Bab 23 pilihan

13.2K 1.2K 36
                                    

PILIHAN!

“Alhamdulilah Fan. Mama bangga sama kamu.” Saat ini tubuhku terasa ringan. Aku lemas tapi aku bahagia. Aku benar-benar sudah menjadi ibu yang sesungguhnya. Alhamdulilah aku diberi kekuatan untuk melahirkan normal. Padahal dokter sudah takut tidak kuat karena usiaku sudah tidak muda lagi. Melahirkan dua bayi kembar yang sangat kecil kemungkinannya.

Tapi alhamdulilah sejak masuk ke dalam kamar persalinan aku selalu berdoa. Memohon kepada Allah untuk diberikan kesempatan merasakan sebagai seorang wanita seutuhnya.

Sejak sampai di rumah sakit, aku bisa melihat Bimo yang panic sendiri. Dia bahkan memaksaku untuk terus melakukan operasi cesar. Dia tidak tega melihatku dan takut. Sungguh hatiku tersentuh dengan ketulusan hatinya.

“Mah iya Fani sujud syukur kepada Allah swt yang telah memberi kekuatan kepada Fani. Mereka juga sehat kan mah?” Aku menatap mama yang kini melepaskan pelukan ku dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Aku sudah terbaring di kamar rawat inap untuk ibu pasca melahirkan di rumah sakit ini. Mama bilang semua biaya administrasinya sudah di tanggung oleh Bimo. Aku benar-benar tidak menyangka dia mau melakukan itu. Padahal aku sudah menyiapkan dananya. David memiliki tabungan yang cukup untuk membiayai hidupku dan kedua anakku sampai usia sekolah. Merasa bersyukur dengan itu.

Mama melangkah mundur. Aku melihat Arya sudah meringkuk tidur di atas sofa yang ada di seberang brankar yang aku tempati. Dia pasti kecapekan menunggui aku selama kurang lebih 24 jam ini.
Dan suara pintu terbuka membuatku mengalihkan tatapanku ke arah Bimo yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya terlihat lelah juga. Tapi dia kemudian tersenyum saat melangkah mendekatiku.

“Selamat ya Fan. Kamu memang wanita yang kuat.”

Mama tersenyum mendengar ucapan Bimo. Pria itu bahkan mendekati mama dan merangkulkan tangannya di bahu mama. Terlihat sudah seperti anak sendiri. Tapi memang begitulah Bimo. Dia sejak dulu sudah dekat dengan mama.

“Mah, anaknya ini kayak Xena the warrior princess yah?” mama tertawa saat mendengar celetukan Bimo. Tapi kemudian melepaskan tangan Bimo dan melangkah mundur.

“Ya udah mama mau pulang dulu. Ambil baju bersih buat Fani. Bimo bisa kan jagain Fani di sini sebentar?”
Aku sebenarnya tidak setuju dengan usul mama. Tapi Bimo langsung mengangguk mengiyakan.

“Siap mah. Akan kujaga sepenuh hati.”

Mama langsung tersenyum dan segera berpamit dari hadapanku. Untung saja masih ada Arya di dalam ruangan ini. Meski dia tertidur. Aku masih tidak nyaman berduaan saja dengan Bimo untuk saat ini.

Bimo kini menarik kursi lipat yang ada di seberang brankar. Lalu duduk di sana. Bersedekap dan menatapku.

“Aku pikir tadi benar-benar akan memaksamu untuk melakukan operasi Fan. Kalau kamu istriku pasti aku akan tidak setuju kamu melakukan ini.”Bimo mengatakan itu dengan serius. Dan aku mengalihkan tatapanku ke arah Arya yang masih meringkuk di atas sofa. Dia sebentar-sebentar bergerak tapi mata masih terpejam. Dan tampaknya masih sangat pulas untuk saat ini.

“Aku bisa kok Bim. Ada Allah bersamaku dan aku yakin Allah pasti memberi kekuatan kepadaku.”
Bimo berdehem untuk menarik perhatianku kembali. Aku tidak berani menatapnya. Tidak untuk saat ini.

Kini aku beralih membenarkan selimut putih yang menghangatkan tubuhku. Bersandar di bantal yang di letakkan di punggungku. Aku duduk setengah berbaring di atas brankar ini.

“Aku menyesal sudah melepas wanita sepertimu Fan.”
Kupejamkan mata saat Bimo mengucapkan itu. Aku sedang rapuh. Jujur untuk saat ini hatiku berdenyut sakit. Aku kembali melankolis. Membayangkan David ada di sini. Pria yang menikahiku itu sudah tidak bisa lagi menenangkan aku. Aku butuh seseorang, tapi bukan Bimo.

“Please Bim. Kita tidak boleh membahas itu semua. Aku sudah melupakan masa itu.”

Ada keheningan yang sangat lama. Aku juga tidak membuka mataku. Hatiku merepih dan aku hanya bisa memohon kepada Allah agar diberikan jawaban yang tepat.

*****

“Bu Fani, kita perlu tenaga pengajar lagi di tk ini. Kan Bu Fani sudah tidak bisa mengajar di sini.”

Aku menatap Bu Mala, kepala sekolah di yayasan tk milik David ini.
Sepeninggal David, aku memang yang mengurus semuanya. Dan dibantu oleh semua orang yang mengurus yayasan ini. Aku sangat senang dengan semua orang yang menerima dengan ramah.

“Ehm iya kita memang kita butuh guru lagi. Bu Mala bisa membuka lowongannya saja mulai sekarang. Saya setuju saja semuanya. Saya serahkan sama Bu Mala.”

Suara bayi menangis membuatku menoleh ke arah baby stoller yang terletak di sampingku.

Aku langsung tersenyum saat mendapati Salma menangis minta perhatian. Fatma dan Salma. Dua bayi kembarku yang sudah berusia 3 bulan ini memang sering aku ajak ke yayasan. Dan mereka tidak merepotkanku sama  sekali.

“Salma haus ya?” Aku segera menggendong Salma dan baru saja akan duduk lagi saat Fatma juga akhirnya ikut menangis. Sudah terbiasa kalau mempunyai bayi kembar itu pasti akan menangis bebarengan. Kali ini Bu Mala sudah berdiri dari tempat duduknya dan melangkah untuk mendekati Fatma.

“Bu Fani bisa ya merawat si kembar tanpa bantuan baby sitter. Padahal kan repot banget. Cup..cup.. mau minum juga ya?”

Bu Mala menggendong Fatma dan menggoyang-goyangkannya. Sementara aku menyusui Salma.

“Enggak repot kok. Saya malah senang. Satu harian disibukkan dengan mereka berdua.”

Sudah 3 bulan ini aku memang merawat Salma dan Fatma sendiri. Dibantu mama dan kedua orang tua David. Kadang mama David juga menginap di rumahku. Mereka bahkan sangat bahagia dengan cucu pertama mereka. Mengingat David juga anak tunggal sepertiku.

“Almarhum Pak David sangat beruntung mendapatkan ibu Fani.” Ucapan Bu Mala membuatku menatap wanita separuh baya yang kini sedang menenangkan Fatma  di dalam gendongannya.

“Saya yang beruntung mendapatkan David. Dia memberikan dua permata yang cantik-cantik ini.”

Bu Mala menatapku denan bijaksana.
“Kalian berdua beruntung.”

Hatiku menghangat. Aku tetap tidak akan menggantikan David sampai kapanpun. Dia akan menjadi suami dan ayah dari dua putriku.  Saat ini aku sudah  nyaman dengan kehidupanku. Bimo selama 3 bulan ini terus mendekatiku. Bahkan kini dia lebih banyak mempelajari ilmu agama. Aku tidak mau dia belajar karena aku. Tapi akhir –akhir ini Bimo memang bersikap lebih kalem daripada biasanya.

“Assalammualikum. Bu Mala, ada seorang guru yang melamar menjadi guru bahasa arab di sini.” Aku langsung menatap Mila yng sudah berdiri di ambang pintu kantor.

“Owh iya. Suruh dia masuk ke sini ya.”

Gak apa-apa kan Bu Fani?” Bu Mala menatapku yang sudah selesai menyusui Salma dan Fatma juga sudah tenang dan mereka berdua tertidur pulas. Aku mengangguk mengiyakan. Bu Mala meletakkan Fatma di dalam baby staller lagi dan Salma masih aku gendong. Mila mengangguk dan keluar lagi.

Sementara Bu Mala sudah duduk di balik meja kerjanya. Dan aku duduk di sofa yang ada di ruangan kantor kepala sekolah ini. Toh aku juga ingin melihat siapa yang akan menjadi guru bahasa arab di sini.

Suara langkah kaki terdengar, saat aku mulai  membenarkan khimar hitam yang menutupi sampai perut ini.

“Assalammualaikum.”

Tentu saja aku refleks langsung mendongakkan kepala. Dan terkejut melihat siapa yang kini berdiri di ambang pintu kantor.

Bersambung

Hayo siapa itu?



NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang