Kemarin malam Ryu menginap di rumah Kirika, menungguinya tidur karena sudah tidak bisa menahan kantuk. Pagi ini pun dia mengantar Kirika ke sekolah, dan karena tidak ada acara siang di sekolah, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekolah sebelum pulang.
“Rasanya sudah lama tidak ke sini,” Ryu menggumam sambil menatap lapangan sepak bola di depannya.
“Dulu suka main sepak bola ya?” tanya Kirika di sebelahnya.
Ryu mengangguk pelan. Dulu Ryu memang termasuk anak yang pasif-pasif-aktif. Aktif karena ikut berbagai macam kegiatan, pasif karena tidak mau berpartisipasi kalau ada perlombaan atau acara resmi. Jadi walau pun jago kendo, dia tidak mau ikut pertandingannya, cuma berlatih dan berlatih. Begitu pula dengan sepak bola.
“Ke sana yuk!” Kirika meraih tangan Ryu dan mengajaknya duduk di halaman belakang sekolah yang berumput tebal tapi terpotong dengan rapi setiap minggunya.
Ryu berbaring dan menatap langit menembus kerindangan bayangan pohon yang menaungi mereka. Suasana saat itu lumayan sepi. Hanya ada suara burung yang berkicau dan suara-suara murid-murid lain yang sedang berlatih kendo di dekat halaman itu.
“Kalau bisa... Aku ingin terlahir lebih muda dua tahun...” Ryu tiba-tiba berbicara.
Kirika berbalik dan menatapnya dengan serba salah, “Kenapa?”
“Karena... Aku jadi bisa bersekolah bersamamu dan berada di dekatmu selama mungkin,” jawab Ryu sambil tersenyum.
Jantung Kirika jadi berdebar-debar. Jarang-jarang Ryu berkata seperti itu, apalagi diucapkan secara langsung.
Lama mereka duduk tanpa berkata sepatah kata pun, kemudian Ryu bangkit dan mengajak Kirika pulang. Malam itu juga Ryu menginap di rumah Kirika. Rumah yang ditempati oleh Kirika memang masih ada dua kamar kosong untuk tamu, kadang-kadang tamu yang merupakan rekan bisnis Ferika pun menginap di sana.
“Besok berangkat jam berapa?” tanya Kirika saat mereka duduk di kamar Kirika.
“Hmm... Jam lima sore aku sudah harus check in... Kenapa?” tanya Ryu.
“Aku ingin ikut mengantar...” rengeknya sambil mendekap bantal berbentuk tare panda di atas kasur dan memandangi Ryu yang duduk di karpet.
“Boleh saja. Nanti pulang sekolah aku jemput. Tapi bukannya besok ada klub basket?” Ryu jadi khawatir lagi akan membuat Kirika susah.
Kirika menggeleng pelan, “Tidak, aku nanti minta izin saja. Pasti boleh kok,” Kirika lalu tersenyum manis dan merenggangkan tubuhnya, lalu menyender ke dinding di samping kasurnya untuk mencari posisi duduk yang nyaman sambil mengobrol dengan Ryu.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's what the world calls love! -Hidden Relationships-
Teen FictionTempat tinggal baru, sekolah baru, dan kehidupan SMA yang indah menantinya. Itulah yang ada di benak Kirika saat dia pindah ke Tokyo dari Hokkaido. Mungkin dirinya tidak sadar, tidak hanya perpisahan dengan sepupu kesayangannya, Ryu, yang akan membu...