Bab 19 persiapan

11.1K 1.1K 4
                                    

Setelah jawabanku semalam. David keesokan harinya sudah membawa kedua orang tuanya untuk melamarku secara resmi. Mama sangat antusias, dan aku bersyukur karena David ingin melangsungkan pernikahan ini secara sederhana. Dalam artian setelah akad nikah yang akan dilaksanakan di masjid depan rumahku. Kami hanya akan mengadakan acara syukuran dengan orang-orang terdekat. Aku sendiri tidak mau pernikahan yang mewah. Padahal itulah impianku selama ini.
Dulu, selalu aku merengek kepada Bimo kalau kita akan menikah di ballroom hotel bintang 5, dengan tamu undangan 1000 orang. Pesta yang meriah. Gaun yang terjuntai sampai ke lantai seperti layaknya putri di negeri dongeng.Tapi itu dulu. Aku sekarang tidak mau kemewahan itu semua. Bahkan tidak ada undangan untuk teman-teman kami. Pernikahan ini untuk keluarga dan teman dekat saja.
Setelah satu minggu mengurus semuanya. Mendaftarkan namaku dan David ke Kantor Urusan Agama. Dan mempersiapkan semuanya. Tinggal satu hari lagi aku akan menikah. Rasanya dunia ini indah. Mama berseri gembira dan sangat antusias mempersiapkan semuanya.
Tapi selama satu minggu ini aku dan David hanya bertemu satu kali saja. Dia sibuk dengan kegiatan mengajarnya. Karena dilakukan secara mendadak, ototmatis dia tidak mendapatkan cuti. Kami hanya berkomunikasi melalu ponsel. Seperti mala mini.
“Fan?”
“Ya.”
“Aku seperti masih bermimpi, besok kita akan menikah. Aku tidak menyangka akhirnya kita berjodoh .Sejak dulu aku hanya mencintaimu dalam diam. Aku merasa tidak pantas untuk menjadi salah satu kekasihmu di kampus dulu.”
Pipiku langsung merona mendengar penuturan David di ujung sana. Aku sedang duduk di dalam kamar. Setelah tadi sore ada acara pengajian di rumahku. Aku langsung berpamit masuk ke dalam kamar. Entah kenapa tiba-tiba hatiku merasa resah. Maka aku menelepon David malam ini.
“Vid, udah tidak usah menyebut-nyebut masa lalu. Aku malu, banyak dosa yang aku lakukan di masa muda.”
Ada helaan nafas di ujung sana.” Iya Fan. Aku hanya terlalu senang akan menjadi suamimu. Aku berjanji kepadamu, akan mencoba menjadi imam yang baik untuk kita. Keluarga kita. Dan akan menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kita kelak.”
Aku menangis. Mendengar penuturan David yang begitu yakin dan senang. Meski belum ada cinta di hatiku, tapi aku yakin dengan David aku akan menjadi lebih baik.
“Iya Vid. Makasih telah memilihku. Makasih sudah percaya kepadaku.” Aku menangis. Tangis haru karena David begitu menghargaiku.
“Aku mencintaimu Fan. Ya sudah tidur ya. Sampai bertemu besok pagi calon istriku.”
Aku mengucapkan salam dan setelah itu mematikan ponsel. Kurebahkan diriku di atas kasur. Begitu cepat kehidupanku berubah. Dulu aku bermimpi akan menikah dengan Bimo. Pria yang sudah 5 tahun menjadi kekasihku. Tidak pernah terpikir olehku akan menikah dengan pria yang baru bertemu lagi setelah sekian lama. Tanpa pacaran, tapi setidaknya pria inilah yang memang memberikan semuanya kepadaku. Rasa aman.
Mungkin aku terlalu lelah atau memang rasa gelisahku sudah hilang karena menelepon David. Aku langsung tertidur.
Ombak itu menghampiriku. Bergulung-gulung dengan cepat, membuat aku tidak bisa bergerak. Aku hanya berdiri pasrah saat ombak tinggi itu menyapu tubuhku. Aku berteriak. Menoleh ke belakang untuk memanggil David yang sepertinya tidak jauh dariku. Tapi suaraku tidak keluar, dan David sepertinya malah berjalan menjauh. Aku kembali berteriak lagi, tapi akhirnya ombak itu menelanku sampai membuatku tidak bisa bernapas.
Aku langsung terbangun dari tidurku dengan nafas terengah. Alunan ayat suci Alquran terdengar dari masjid yang ada di depan rumah. Aku melirik jam yang ada di atas nakas. Sudah pukul 3 dini hari. Kuusap keringat dingin yang menetes di di leherku. Kenapa aku bermimpi buruk?
Suara kesibukan di dapur sudah terdengar. Itu pasti mama dan saudara-saudara mama yang mempersiapkan acara untuk besok pagi. Aku segera turun dari atas kasur. Melangkah keluar dari dalam kamar dan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu dan melaksanakan salat malam. Semoga setelah itu aku menjadi tenang.
****
“Cantik, anak mama memang cantik.” Itu suara mama. Aku sendiri tersenyum melihat pantulan wajahku di depan cermin. Sosok dengan kebaya warna putih dan kerudung putih ini memang aku. Aku sendiri tersipu menatap hasil riasan Tante Nada, salah satu tetangga yang memang merias pengantin.
“Iya mah. Ehm keluarga David sudah datang?”
Mama menggelengkan kepala saat mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri.
“Harusnya sudah datang ya? Ini sudah hampir pukul 9. Penghulunya padahal sejak pukul 8 tadi sudah datang.”
Aku menatap ponsel yang tidak ada panggilan apapun. Sejak semalam ponsel itu tidak berdering atau menerima pesan. Hatiku kembali resah. Aku mulai berdoa lagi.
Saat itulah ketukan di pintu membuatku dan mama langsung menatap Tante Reni, salah satu adik mama masuk ke dalam kamar.
“Fan. Ada berita penting untuk kamu.”
****

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang