(17) Piama

783 42 10
                                    







Lily terbangun keesokan harinya dengan perasaan yang jauh lebih baik. Dia turun dari tempat tidurnya, dan hal pertama yang dilakukannya adalah mengenakan kalung pemberian James saat Natal, begitu pula cincin yang Sirius hadiahkan padanya, dan terakhir, gelang dari kedua orangtua James. Dia begitu gembira sehingga sedikit menakutan. Perbedaan suasana hatinya antara kemarin dan hari ini... yah, bahkan orang buta pun bisa melihatnya. Dia turun ke ruang rekreasi, sudah berpakaian lengkap, dan melihat James sedang bersandar di meja belajarnya sendiri.

James sudah terjaga selama beberapa jam, tak bisa tidur saking bahagianya. Dia mengawasi Lily turun, matanya terpaku pada liontin yang dipakai Lily, senyum lebar membelah wajahnya.

"Hai!" sapa Lily riang, melompat-lompat mendekati James.

"Hei," kekeh James. "Ada yang sedang gembira."

"Ada alasan untuk gembira," Lily mengangkat bahu.

James merasa perutnya jungkir-balik. Dia mengulurkan tangan padanya dan Lily menerimanya tanpa ragu, menikmati sensasi tangan yang kuat dan keras itu menggenggam tangannya.

"Tentu saja," kata James, mengecup puncak kepala Lily.

Keduanya menuju pintu dengan tas tergantung pada bahu masing-masing. Mendadak Lily berbalik.

"Aku lupa ikat rambutku!" katanya, hendak menuju kamarnya, tetapi James menahannya. James menarik ikat rambut Lily dari sakunya, yang sudah disimpannya di sana sepanjang minggu, dan menyerahkannya pada Lily. Lily mengangkat alisnya.

"Aku menyimpannya," kata James, mengangkat bahu.

Lily memutar matanya. Tentu saja. Mereka berdua turun bersama-sama ke Aula Besar, bergandengan tangan, menikmati kehadiran satu sama lain yang sudah mereka lewatkan selama seminggu.

"Aku tak percaya kita berpisah selama seminggu penuh," kata Lily, memeluk pinggang James.

"Aku tahu," kata James pelan.

Lily tersenyum dalam jubah James. Bagaimana mungkin jari-jari James yang lebih besar dari jari-jarinya itu memeluknya sedemikian cepat?

"Bagaimana kau melakukannya?" tanya Lily penasaran.

James memandangnya dengan alis terangkat.

"Melakukan apa?"

"Soal rusa jantan itu."

James kagum dengan betapa santainya Lily ketika menyinggungnya.

"Perlu waktu yang sangat lama. Kami akhirnya berhasil melakukannya dengan sempurna saat kelas empat," kata James, melarikan tangan sepanjang rambutnya.

"Kenapa rusa jantan?" tanya Lily.

James terdiam sejenak dan mulai mengacak rambutnya lagi. Lily mendesah dan berusaha merapikan rambut James.

"Berhentilah membuatnya berantakan," katanya mencela.

James nyengir padanya, namun dia mengangkat bahu. "Entahlah. Rusa jantan adalah Patronus-ku."

Lily mengangguk, berpaling, tetapi kemudian dengan cepat kembali memandangnya.

"Patronus-mu rusa jantan?" tanyanya bingung.

"Barusan aku bilang begitu, kan, Lils?" balas James menggoda.

"Patronus-ku rusa betina. Aneh sekali."

"Itu yang ingin kutunjukkan waktu aku melihat Patronus-mu."

Lily mengangguk, menggigit bibirnya.

Flower & Prongs ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang