"Siap?" Hestia menanyai Lily, mematut diri dalam pantulan cermin seukuran dirinya di asrama.
Lily mengangguk dan mendekati cermin, menatap dirinya sendiri.
"Apa ini oke?"
"Kau tampak menakjubkan!" seru Hestia, lengannya mengait di lengan Lily. "Bagaimana penampilanku?"
"Hestia Jones, kau sedang memancing pujian, ya?" kikik Alice seraya mengenakan sepatunya. Lily tertawa dan Hestia menjulurkan lidah pada Alice.
"Kau tampak luar biasa, Hestia," Lily meyakinkannya.
Hestia tersenyum lebar pada sahabatnya.
"Siap untuk pesta terakhir kita?" tanyanya.
Ketiga gadis itu mendesah. Betapa cepatnya waktu tujuh tahun ini.
"Tidak," keluh Alice, bersamaan dengan Hestia melemparkan padanya sepatu stiletto, jelas tidak menyetujui pilihan Alice yang berupa sepatu datar.
"Alice, ini pesta terakhir, kau harus tampak cantik."
"Seberapa pengaruhnya sepatu dengan cantiknya penampilanku?" kata Alice dengan nada tinggi.
Hestia ternganga tak percaya.
"Pengaruhnya besar sekali," Lily menjawab mewakili Hestia.
"Aku berhasil mengajarimu, Lily Evans," kata Hestia riang.
Lily memutar matanya.
Sekarang Hestia menunduk dengan tatapan menilai pada kaki Lily, lalu mengangguk puas. Lily mendesah lega; dia memutuskan mengenakan sepatu bertali dengan hak rendah, supaya bisa menyenangkan Hestia tetapi dirinya juga nyaman memakainya.
"Kita berangkat?" tanya Hestia, menawarkan lengannya pada kedua sahabatnya, yang menggeleng penuh sayang sebelum menerimanya. Mereka bertiga saling bergandengan, dengan Hestia di tengah.
"Nah, bagaimana kita bisa lewat sini?" goda Lily, sebab begitu mereka mencapai tangga, mereka tak bisa melewati lorong sempit tangga itu bertiga sekaligus. Dia mulai mengendurkan gandengannya dari lengan Hestia, tetapi Hestia menggeram gusar.
"Jangan begitu, Lily Evans, kita akan memasuki pesta terakhir kita bersama-sama," tegas Hestia, tak bisa ditawar-tawar lagi.
Lily mendesah, tetapi berikutnya dia mencabut tongkatnya dan memperlebar lorong itu. Hestia nyengir.
"Bisa apa aku tanpamu?" tanya Hestia senang.
"Bisa gagal?" saran Alice.
Hestia mendengus.
Ketiga gadis itu menuruni tangga, memenuhi lorong tangga itu, lalu tiba di keramaian ruang rekreasi Gryffindor.
"Aku akan merindukan ini," desah Alice, memandang berkeliling dengan bahagia.
"Bolehkah aku?" terdengar sebuah suara.
Frank muncul entah dari mana, mengulurkan tangannya pada Alice. Alice tersenyum dan menerimanya.
"Sampai nanti!" ujarnya kepada kedua temannya, yang melambai padanya.
"Nah, Lily-petal," kata Hestia, membuat Lily nyengir. "Cowok-cowok kita hampir dipastikan pergi bersama, haruskah kita menemukan mereka?"
"Atau kita bisa menunggu mereka menemukan kita, itu lebih gentleman ," kata Lily serius.
Hestia mengangguk.
"Benar sekali. Mungkin kita harus menjadi feminis malam ini. Tidak ada cowok," tegas Hestia. "Kau dan cowok tololmu," gerutu Hestia melihat Lily mencebik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower & Prongs ✔️
FanfictionSTORY BY: TEENAGE.TRAGEDY Lily Evans menjadi Ketua Murid Perempuan Hogwarts yang baru, namun rekannya, Ketua Murid Laki-laki, adalah musuh lamanya yang dibenci, James Potter.