PERTEMUAN KEMBALI
Aku berusaha untuk menenangkan degup jantungku. Sungguh ini konyol. Kenapa sejak tadi aku seperti anak smp yang baru saja mengenal cinta. Tapi kehadiran pria yang memberikan efek dasyat dalam kehidupanku ini memang tidak bisa dianggap remeh.
Aku hampir tidak mengenali Salman Faturohman. Siang ini dia memakai kemeja berwarna biru navy, dengan celana panjang hitam. Dengan sepatu ketsnya yang selalu menjadi cirri khasnya. Kacamata juga masih bertengger di wajahnya. Tapi wajahnya makin terlihat bersih.
Entah karena apa. Aku juga tidak berani menatapnya lebih lama. Karena setelah mengucapkan salam itu, dan menatapku sekilas. Salman tersenyum dan megangguk kepadaku. Hanya saja kemudian Bu Mala mengalihkannya. Aku yang masih shock dengan kehadiran Salman akhirnya keluar dari ruangan dengan diam-diam saat Bu Mala sedang melakukan interview dengan Salman.
Aku kembali beristighfar. Memohon pengampunan kepada Allah Swt karena masih merasakan rindu terlarang kepada suami orang. Aku yakin Salman juga sudah mempunyai istri. Wanita yang lebih baik dariku dan berakhlak baik. Tapi kenapa sisi hatiku kembali berdenyut saat teringat itu lagi.“Kak Fani.” Suara riang itu membuatku mengalihkan tatapan ke halaman tk. Aku memang sedang mendorong baby stoller tempat Salma dan Fatma sedang tertidur.
Arya berlari menuju arahku dengan ransel yang di sandangnya di lengan kanan. Dia tampak bersemangat.
“Loh kok nyampe sini, kuliah kamu udah selesai?” Arya mengangguk dan langsung tersenyum menunjuk siapa yang berjalan mengikutinya di belakang.
“Kak Bimo menjemputku di kampus. Dia meminjamkan buku manajemen bisnis kepadaku. Sesuailah aku mau buat paper nih.”
Aku langsung menghela nafasku. Mencoba menenangkan degup jantung yang masih terasa di dadaku. Ada Bimo yang kemudian langsung menunduk untuk mengecup Fatma dan Salma. Bimo memang selama 3 bulan ini menjadi dekat dengan Arya. Karena Arya sering minta tolong mengerjakan tugas kuliah, dimana Bimo lah ahlinya di dalam manajemen bisnis.
“Kebetulan lewat kampus Arya, ya udah mampir terus sekalian jemput kamu. Arya bilang kamu ke sini sejak pagi.” Aku menganggukkan kepala mengiyakan ucapan Bimo. Tapi aku merasa resah. Di dalam ada Salman yang membuatku tidak tenang. Aku ingin berbicara dengan Salman, tapi di satu sisi aku merasa tidak pantas untuk melakukan itu.
Bukankah hanya kebetulan Salman berada di sini dan melamar pekerjaan di yayasan ini? Banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban saat ini. Tapi sekali lagi aku belum siap.
“Ya sudah. Kita pulang ya. Si kembar sudah capek nih mau tidur di kasur mereka.”
Arya sudah mengambil baby stoller, dan Bimo menganggguk mengiyakan.
“Ok mari kita bawa duo cantik ini pulang.”
Bimo sudah bersemangat dan melangkah mendekati Arya dan kini menatap si kembar dengan sayang. Aku tersenyum melihat kasih sayang yang tulus dari Bimo. Saat itulah aku tiba-tiba menoleh begitu saja ke arah belakang. Dan terkejut saat mendapati Salman tengah berdiri di ambang pintu ruangan kepala sekolah dengan menatapku lekat penuh dengan kesedihan. Aku tentu saja langsung berbalik lagi. Tidak berani menyapa Salman. Ini salah. Semuanya.
*****
“Ini tuh gini kamu pelajari yang ini dulu, baru nanti di ketik..”
Aku membawakan dua es teh ke ruang keluarga. Si kembar sudah aku tidurkan di box bayi mereka. Bimo dan Arya sedang belajar di ruang keluarga.
“Nih yang katanya haus.” Aku meletakkan dua gelas besar es teh di meja kaca yang ada di ruangan itu. Arya sedang serius di depan laptop yang di letakkan di atas meja. Sedangkan dia duduk bersimpuh di atas karpet merah bermotif beruang yang membentang luas di ruangan ini. Bimo juga duduk di sampingnya. Tampak begitu santai dengan lengan kemeja di gulung sampai siku dan dasi sudah dilonggarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK!
SpiritualAku tidak percaya kalau menikah tanpa berpacaran terlebih dahulu. Mana ada orang bisa cocok hanya dengan kenal satu kali dan langsung menikah. Big No! aku tidak mau terperangkap di dalam pernikahan tanpa cinta dan tanpa rasa. Tapi tenggat waktu untu...