Bab 22 Jodoh lain

13.1K 1.2K 20
                                    

Aku menatap dahan pohon akasia yang tumbuh subur di halaman rumahku. Duduk di salah satu kursi dari rotan yang ada di teras depan. Dengan Arya duduk di sebelahku. Aku memang memaksanya untuk menemaniku menemui pria yang kini terus memandangku tak berkedip sejak 15 menit yang lalu aku menerimanya duduk di teras rumahku ini.

“Fan. Aku tak menyangka kalau kamu hamil besar begini?” Bimo. Dia menatapku tidak percaya. Di saat aku sudah berubah 100 persen dengan penampilanku. Bimo tampaknya masih tetap mempesona seperti saat terakhir dulu aku bertemu dengannya. Dia masih tampan, bahkan sekarang rambutnya lebih rapi. Tapi tubuhnya makin tegap. Aku beristighfar lagi di dalam hati. Dan mengalihkan tatapan dari pemandangan di depanku.

“Aku hamil. Dan maaf kenapa kamu ke sini?”

Bimo mengernyitkan keningnya saat aku menanyakan hal itu. Lalu dia melirik Arya yang tengah memainkan ponselnya dan duduk di sebelahku.

“Dia siapa? Bocah ini yang menghamilimu?”

Astagfirullah. Kenapa Bimo berpikiran picik seperti itu. Aku langsung menoleh kea rah Arya dan sepertinya dia juga terkejut dengan ucapan Bimo. Tapi sebelum aku menjawab, Bimo sudah meneruskan ucapannya.

“Aku tidak menyangka Fan. Saat mendengar suami kamu meninggal sehari setelah kamu menikah. Aku baru dapat kabar dari Rina teman clubbing kita dulu beberapa minggu yang lalu. Aku langsung senang, meski aku jahat berbahagia di atas kesedihan kamu.” Bimo kini mengusap rambutnya dan duduk lebih condong ke depan. Aku tidak berani menatapnya lagi. Aku lebih memilih mengusap-usap perutku yang sudah membuncit ini. Di balik gamis hitam yang aku pakai.

“Aku masih mencintaimu Fan. 9 bulan ini aku kayak orang gila yang tak tentu arah. Aku bercerai. Pekerjaanku terbengkalai, dan semuanya tidak berjalan dengan baik. Aku pergi ke Singapura untuk menenangkan diri. Dan bersyukur saat kembali ke sini, menerima kabar itu. Tapi aku tidak menyangka kalau kamu sudah menikah lagi dan hamil.”

Kali ini aku memberanikan diri untuk menatap Bimo. Dia tampak sedih dan kecewa. Tuluskah dia mengatakan itu semua?

“Aku belum menikah lagi Bim. Ini anakku dan David.” Tentu saja penjelasanku itu membuat mata Bimo membulat. Dia bahkan menatapku dan Arya bergantian. Sepupuku itu kini masih bersedekap dan menatap Bimo dengan menantang.

“Loh lah ini?” Bimo menunjuk Arya dengan terang-terangan dan membuat Arya tertawa.

“Astaga kak. Aku ini sepupunya Kak Fani. Mana mungkin aku suaminya Kak Fani.” Dan saat mendengar ucapan Arya itu Bimo langsung mengalihkan tatapannya kembali kepadaku. Kali ini dia terkekeh sendiri. Mau tidak mau aku juga ikut tersenyum. Sikap Bimo membuatku rileks.

Bimo kini merebahkan dirinya di kursi rotan dan menatapku dengan senyum yang masih belum menghilang dari bibirnya.

“Jadi masih ada kesempatan kan Fan? Aku yakin kita berjodoh Fan. Kamu sadar kan dengan takdir ini?”

Aku langsung terkejut dengan arah pembicaraan Bimo. Tidak mungkin salah kan aku menangkap maksud Bimo? Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Mencoba mengelak secepatnya gagasan yang mungkin di timbulkan oleh pemikiran Bimo.

“Enggak Bim. Aku tidak berniat mempunyai suami lagi. Aku sekarang hanya fokus untuk membesarkan buah hatiku dan tidak ada yang lain. Aku belum sanggup menggantikan David.”

Bimo kini menyugar rambutnya. Tampak kecewa dengan ucapanku.

“Kamu hamil besar Fan. Aku bisa menopangmu. Masalah financial kamu tidak usah khawatir. Aku mampu. Dan aku berjanji akan menyayangi anakmu selayaknya anakku sendiri.” Bimo melirik Arya sekilas. Tahu kalau ada pihak ketiga di sini.

Bersambung
Nah ramein yuk. Udah baru semua ini babnya

“Fan ehm bisakah kita bicara berdua saja?”
Aku langsung menggelengkan kepala saat Bimo mengisyaratkan untuk mengusir Arya.
“Aku tidak mau kita berduaan. Itu dosa.”
Jawabanku membuat Bimo menatapku kecewa lagi. Dan Arya tersenyum mengejek saat Bimo menatapnya dengan kesal.
“Ya sudahlah. Yang pasti aku masih mencintaimu Fan. Cuma kamu yang ada di hatiku. Kita sudah berpacaran selama 5 tahun. Tahu mana yang baik untuk kita berdua. Fan please,, kembalilah padaku.”
Mungkin dulu, saat Bimo mengatakan hal itu aku langsung menganggukkan kepala dan menyetujui usulnya. Tapi untuk saat ini, aku sudah bisa membedakan. Dan perasaanku kepada Bimo sudah menghilang sepenuhnya. Dia hanya masa lalu yang perlu aku  lupakan.
“Maaf Bim. Hubungan kita sudah lama berakhir. Dan aku tidak berniat untuk mengawalinya lagi.”
Jawabanku yang tegas ini membuat Bimo langsung menatapku dengan masam. Dia sepertinya tidak mengerti apa yang baru saja aku ucapkan.
“Kamu bohong kan sama aku? Dan aku tidak akan menyerah Fan.”
Dan saat itulah aku merasa perutku berkontraksi. Aku beristighfar untuk menahan kontraksi yang aku rasakan.
“Kak Fan, ada apa?” Arya yang langsung bereaksi saat aku meringis untuk mengusap perutku. Dan dia langsung membelalak. Begitu juga dengan Bimo yang sepertinya masih bingung dengan apa yang aku rasakan.
“Mau melahirkan ya? Kita ke rumah sakit ya sekarang?”
Aku hanya mengangukkan kepala lagi. Lebih banyak beristighfar saat Arya memanggil mama yang ada di dalam rumah. Dan Bimo sudah beranjak dari duduknya tapi bingung saat akan menyentuhku. Aku menggelengkan kepala ke arah Bimo. Memberi isyarat kalau aku memang tidak mau di sentuhnya.

“Fani udah kerasa ya?” Suara mama langsung membuatku menoleh kepada mama yang menatapku khawatir. Lalu menatap Bimo dan kemudian beralih kepada Arya.
“Cepat kita bawa Fani ke rumah sakit.”
Aku hanya menurut saat mama memapahku untuk berjalan menuju mobil Bimo yang ada di halaman rumah. Pria itu juga sepertinya sangat ketakutan melihat kondisiku. Aku terus berdoa dan beristighfar. Bismilah semoga semuanya berjalan dengan lancar.




NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang