"Pelahap Maut?" Hestia terkesiap, menjatuhkan semua pakaian yang dipegangnya dan bergegas mendekati Lily, keduanya mencabut tongkat masing-masing. Terdengar jeritan yang melengking tinggi dari luar yang membuat Lily merinding dan perutnya serasa anjlok.
"Apa ada pintu belakang?" tanya Lily mendesak pada si penjaga toko, yang menggeleng panik dan langsung ber-Disapparate.
"Dasar pengecut," jerit Hestia.
Lily menggelengkan kepalanya dan berteriak, "Pergi, Hest. Disapparate. Aku harus tinggal, aku Ketua Murid. Keluar!"
Dia berlari ke pintu, tetapi Hestia menggelengkan kepala dan mengikuti sahabatnya. Kedua anak perempuan itu membuka pintu sedikit, mencari Pelahap Maut di luar, dan ketika melihat tidak ada siapa-siapa di sana, mereka keluar dengan waspada.
"Tunggu, ini konyol," kata Lily. Dia menggaruk kepala Hestia, lalu kepalanya sendiri, merasakan sensasi seolah ada sesuatu yang tumpah di kepalanya, mengalir ke seluruh tubuhnya. Mereka sekarang tidak terlihat. Lily menyambar tangan Hestia, dan keduanya menuju jalan yang bersalju, mencari tanda-tanda adanya orang lain, murid Hogwarts maupun bukan.
"Menurutmu cowok-cowok itu oke?" bisik Hestia.
"Mereka baik-baik saja," kata Lily tegas, tidak ingin memikirkan hal yang sebaliknya, yang membuatnya mual bahkan hanya dengan memikirkannya.
Mereka berhenti di depan Three Broomsticks. Lily terkesiap. Berdiri di sana adalah Lord Voldemort sendiri, sedang memandang berkeliling.
"Ada orang di sini," kata Voldemort dalam suara tinggi yang membuat bulu kuduk Lily berdiri. Mata Voldemort menyapu tempat Lily dan Hestia masih berdiri, senyum lebar terpeta di wajahnya. "Cerdik," gumamnya, dan dia melambaikan tongkatnya, menyebabkan Lily dan Hestia tampak secara utuh.
"Darah-Lumpur!" pekik Bellatrix senang, berdiri di samping Voldemort, Rodulphus di sisi lainnya.
"Darah-Lumpur, eh?" kata Voldemort dalam suara yang amat pelan, yang justru terdengar lebih berbahaya dibandingkan kalau dia berteriak. "Bagaimana kalau kita bersenang-senang sedikit?"
••••
"LEPASKAN SAYA!" teriak James, melawan cengkeraman para guru Hogwarts.
Begitu Sirius dan James menyadari bahwa Lily dan Hestia belum kembali, mereka lepas kendali. Para guru berhasil menahan Remus dan Peter, tetapi James dan Sirius tidak bisa dihentikan.
"SIALAN!" teriak Sirius, menarik lengannya dari pegangan kuat Slughorn dan Flitwick.
"Semua sudah kembali KECUALI mereka!" seru James, mendelik pada Dumbledore dan McGonagall.
"Mr Potter," kata McGonagall lembut, tetapi James menyelanya.
"TIDAK! DIA MASIH DI SANA! LAGI!" raung James, menyentakkan lengan-lengan yang menahannya. Dia mencabut tongkatnya dan mengacungkannya pada Sirius, yang terbebas dari Kutukan Pengikat yang dilancarkan para guru padanya, dan mereka berdua berlari kencang menuju gerbang, yang terkunci dan membuat mereka terpental.
"MANTRA PERLINDUNGAN SIALAN!" teriak Sirius, berbalik pada Dumbledore. "SINGKIRKAN INI!"
"Mr Black," McGonagall mulai, tapi mendadak berhenti.
Terdengar jerit kesakitan di kejauhan. James memucat. Lily.
••••
"Hentikan! Tolong hentikan!" Hestia terisak, tubuhnya tertahan oleh lengan-lengan Pelahap Maut, dipaksa menonton selagi mereka menyiksa Lily.
"Apakah si Kecil Ketua Murid kesakitan? Apakah itu menyakitkan?" Bellatrix tergelak kegirangan ketika menyaksikan Lily di atas salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower & Prongs ✔️
FanfictionSTORY BY: TEENAGE.TRAGEDY Lily Evans menjadi Ketua Murid Perempuan Hogwarts yang baru, namun rekannya, Ketua Murid Laki-laki, adalah musuh lamanya yang dibenci, James Potter.