^Pengakuan^

19 7 0
                                    

Di lain waktu, Ara yang memang sedang menuruti kata hatinya yaitu menangis sejadi yang dia bisa. Ia merasakan ponselnya bergetar, Ara langsung membuka sebuah pesan yang baru saja masuk.

Massanger...

"Ra, besok Abang pulang,"

Ara senang luar biasa ketika melihat pesan singkat dari kakak laki-lakinya itu.

Siapa yang mengira bahwa Ara memiliki seorang kakak laki-laki. Ya, Ara memiliki seorang kakak laki-laki bernama Rhyco Amarul.

Jarak antara Ara dan Rhyco tidak terlalu jauh berbeda usianaya, Rhyco tiga tahun lebih tua dari Ara. Kak Rhyco tinggal di Malaysia bersama paman mereka disana sambil kuliah setelah lulus SMA.

Ara langsung memposisikan tubuhnya dalam keadaan duduk, ia membaca sekali lagi pesan tersebut untuk memastikan bahwa ia tak salah membaca. Tapi benar, ia tak salah membaca. Ara sudah sangat rindu dengan orang yang ia panggil sebagai abang itu.

Besok, besok Ara akan menumpahkan semua keluh kesahnya kepada Rhyco, ini adalah kesempatan yang sangat langka. Jarang sekali Kak Rhyco pulang kerumah.

Ara turun dari ranjangnya menghapuskan air matanya, lalu pergi menuju mamanya.

"Ma...mama...," ucap Ara sambil berlari kecil mencari Mamanya.

"Iya sayang sini, Mama ada didapur," ucap Bunga dari arah dapur.

Ara langsung menuju dapur dimana Bunga berada.

"Ma...ma, liat deh besok Bang Rhyco pulang," Ucap Ara penuh antusias.

Bunga tertawa kecil, "Kamu baru tahu ternyata, Mama udah tau,"

"Yah Mama, padahal kan buat kejutan," Ucap Ara pasrah.

"Hehe...iya deh iya, maaf ya," Ucap Bunga lagi.

"Besok jam berapa Ma, bang Rhyco pulang," Tanya Ara.

"Emm...Mama juga kurang tau, tapi sepertinya sih siang sampai rumah. Memangnya kenapa?"

"Tidak kok, tidak ada. Aku hanya kangen aja sama Abang aku satu-satunya, hehe... Yasudah ya Ma aku mau istirahat dulu." Mita mencium pipi Mamanya.

***

Ani memasuki ruang kelasnya, tak seperti biasanya Ani melihat Ara dengan wajah tertelungkup dengan ditutupi buku LKSnya.

Ani berjalan pelan dan duduk dengan pelan juga seperti tak ada suara.

"Ini si Ara tidur apa ya? kok tumben banget sih dia pagi-pagi udah tidur aja. Emm...apa gue bangunin aja kali ya, eh tapi kasihan nanti dia marah lagi sama gue. Gimana dong," ucap Ani bingung.

Tak lama kemudian dengan langkah tergesa-gesa, Hendi muncul dari balik pintu kelasnya. Hendi berusaha mengatur nafasnya yang masih memburu.

Dengan masih menggendong tasnya ia datang kekelas Ara, 'sepertinya ia belum kekelasnya' fikir Ani.

Setelah selesai mengatur nafasnya, Hendi berjalan lagi menuju bangku Ara. Ia melihat Ara dengan wajah tertutup buku.

Ani yang melihat Hendi melihat dirinya setelah memperhatikan Ara sejenak langsung menaikkan satu alisnya, pertanda ia sedang mengajukan pertanyaan tanpa suara.

"Sudah lama ia seperti ini?" tanya Hendi kepada Ani.

Ani menggendikkan bahunya, "Gue juga gak tau, tadi gue datang Ara sudah dalam posisi seperti ini. Entah dia tidur atau apa," Jelasnya.

Hendi mengenduskan nafas berat, ia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan.

Mendengar keributan dari suara-suara sekitar, Ara terbangun.

"Eh kalian sudah datang, maaf ya aku ketiduran," Ara menampilkan cengiran giginya.

"Iya lo tumben amat pagi-pagi udah tidur. Biasanya kan lo baca novel," Ucap Ani.

"Iya hari ini gue gak bawa novel, ketinggalan dirumah," ucap Ara lagi.

Ara pun mendongakkan wajahnya untuk menatap Hendi, terlihat jelas raut kesedihan yang terpancar ketika pertama kali Ara menangkap ekspresi wajah Hendi.

"Ndi, kamu kenapa?" tanya Ara.

Hendi berjongkok didepan meja Ara dan menaruh janggutnya diatas tumpukkan tangannya.

"Ara, aku minta maaf. Aku tau udah bikin kamu terluka aku tau aku egois aku tau aku gak pantas buat kamu dan aku memang seharusnya sedari awal gak pernah ada dalam kehidupan ka....."

"Stop Ndi, stop. Jangan terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan semua kesalahan kamu, kita semua terlibat ya jadi kita semua yang salah" Ucap Ara memotong ucapan Hendi yang belum selesai.

Ani yang merasa hanya menjadi nyamuk pun berinisiatif untuk pergi, "Ra, kalo lo ada apa-apa panggil gue ya. Gue keluar dulu."

Ara menganggukan kepalanya, dan Ani pun berjalan meninggalkan mereka berdua.

"Udah Ndi, aku udah ikhlas kalau kamu sama Mita," ucap Ara lagi setelah Ani pergi.

"Apa kamu semudah itu Ra lepasin aku gitu aja? apa jangan-jangan kamu sedari awal gak suka sama aku?"

Ara lagi-lagi harus menahan air matanya yang ingin jatuh, kalimat yang keluar dari mulut Hendi benar-benar menyakiti hatinya.

"Iya emang, memang aku gak suka sama kamu. Aku benci sama kamu, kalau kamu sekarang mau minta pengakuan sama aku sekarang juga aku jawab. Aku gak pernah benar-benar suka sama kamu, ya memang awalnya aku gak punya rasa apa pun sama kamu aku gak kenal kamu Ndi. Siapa kamu yang berani-beraninya datang dalam hidup aku yang awalnya memang sudah bahagia. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini aku gak mau liat muka kamu lagi, aku gak mau liat orang yang pengecut yang gak mau nepatin janjinya sendiri," Ucap Ara dengan rasa sesaknya ia melawan rasa sakit dihatinya.

"Oke, oke kalau itu mau kamu. Aku akan memilih Mita, tapi asal kamu tau Ra. Aku tau kamu tidak benar-benar mengucapkan itu, dan aku akan masih mengharapkan kamu semampu aku. Aku akan tepati janji aku sama Mita dan itu juga atas dasar permintaan dan keinginan kamu," Setelah itu Hendi pergi dari kelas Ara.

"Maafin gue Ndi, emang bener gue gak benar-benar mengatakan itu. Gue bilang gitu ke lo biar lo juga benci sama gue, biar lo bisa nepatin janji lo, dan biar Mita tak merasakan sakit hati seperti yang gue rasain,"

Ani datang dari luar melihat Ara yang begitu sedih dengan air mata yang membasahi pipinya.

***
SH

Maybe Not You (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang