Bab 13 pulang

10.7K 1.1K 5
                                    

PULANG
Aku masih teringat dengan jelas saat Bella memelukku erat dan menangis. Tentu saja sahabatku itu membuat aku menangis juga. Hari ini aku pulang ke Jakarta, meninggalkan kota Yogya yang sudah membuatku berubah. Kurapatkan kerudungku. Dan kini menatap jendela yang menunjukkan pemandangan di luar sana. Sawah-sawah seperti berbaris dengan warna hijaunya. Tampak begitu segar. Tapi apakah aku juga akan kembali segar bila pulang? Sanggupkah aku bertemu dengan Bimo. Pria yang sudah menjadi kekasihku selama 5 tahun ini. Kalau teringat itu pasti aku akan menangis lagi. Bukan karena menyesali Bimo meninggalkanku. Tapi menyesali selama itu aku berkubang dalam dosa.
Uangku tinggal 100 ribu. Membeli tiket kereta saja aku meminjam uang Bella, hanya saja dia langsung mengatakan aku tidak perlu berutang kepadanya. Dia dengan senang hati membantuk. Bahkan Bella membelikan mama oleh-oleh. Sungguh, sahabatku itu sangat baik.
“Fan, semoga kamu selalu dalam lindungan Allah Swt. Dan semoga dengan hijrahmu ini kehidupan kamu lebih baik. Aku selalu mendukungmu dan kabari aku kalau sudah sampai Jakarta.”
Itu ucapan perpisahan Bella saat aku mulai naik ke atas kereta. Aku pasti akan merindukannya. Entah kapan lagi aku bisa menginjakkan kaki di Yogyakarta. Kota yang mempertemukan aku dengan Salman dan memberikan perubahan untukku.
Teringat Salman, aku jadi mengambil buku yang tadi sempat aku beli di toko buku sebelum ke stasiun. Buku karangan Salman yang kali ini membahas kewajiban seorang wanita untuk berhijab. Membaca tulisannya membuatku jatuh cinta. Dengan karyanya yang sangat bagus. Dua bukunya telah aku baca dan itu memberiku pengetahuan yang sangat luas. Salman akan selalu menjadi orang pertama yang berjasa untuk perubahan ini.
Andai aku bertemu dengan Salman lama sebelum ini, mungkin aku juga akan berubah lebih baik. Tapi tidak ada kata terlambat. Aku berjanji sampai di Jakarta akan lebih mendalami agama. Aku akan menghijabi fisikku dulu, belajar agama untuk memantapkan hatiku. Mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar hatiku mendapatkan kedamaian.
“Fani? Tiffany?” Sapaan itu membuatku langsung menoleh ke arah sampingku. Seorang pria yang baru saja duduk di sebelahku membuat aku langsung mengernyitkan kening. Ini kalau tak salah teman masa kuliahku dulu.
“David ya?” Pria itu langsung tersenyum lebar dan mengangguk. Dia kini membenarkan jaket hitam yang dipakainya lalu kembali menatapku dan mengamatiku.
“Sungguh aku pikir tadi salah mengenali orang. Tapi saat menatapku lagi aku beneran tahu kalau ini kamu. Tiffany bunga kampus yang masih cantik sampai sekarang.”
Aku tersenyum mendengar pujiannya. Tapi sekarang aku lebih merapatkan tubuhku ke jendela. Aku melihat kereta sudah keluar dari kota Yogyakarta. Masih lama perjalanan ini. Semoga aku nyaman dengan seorang pria duduk di sampingku.
“Sendiri ya? Dan dari mana mau kemana?” David kembali bertanya kepadaku. Pria yang masih tampak tampan ini meski sekarang usia sudah tidak muda lagi. Tapi terlihat lebih berwibawa dengan tubuh yang semakin tegap.
“Iya sendiri. Dari Yogya mau pulang ke Jakarta. Kamu sendiri?”
David kini tersenyum lalu bersedekap. Tampak masih mengamatiku dengan seksama.
“Kirain sama suami gitu atau anak.” Katanya lebih ngomong kepada dirinya sendiri karena dia seperti merenung saat mengatakan itu.
“Enggak. Aku belum menikah kok.” Dan mendengar jawabanku itu seketika David membelalakkan matanya.
“Serius? Orang secantik kamu? Jangan bercanda Fan. Terakhir baru beberapa bulan yang lalu aku denger kamu udah tunangan gitu sama seorang pengusaha kaya.”
Aku menghela nafas. Tidak suka selalu disinggung lagi tentang Bimo.
“Gosip itu.” Hanya itu yang bisa aku bicarakan. Dan David sepertinya paham aku tidak mau melanjutkan omongan tentang hal itu.
“Aku sudah menikah. Tapi baru saja berduka karena istri meninggal saat melahirkan putriku. Aku baru saja dari Yogya. Kota kelahiran istriku dan sekaligus memakamkannya di sana. Istri dan anakku.”
Tentu saja mendengar pengakuan David yang begitu gamblang membuat hatiku tersentuh. Raut kesedihan langsung terlihat jelas di wajah David.
“Owh aku ikut belasungkawa.”
David menatapku dalam diam. Tapi kemudian dia tersenyum.
“Tidak apa-apa. Sudah 6 bulan berlalu kok. Hanya saja aku memang baru memutuskan untuk kembali ke Jakarta setelah cukup menunggu istri dan anakku. Aku pikir mungkin ini memang jalan kehidupanku. Kalau aku mulai berkubang di dalam kenangan aku tidak akan maju kan?”
Aku mengangguk setuju mendengar ucapan David. Iya hidup memang harus terus berjalan. Kalau David saja yang baru kehilangan istri dan anaknya bisa kembali bangkit, tentu saja aku juga bisa. Apalagi Cuma ditinggal oleh Bimo yang tidak pantas untuk dihargai.
“Kamu kerja dimana Fan?”
Pertanyaan David langsung membuatku tersadar lagi dari lamunan. Dan David kali ini menatapku dengan cukup perhatian.
“Ehm pengangguran.” Hanya itu saja yang bisa aku ucapkan. Dan tatapan David semakin tidak percaya.
“Ok. Aku ketemu kamu di sini. Belum menikah dan pengangguran. Tapi kamu lebih cantik seperti ini Fan. Dengan berhijab.”
Ucapan David membuat hatiku menghangat. Dia orang pertama selain Bella yang memuji penampilanku.

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang