^Ara^

31 13 0
                                    

Ara terlamun dalam lamunannya. Entah kemana fikirannya saat ini yang jelas ia sekarang merasa sangat bad mood.

Jangan ditanya mengapa ia begitu, karena sejak tiga puluh menit yang lalu setelah Mamahnya mengantarkan susu pun ia masih dalam posisi lamunannya.

Saat ditanya oleh Mamahnya ia hanya menjawab 'Aku gakpapa, aku baik-baik aja."

Tak seperti biasa ia merasa moodnya sangat-sangat tak bersahabat dengannya. Biasanya ia tidak percaya dengan mood tapi kali ini ia sedang merasakannya.

Jari tangannya sibuk memainkan pulpen dengan lincahnya, buku-buku pelajarannya berserakan diatas meja belajarnya. Sorot matanya lurus kedepan penuh tanda tanya, apa yang sedang ia fikirkan?. Ara pun tak tahu jawabannya.

Karena sejak pulang dari Rumah sakit tadi sikapnya berubah berbanding terbalik saat ia baru mau berangkat tadi.

Susu yang dibawakan Mamahnya tadi ia telantarkan begitu saja sampai dingin. Tiba-tiba ponselnya berdering.

'Hen'

Itu lah nama yang tertera diatas layar ponselnya. Ya itu adalah Hendi.
Tak romantis memang saat orang-orang berpacaran mereka selalu menamainya pasangan mereka dengan sebutan-sebutan aneh tapi untuk Ara itu tak penting baginya. Yang jelas itu adalah Hendi kekasihnya.

Getaran ponselnya membuat Ara tersadar dari lamunannya, matanya langsung melihat kearah ponselnya. Namun tak ada niatan ia untuk menjawab panggilan itu.

Panggilan kedua pun terus berdering, Ara tetap sama tak mau mangangkatnya. Saat ini ia merasa marah dan kesal kepada Hendi. Tak punya hak memang ia untuk marah pada Hendi. Namun itulah yang ia rasakan dan membuatnya bad mood.

Sampai pada panggilan yang entah sudah keberapa kalinya Ara mengangkat telfonnya. Tapi ia tak mengeluarkan suara apa pun ia hanya ingin mendengar apa yang diucapkan Hendi nanti.

"Hallo..Ara alhamdulilah akhirnya diangkat juga. Kamu kenapa sih telfon aku gak diangkat-angkat?"

Hening sejenak karna Ara tak mengucapkan apa pun.

"Ra..kamu masih disitu kan? "

Lagi-lagi hening, tak ada suara apa pun.

"Ra ya udah deh mungkin kamu lagi capek, istirahat aja ya. Eh tapi besok aku mau ngajak kamu ketemu seseorang dia sahabat aku, besok pulang sekolah aku tunggu ditaman dekat sekolah ya...da..miss you."

"Hendi..?" Suara Ara lirih sebelum Hendi mematikan telfonnya namun masih bisa ia tutupi agar tak terdengar.

Hendi yang mendengar suara Ara langsung senang karena akhirnya Ara mau menjawab telfonnya karena dari tadi ia hanya berbicara sendiri tanpa sahutan.

"Ya Ara hallo ini aku."

"Maaf besok aku mau ada tugas kelompok sepulang sekolah,dan sepertinya aku gak bisa ikut kamu. Mungkin lain kali." Ucap Ara yang sebenarnya itu adalah elakan dirinya terhadap ajakan Hendi.

Jelas saja Hendi merasa sedih, wajahnya yang tadi sumringah langsung ditekuk sedemikian rupa. Walau Ara tak tahu tapi ia bisa merasakannya.

"Ya sudah deh kalo kamu gak bisa aku gak bisa maksain kamu."

"Iya..maaf ya." Panggilannya langsung ia tutup tanpa mendengar ucapan Hendi lagi ia merasa tak kuat untuk menahan air matanya lagi untuk terjun bebas kepipinya

Kini air matanya sudah berhasil membanjiri pipinya. Ia merasa kecewa kenapa Hendi, menga ia tak pernah cerita padanya soal perempuan yang diRumah Sakit tadi.Kalau besok Hendi ingin mengajaknya menemui perempuan itu mungkin ia akan menyalahkan dirinya sendiri karena sudah menyalahkan keadaan.

Pundak Ara bergetar karena menangis, hidungnya merah matanya sembab tak terbendung lagi, lengan bajunya yang tadi menutupi wajahnya kini basah karena air mata yang amat deras mengalir.

Semalanan Ara berada dikursi belajarnya dengan posisi sama. Mamahnya semalam ingin membangunkannya dan menyuruhnya pindah ke ranjangnya, namun apa daya Mamahnya tak tega melihat putrinya tertidur pulas.

Pagi harinya ia terbangun dan langsung melihat kecermin besar yang menempel pada lemari pakaiannya, ia langsung melihat bagian matanya yang terasa membengkak karena menangis.

Tangan Ara pun refleks memegang bagian matanya.
"Ya ampun mata gue kenapa kayak abis dikeroyok orang banyak ya, bisa gede amat gini." Ucap Ara masih memegangi matanya sambil memposisikan dirinya dalam keadaan duduk diatas ranjang yang masih rapih karena belum ia tiduri semalam.

" Yah gue masih ngantuk lagi, tadi malem tidur jam berapa sih. Terus sekarang gue mau sekolah gimana nih." Keluh Ara dan mulai merebahkan badannya diatas kasur empuknya.


Tookk..took..tokk..

Suara ketukan dari balik pintu.

"Ara ayo cepat kita sarapan, sudah siang nih kamu kan harus sekolah juga."

Ara bangkit dari tidurnya dan masih duduk. Dengan malas-malasan ia menjawab. " Iya Ma..sebentar lagi aku mau mandi dulu ya."

" Ya udah Mamah tunggu ya, Tari juga belum turun nih."

" Iya Ma..gak lama kok sepuluh menit doang."

Benar saja cukup bagi Ara sepuluh menit baginya untuk mandi dan lain sebagainya. Kini ia siap untuk turun dan sarapan bersama.

Sedangkan Tari, jangan ditanya kan lagi ia masih sibuk mencari kaus kakinya yang ia lupa ia letakkan dimana. Yah memang seperti itulah dia.

Setelah selesai sarapan bersama seperti biasa mereka berdua Ara dan Tari berangkat bersama ke Sekolah.

🍯🍯🍯

Gue bingung, akan bersikap apa gue nanti kalau bertemu dengannya? apakah gue bersikap pura-pura tak tahu saja?. Hah entah lah Ara pusing memikirkannya sekarang ia harus fokus dulu kejalan karena sedang membawa sepeda motornya.💕

Maybe Not You (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang