Mang Ujang

80.3K 2.7K 32
                                    

Bel pulang sudah berbunyi, aku berniat menemui Mang Ujang. Tentunya mau nanya tanggal ulang tahunnya.

"Ocha, kita mau ke ruang OSIS dulu ya." Pamit Diandra.

"Ya, gue tunggu di taman biasa ya."

"Oke, kita gak lama kok, palingan sejam."

Hari ini hari Sabtu, berarti rapat rutin mingguan. Ya, Diandra dan Hani anggota OSIS. Aku? Tentu saja bukan, jika ya pasti ku sudah ikut dengan mereka. Biasanya ku nunggu mereka di taman, sambil baca novel. Memang seperti itulah biasanya karena aku pulang bareng Diandra. Naik go car sih, soalnya Bunbun gak bisa kalau harus antar jemput. Palingan Bubun Cuma antar aja pas berangkat karena searah. Bubun kerja sampai malem, dia punya toko kue namanya "DICHA BAKERY". Lewat toko tersebut Bubun menghidupi putrid-putrinya. Bubun single parent.

***

Oh iya sampai lupa harus nyari Mang Ujang. Ku cari lah di halaman halaman sekolah depan dan belakang. Akhirnya ketemu juga di halaman belakang sekolah dekat taman. Memang jam pulang sekolah Mamang sering bersihin halaman, karena memang sudah tugasnya.

"Mang Ujang maaf menggangu" Kuhampirinya perlahan.

"Iya ada apa neng."

"Gini mang, mau kenalan sama mamang." Jawab ku sedikit bingung ingin memulai pembicaraan, masak langsung nanya tanggal lahir sih.

"Ada- ada aja sih eneng, neng juga sudah tau nama saya Ujang."

"Iya mang tapi kan mamang belum tahu saya, saya Ocha mang."

"Oalah neng Ocha, pasti mau nanya tanggal lahir ya?"

"Loh kok mamang tahu."

"Di kasih tahu den Yasa, katanya kalo mamang suka sama neng, mamang boleh kasih tahu tanggal lahir mamang."

"Maksudnya mang? Ocha gak ngerti." Mungkin yang dimaksud mang Ujang kak Shane, namanya kan Shane Dirgayasa. Tunggu mamang bilang suka, gila aja tuh permen busuk comblangin aku sama Mang Ujang. Awas aja.

"Maksudnya kalo mamang setuju den Yasa sama neng Ocha, mamang boleh kasih tahu."

"He he he hehhh." Aku tersenyum garing, semakin bingung ku di buatnya. Tapi kok sedikit senang ya.

"Den Yasa itu baik lho neng."

"Masa sih mang?"

"Iya, den Yasa sering ngasih mamang sarapan."

"Loh kok bisa mang?"

"Soalnya mamang sering bantuin dia, dia sering telat, terus mamang bukain deh lewat pintu belakang, tuh pintunya." Mamang nunjuk pintu belakang sambil tertawa.

"Ha ha ha, iyakah mang?" aku ikut tertawa

"Iya neng, tapi walaupun begitu dia itu anak baik- baik, diantara ratusan siswa di sini, dia yang selalu nyapa mamang, ngobrol sama mamang."

"Duh maaf mang, Ocha jadi ngrasa gak enak gak pernah nyapa mamang." Ku merasa bersalah.

"Gakpapa neng, neng kan gak pernah telat. Ha ha ha." Mamang ketawa lagi.

"Ha ha ha iya mang. Boleh dong kalo telat minta bantuan mamang?"

"Jangan telat lah neng."

"Mamang kok panggil dia den Yasa sih mang."

"Ha ha ha, waktu itu mamang pernah ngobrol sama dia, dia bilang seperti ini. (mamang kira aku uang apa di panggil sen sen mulu). Jadilah akhirnya dia nyuruh mamang manggil Yasa aja. Maklum lidah nya ndak cocok"

"Oh gitu ya mang, terus den Yasa kok bisa tahu tanggal lahir mamang?" ku jadi ikutan panggil den Yasa. Jadi pengen tahu lebih.

"Itu mamang kan sering ngobrol sama den Yasa neng, pulang sekolah sering, pas istirahat kadang kadang. Tadi juga."

"Oh jadi tadi den Yasa juga kesini."

"Iya ngasih tahu kalo bakalan ada kembarannya bidadari kesini, namanya Ocha. Ha ha ha."

"Ihhh mamang jahat deh, ikut ngatain saya juga."

"Mamang ndak ngatain eneng, eneng Ocha emang cantik kok. Mamang setuju eneng sama den Yasa."

"Ihhh apaan sih mamang, den Yasa gak suka sama saya mang, dia suka sama temen saya."

"Mamang suka sama neng Ocha, jadi ndak nih tanggal lahir nya mamang?"

"Jadi jadi mang, samapi lupa saya keasyikan ngobrol sama mamang, berapa?"

"6 April 1964."

"Oh iya mang makasih banyak ya mang."

"Yaudah neng mamang lanjut nyapu sini ya."

"Iya mang saya temenin, saya duduk sini ya mang." Aku duduk di kursi deket mamang yang lagi nyapu.

"Lho neng Ocha ndak pulang?" tanya mamang sambil nyapu.

"Ini mang nunggu temen lagi rapat OSIS."

"Ohh."

"Mamang sering ngobrolin apa sama den Yasa."

"Banyak neng, lupa mamang saking banyaknya. Mamang pernah di kasih kado neng sama den Yasa."

"Kado apa mang."

"Kado ulang tahun neng, ini kadonya mamang pakek, sandal ini."

"Mamang di kasih sandal ini."

"Iya neng, walaupun sandal, tapi itulah yang paling di butuhkan, waktu dulu mamang ndak pernah pakek sandal, gara gara den Yasa kasih tahu kalau nanti bakalan di gigit monster jadi saya pakai terus sampai sekarang. Takut mamang digigit monster. Den Yasa itu perhatian."

"Ha ha ha ha. . . mamang lucu."

Tak terasa satu jam sudah berlalu, ngobrol sama mamang asyik juga. Diandra dan Hani juga udah selesai. Akhirnya kami pun pulang. Seneng hari ini bisa kenalan sama mamang, tapi juga kesel awalnya. Permen busuk kayak dia gaulnya sama mamang. Kok aneh ya, jadi tambah suka. Tapi gak boleh, Diandra suka dia. Diandra pernah bilang jangan pernah suka apa yang dia suka. Sebenernya aku suka warna pink, gara gara Di suka juga, jadi deh ganti biru laut. Tapi tak apalah, dia baik, berkatnya kurasakan kasih sayang bunbun.

Eh tunggu- tunggu kok ada line sih dari cowok, sejak kapan aku simpen nomor ini ya?

Line

Kembarannya Pangeran mengirimi anda pesan. 

Pacar Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang