Prolog

55.1K 2.3K 23
                                    

“Gue udah sampai di stasiun tugu nih Bel. Terus ini gue suruh kemana? Naik taksi bisa kan?”

“Jangan naik taksi. Udah ada orang yang bakalan jemput kamu. Tunggu aja kamu di depan stasiun. Bentar lagi orangku nyamperin kamu ya.”

“Gak pake lama loh Bel. Gue udah capek pengen mandi.”

Aku mendengar Bella, manajer area di sini mengiyakan ucapanku. Sebenarnya sebal harus menunggu apalagi dalam kondisi aku membawa tas ransel yang begitu berat. Dengan pakaian yang aku kenakan dan lengkap sepatu salah kostum. Kalau tahu akan naik kereta aku tentu saja tidak mengenakan rok mini dan stiletto ini. Sebenarnya sudah mau sampai bandara saat Bella tiba-tiba nelepon  dan bilang kalau aku harus naik kereta api. Padahal tiket pesawatnya juga sudah aku pegang. Tapi Kata Bella lagi itu tiket mau di pakai si bos. Dan yah aku hanya seorang tim leader di perusahaan ini jadi aku menerima nasib yang harus naik kereta api.

Kulangkahkan stiletto yang makin menyiksa kaki. Melangkah keluar dari dalam stasiun dan langsung di sambut oleh panasnya terik matahari yang mulai menyengat kulit. Yogya. Kota pelajar yang dari dulu sudah aku impikan untuk aku kunjungi. Tapi saat Bella memindahkan aku untuk sementara ke sini itu membuatku kesal. Meski hanya 3 bulan, tapi itu sungguh menyiksaku. Aku tidak mau berpisah dengan Bimo. Pria yang sudah 5 tahun ini menjadi kekasihku. Sepertinya Bimo juga kesal dengan kepergianku. Ah terlalu rumit untuk di ceritakan. Pokoknya Bimo itu udah ada indikasi mau melamarku, asal aku mau dihamilinya terlebih dahulu.

Kuseka keringat yang mulai mengucur dari pelipisku dengan syal yang kupakai untuk menutupi leherku. Sebenarnya panas, tapi leherku ini penuh dengan  tanda cinta buatan Bimo. Kemarin malam saat aku mengatakan akan pergi ke sini dia langsung menjadi liar. Dalam artian dia ingin langsung mengajakku bercinta. Sesuatu yang selama 5 tahun ini aku tentang. Meski aku ingin menikah  dengan Bimo, tapi aku bukan wanita sinting yang mau diajak begituan tanpa ikatan pernikahan. Hanya saja setelah 5 tahun berpaacaran, belum ada indikasi Bimo ingin melamarku ataupun menikahiku. Dia beralasan orang tuanya belum setuju.
Kuhela nafasku. Menatap lalu lalang kendaraan yang ada di depan stasiun ini. Saat aku melangkah ke atas trotoar, di samping kiriku aku bisa melihat dengan jelas jalanan Malioboro yang rame. Aku sering melihat teman-temanku memposting tempat paling terkenal di Yogya ini. Seperti mimpi memang, akhirnya aku bisa sampai di sini.

“Uhuk uhuk.” Aku terbatuk seketika saat di depanku ada asap mobil yang membuat aku langsung mengibaskan tangan untuk menghilangkan asap yang membuatku terbatuk. Kukerjapkan mataku ke arah mobil yang berhenti persis di depanku. Ini apaan sih?

“Mbak PANI ya?”

Aku langsung melotot ke arah suara yang memanggilku. Dan saat aku mengerjapkan mataku, dengan jelas melihat seorang pria yang melongok dari kaca mobil. Pria dengan kacamata yang dengan bingkai warna hitam itu kini menatapku sekilas.

“Tiffany. Fany. Bukan Pani.” Jawabku kesal. Ini pasti orang suruhannya Bella yang menjemputku. Dia hanya mengangguk dan tersenyum, tapi tidak berani menatapku. Ini pria kok songong banget ya. Tidak mau turun dari mobil dan hanya menyuruhku untuk masuk. Aku langsung mengulurkan tangan untuk membuka pintu mobil saat dia menggelengkan kepala lagi. Lalu membenarkan kacamatanya itu.

“Maaf mbak, di belakang saja.”

Tentu saja aku melotot. Tapi daripada bertengkar di sini lebih baik aku mengalah. Dengan sedikit bergeser aku turun dari trotoar dan mulai membuka pintu mobil tua ini. Entah ini mobil apa karena suaranya sudah terdengar seperti rongsokan. Bahkan saat aku membuka pintunya dengan susah payah baru bisa terbuka. Begitupun saat aku menutupnya.

“Owh misi mbak.” Pria itu langsung menghadap ke arah belakang dan mencondongkan tubuhnya untuk meraih pintu yang baru saja aku tutup.

Braaakkkk

Astaga! Aku berjenggit dan langsung menutup kedua telingaku dengan tangan. Pria itu tanpa perlu meminta maaf kembali ke balik kemudinya. Dan langsung menstarter mobil yang setelah 4 kali baru bisa hidup. Ini Bella ambil orang dan mobil ini darimana sih? Bukannya kantor juga ada inventaris mobil?

“Jauh gak sih kantornya?” Kusandarkan tubuhku di jok mobil. Lelah akhirnya mulai menderaku. Aku mengantuk, dan juga pasti sekarang sudah sangat kucel.

Perjalanan dari Jakarta ke sini memang membuatku tidak bisa berkutik.

“Lumayan mbak. 15 menit nyampe, tapi maaf ya mbak saya mau shalat duhur dulu.”

Aku langsung menatap depan. Pria yang kini sedang menjalankan mobil bobrok ini malah membuatku kesal. Dia ini sebenarnya siapa? Supir kan?

“Lah shalatnya kan bisa nanti ya? Ini aku udah di tunggu sama Bella, lagipula abis ini aku ada meeting sama SPG yang ada di sini. Kenapa harus mampir nungguin kamu shalat?”

Tidak menghiraukan ucapanku, pria songong yang kini malah memutar mobil dan memasuki sebuah halaman masjid membuatku semakin kesal. Aku mencondongkan diri ke depan. Berpegangan pada jok di depan dan langsung mencolek pria itu yang sekarang sibuk mencari tempat parkir.

“Heh mas denger kan? Ini aku di bawa ke kantor dulu.”

“Astaghfirullah.” Pria itu malah mengusap-usap dadanya dan langsung menjauh dariku dan segera membuka pintu mobil dan melompat dengan cepat. Ini orang kenapa sih? Emangnya aku hantu apa?

Bersambung

Yang kemarin aku hapus terus ini ulang lagi ya yang pasti lebih greget dan panjang deh

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang