengatakan keputusannya untuk menyerah dengan Putra.
"Menurutmu?"
Sakina mengangkat bahu. "Kamu yang tahu apa yang terbaik buat kamu, Mar. Memang sih si Putra itu aneh banget anaknya. Lebih banyak diemnya. Bisa heboh kalau sama temen-temennya doang. Maybe he's just not that into you."
"Ya kan?" Maara menyelipkan rambut di belakang telinga. Ia akhirnya mendongak setelah sedari tadi berjalan sambal menunduk.
Di arah berlawanan rupanya berjalan Putra dan Rizky bersamaan. Tepat menuju arah Maara dan Sakina berdiri. Maara rasanya ingin menahan nafas dan berbalik. Tapi Maara menguatkan diri. Ia menatap lurus kea rah Putra yang juga menatapnya tapi sedetik kemudian memalingkan wajah.
Maara langsung melongo. "What the...?"
"Ky, Put," Sakina yang menyapa mereka berdua.
Rizky tersenyum dan melambai, balas menyapa Maara dan Sakina. Namun apa yang dilakukan Putra, dia malah berjalan melewati Maara dan Sakina tanpa mengatakan apa pun. Ini membuat Maara makin emosi. Tanpa mengatakan apa-apa, Maara menghentakkan kaki dan meninggalkan Sakina dan Rizky.
***
Bruk!
"Eh ya ampun," Maara menoleh untuk melihat siapa yang baru saja ia tabrak dalam perjalanannya menuju mejanya. Sejujurnya Maara tidak memperhatikan jalanan karena ia terlalu kesal akan sikap Putra.
Hansa menatap Maara tanpa bicara apa-apa.
"Maaf, Mas Hansa," lanjut Maara dan mengangguk dalam-dalam.
Tidak ada respon apapun dan perlahan Maara mendongak untuk melihat bahwa Hansa sudah tidak ada di depannya. Maara menghela nafas lalu melanjutkan langkahnya. Ia menghampiri meja kerjanya dan mengatur nafas. Meyakinkan diri bahwa keputusannya sudah bulat. Ia akan menghentikan usahanya kepada Putra. Putra akan jadi bagian dari masa lalunya. Sia-sia saja ia memutuskan untuk membuka hati pada Putra. Percuma.
Maara menoleh ke belakang, ke arah tempat duduk Nitya. Ketika dilihatnya Nitya sedang berada di mejanya dan Hansa sedang keluar, Maara menghampiri Nitya.
"Nit," panggil Maara.
"Ya, Mar?" balas Nitya sambal tersenyum.
"Set me up with Hansa dan ini harus sukses," Maara berkata mantap.
Nitya terperangah. Sedetik kemudian senyum terbit di wajahnya. "With all pleasure, Mar."
*****
Pede atau nekat?
XOXO
-Amy
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Affairs - END (GOOGLE PLAY)
RomanceIni bukan cerita perselingkuhan. Meski mungkin lama kelamaan kamu akan merasa ada yang tidak benar di hubungan orang-orang ini. Ini juga bukan cerita sedih. Meski mungkin ada beberapa kejadian yang membuat kamu akan ikut merasa sedih. Ini cerita bia...