Bab 16 lamaran

12.6K 1.1K 6
                                    

Allah ternyata sangat sayang kepadaku. Sudah satu bulan ini aku menjalani kehidupan baruku. Mengajar anak-anak ternyata menyenangkan. Mereka sangat menggemaskan dan membuat aku bisa belajar menjadi lebih sabar. Mama makin getol menjodohkanku dengan anaknya sahabatnya mama. Yang kemarin berondong, sekarang pria yang sudah cocok menjadi papaku. Aku sadar mama melakukan itu agar aku cepat menikah. Hanya saja aku ingin lebih memperbaiki dulu terlebih dahulu.
Masih teringat ucapan Bella yang mengatakan orang baik pasti akan mendapat jodoh yang baik juga. Jadi aku berusaha sekeras mungkin untuk menjadi manusia yang baik. Masih terus belajar tentang agama, bahkan aku mempunyai guru ngaji sendiri. Dengan Ustadzah Fatimah. Guru ngaji di kompleks yang sangat senang mendengar niatku untuk belajar agama.
Perkara tagihan kartu kredit, akhirnya sudah bisa aku bereskan. Aku menjual mobil tua milikku hasil jerih payahku selama 10 tahun ini. Sedih sebenarnya. Tapi bagaimanapun juga aku harus membayar hutang ini. Bimo tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Bukan aku tidak berusaha untuk mencarinya. Tapi aku sudah tidak bisa bertemu dengan Bimo. Rasanya sakit, sangat. Masih belum ikhlas untuk bertemu dengan Bimo. Itu kelemahanku sebagai seorang wanita.
Lagipula tidak punya mobil juga malah membuatku lebih sehat. Karena harus memaksa berjalan kaki ke halte busway lebih banyak. Tapi aku sedih karena teman-temanku yang dulunya sering mengajakku untuk hura-hura atau dugem tiap malam kini mulai mencibir saat melihat aku mengenakan hijab.
“Sumpah lo Fan? Pantesan Bimo ninggalin lo”
“Lo udah gak asyik lagi. Percuma gue ngajakin lo pergi.”
Itu ucapan-ucapan yang aku terima saat bertemu dengan teman-temanku. Dan akhirnya aku lebih banyak di rumah. Membantu mama membuat pesanan broniesnya kalau aku pulang dari mengajar. Semuanya damai dan enjoy aku menikmati perubahanku. Hanya saja siang ini, aku benar-benar terkejut dengan kedatangan David ke rumah. Ini hari minggu. Aku sedang berada di dapur saat mama memanggilku.
Dan di ruang tamu David sudah duduk di sofa dan tersenyum kepadaku.
“Assalammualaikum Fan.”
“Waalaikumsalam.” Aku memang jarang bertemu David selama satu bulan ini. David sibuk dengan aktivitas mengajarnya.
“Tumben ke sini. Ada masalah yayasan yang harus aku ketahui?” Aku duduk di depan sofa. Wajahku belepotan tepung karena memang sedang membantu mama membuat kue. Tapi untungnya tadi aku sempat mnenyambar hijab instan dari kaos sebelum datang ke ruang tamu.
“Fan. Aku ingin  berbicara serius.” David tidak menatapku. Dia kini malah menatap motif taplak meja yang ada di depan kami. Aku mempunyai firasat kalau David memang akan sangat serius.
“Ya?” Aku mencoba menjawab meski aku sudah merasakan kegugupan. David kini menatapku sebentar dan tersenyum.
“Kita seperti anak smp yang baru saja kenal.” David menghela nafas dan menegakkan tubuhnya.
“Fan, aku ingin melamarmu. Menikahlah denganku.” Tentu saja ucapan David membuat aku terkejut. Tapi kemudian menatap David yang tampak gugup juga. Dia bahkan menyugar rambutnya berkali-kali.
“Maksud aku, kita sudah tidak sama-sama muda Fan. Dan aku menyayangimu sejak dulu sebenarnya.” Jantungku berdegup kencang mendengar penuturan David. Pria yang selama ini aku anggap teman kini menyatakan perasaannya terhadapku.
Aku kembali menghela nafas. Mencoba untuk menghalau semua kecanggungan ini.
“Mama buatin teh hangat nih sama nyicipin kue buatannya mama ya.” Mama tiba-tiba muncul dari arah dapur dengan membawa baki berisi dua cangkir teh dan satu piring brownies yang baru saja keluar dari oven. David langsung tersenyum sopan saat mama meletakkannya di atas meja.
“Iya tante terimakasih sudah repot-repot.” Mama langsung ikut duduk di sebelahku dan kini menatap David.
“Nak David ini gak usah begitu .Anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena sudah memberikan Fani pekerjaan.”
David kini malah menatapku dan tersenyum .Tentu saja aku langsung menunduk. Hatiku masih belum tertata dengan rapi untuk saat ini.
“Saya sangat tersanjung Tante. Wanita cantik seperti Fani mau menjadi pengajar di yayasan saya.”
Mama tentu saja langsung tersenyum senang. “ Ah bisa aja nak David ini. Ya udah terusin ngobrolnya ya. Tante mau tinggal ke dapur lagi.”
“Iya tante terimakasih.” Mama sudah beranjak dari duduknya dan kini melangkah meninggalkan kami. Berdua lagi dengan David membuatku canggung.
“Vid. Aku hargai lamaranmu. Tapi aku perlu berpikir.” Akhirnya aku mempunyai suara untuk menjawab. David langsung menatapku lagi.
“Baik Fan, aku memberimu waktu .Tapi semoga kamu menerimaku ya Fan. Kita belajar agama bersama.”
****
Aku membolak-balik buku pemberian Salman. Saat ini hatiku sangat resah. Duduk di atas kasur dan membaca kembali buku NIKAH YUK karangan Salman ini. David orang baik. Dia bahkan sudah mapan. Wajahnya jug rupawan. Dan harusnya aku merasa senang dengan lamaran David.
Usiaku makin bertambah setiap wakutnya. Apakah ini jawaban dari semua doaku? Setiap malam aku shalat tahajud, shalat istikharah. Tapi belum juga diberikan jawaban lewat mimpi. Mungkinkah jawabannya langsung dalam wujud David?
“Kamu itu bersyukur Fan. David mau melamarmu. Usia kamu udah tidak muda lagi. 5 tahun lagi juga udah keriput. Pokoknya kamu harus terima lamaran David. Biar mama bisa menimang cucu.”
Itu jawaban mama saat aku curhat kepadanya. Tapi entah kenapa aku masih ragu.



NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang