"She's one of a kind," begitu Putra selalu mengatakan pada dirinya sendiri. Ketika pertama mengenal Maara dan menyadari bahwa seluruh ruangan bisa begitu berwarna karena keberadaannya. Ketika mereka mengobrol dan Maara memonopoli percakapan. Bukan karena dia terlalu banyak berkata-kata, tapi karena Putra terlalu senang memperhatikan Maara bicara. Ketika Maara banyak merecokinya dan begitu cerewet padanya, Putra merasa bahwa untuk kali ini ia benar-benar diperhatikan.
Putra tidak pernah mau mengakui bahwa dia menyukai Maara. Ia hanya merasa nyaman dengan Maara berada di dekatnya. Dengan sebanyak itu keramaian yang ia timbulkan, dengan perhatian yang Maara berikan, dengan senyum yang Maara layangkan kepadanya.
Tiba-tiba sekarang Maara ternyata mendadak menjauh dari dirinya. Tidak lagi merecoki Putra setiap kali ia terlalu banyak merokok. Tidak lagi mengomentari Putra yang terlalu sedikit bicara. Tidak lagi menyapanya setiap pagi kala Putra bangun tidur. Semuanya karena Maara sekarang memilih Hansa.
Jika Putra tidak salah mengingat, Hansa pernah memergokinya saat sedang bercakap-cakap dengan Maara melalui WhatsApp. Apa saat itu Hansa sudah dekat dengan Maara? Apa saat itu di mata Hansa, Putra terlihat konyol karena memikirkan Maara?
Tidak habis pikir Putra dibuatnya. Apa yang salah selama ini? Karena dia terlalu dingin menanggapi Maara? Apa Maara sebenarnya tidak pernah benar-benar menyukai dirinya? Apa sebenarnya Maara sudah sejak lama menaruh hati pada Hansa?
Mar.
Dikirimkannya chat itu kepada Maara. Sekarang memang sudah pukul 10 malam. Entah sedang di mana dia saat ini. Hari ini mereka tidak bertemu sama sekali karena Putra menangani klien di luar kantor dan baru kembali pukul 7 tadi. Sekarang, ia belum berniat untuk pulang.
Putra masih terus memperhatikan layar ponselnya. Jika Maara sudah pulang sekalipun, Putra mungkin nekat untuk mendatangi rumahnya. Sekedar untuk memintanya kembali memiliki hubungan seperti dulu.
Ceklis abu-abu berubah menjadi biru. Status WhatsApp Maara berubah menjadi online. Seluruh tubuh Putra menjadi lebih siap. Menunggu apapun jawaban Maara nanti. Namun Maara tidak menjawab. Statusnya segera berubah menjadi offline dan tidak ada balasan sama sekali.
Tidak biasanya.
Mar, lagi dimana?
Kali ini ceklis tersebut tidak berubah warna sama sekali. Apa mungkin Maara sudah tidur?
Putra memutuskan untuk menelepon Sakina sebagai informannya.
"Apa Putra?" tanya Sakina dengan suara sedikit mengantuk.
"Sorry. Maara udah balik?"
"Tadi sih belum ya. Dia ngurusin perekrutan anak MT dulu. Gak tau sekarang udah pulang apa belum. Udah coba lo hubungi dia?"
"Udah, Kin."
"Dibales?"
"Nggak,"
"Hmm, masih belum kelar kali kerjaannya ya," ujar Sakina.
"Oke. Thanks, Kin," Putra memutuskan telepon. Segera ia bangkit dari kursinya dan berjalan cepat menuju lantai 31. Berharap Maara sedang sibuk dan ia bisa menawarkan untuk mengantarkan Maara pulang.
Sesampainya di lantai 31, lantai itu sudah terbilang kosong dan hening. Sebersit rasa kecewa muncul karena dianggapnya semua orang sudah pulang. Termasuk juga Maara. Hanya saja ada dorongan dalam diri Putra untuk terus berjalan melihat lebih dekat.
Rasa penasarannya mengarahkannya menuju apa yang ia cari. Putra menemukan Maara sedang tertidur di mejanya. Jantungnya kembali berdetak lebih normal dan Putra tersenyum. Tangannya terulur menyentuh rambut Maara yang terurai. Wajahnya terlihat lelah sekali dan ia tidur dengan nyenyak hingga menimbulkan dengkur halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Affairs - END (GOOGLE PLAY)
RomanceIni bukan cerita perselingkuhan. Meski mungkin lama kelamaan kamu akan merasa ada yang tidak benar di hubungan orang-orang ini. Ini juga bukan cerita sedih. Meski mungkin ada beberapa kejadian yang membuat kamu akan ikut merasa sedih. Ini cerita bia...