#16 : A Sweet Escape (Special Chapter)

181 32 16
                                    

'Selama ini aku hanya melihat dia dan hanya dia. Dia, sesosok pria yang selalu ada di sisiku. Kedua mata elang itu mungkin tampak menyeramkan bagi banyak orang. Ya, dia memang tidak memiliki hati selembut malaikat. Dia adalah manusia terbengis yang pernah ku kenal. Namun entah mengapa, aku tidak pernah mengenal rasa takut ketika bersamanya. Menurutku, dia hangat. Sentuhan, pelukan, dan ciumannya adalah tiga hal yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidup. Im Jaebum, terima kasih karena telah hadir di dalam hidupku sejak hari itu.'

Seoul, 3 tahun yang lalu.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi ketika mobil yang dikendarai Ahra melaju kencang melewati jalanan sepi di pinggiran kota. Hujan mengguyur deras disertai petir yang terus memancarkan kilat-kilat menyeramkan.

Ahra menyeka air mata yang tidak kunjung berhenti mengalir dari pelupuk matanya. Hari ini adalah hari terburuknya. Mendadak hidupnya menjadi gelap dan hancur berantakan. Ia tidak memiliki harapan apapun lagi. Mimpinya, cita-citanya, masa depannya. Ia bahkan ragu apakah ia masih bisa hidup hingga hari esok ketika ayahnya memberi kabar buruk itu setengah jam yang lalu.

"Ibumu kritis. Tim dokter sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi."

Itu adalah kata-kata paling menyesakkan yang pernah didengarnya. Seperti sebuah mimpi buruk yang menghantuinya di siang bolong. Dan seperti pukulan keras yang menghantam kepalanya.

Ahra menginjak pedal gasnya semakin dalam. Ia harus tiba di rumah sakit untuk melihat sang ibu. Setidaknya, jika memang kemungkinan buruk itu harus terjadi, ia masih bisa berbicara dengan ibunya. Ia ingin mendengar suara lembut itu sekali lagi.

Suara dering ponsel membuat Ahra terlonjak pelan. Dengan gerakan kasar diambilnya benda itu dari holder di sebelahnya. Namun karena tangannya gemetar, ponsel itu pun terlepas dari genggaman. Kata umpatan keluar dari mulutnya sembari membungkukkan tubuh untuk mencari benda itu.

Ahra langsung menggeser ikon berwarna hijau dan menempelkan ponsel ke telinga kanannya. "Halo ayah? Bagaimana keadaan ibu?"

Tidak terdengar suara apapun, hanya hembusan napas yang tenang dan pasrah. Mendadak perasaan Ahra dipenuhi dengan kecemasan. Apakah ini pertanda...

'Ahra, ibumu sudah tiada.'

Pikiran Ahra kosong. Napasnya tercekat dan pandangannya menjadi tidak jelas karena air mata. Ini adalah kenyataan terpahit dalam hidupnya. Ibunya, sandaran hidupnya kini telah pergi untuk selamanya. Tidak akan ada lagi suara lembut yang membangunkannya tiap pagi, pelukan hangat yang menenangkannya di saat sedih, juga limpahan kasih sayang yang tak pernah berhenti ia terima. Semua itu hanya akan menjadi kenangan mulai detik ini.

'Kau tidak perlu buru-buru datang kesini. Menyetirlah dengan tenang, yang penting kau selamat.'

Perkataan ayahnya bagai angin lalu yang tak bermakna. Dengan lemas Ahra menjauhkan ponsel itu dari telinga dan menjatuhkannya ke sembarang tempat. Ia menangis tersedu-sedu hingga tak peduli jika air matanya akan mengering. Ia hanya membutuhkan sang ibu. Hanya ibunyalah yang ia inginkan saat ini.

Tiba-tiba mobil Ahra melaju tanpa kendali. Mobilnya bergerak ke sisi kanan dimana terdapat sebuah jurang yang cukup dalam. Ahra hanya bisa berteriak sembari berusaha menginjak rem sedalam mungkin saat ia menyadarinya. Namun naas, bagian depan mobilnya sudah menjebol pembatas jalan dan kini menggantung di udara.

Ahra berusaha mengatur napasnya yang memburu. Tidak cukup dengan kematian ibunya dan sekarang Tuhan justru ingin mencabut nyawanya dengan cara tragis. Apakah takdirnya memang harus seperti ini? Jika iya, mungkin ini adalah caranya untuk bisa bertemu dengan sang ibu. Ia akan hidup bersama ibunya di surga. Ya, bukankah itu yang diinginkannya?

You Are || JB°JY [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang