Bab 3 - Berdesir

135 11 0
                                    

Nesya baru selesai mandi, setelah di antar oleh Anom tadi sore. Ia menuju cermin dan mengamati dahinya yang lecet akibat kecerobohan Anom bermain basket, dan Nesya berdecak sebal.

Dari lantai bawah terdengar suara yang tidak asing di telinga Nesya, dan itu membuat Nesya memutar bola matanya, dan buru-buru bersembunyi di balik selimutnya, malas meladeni suara yang sangat ia kenali, dan derap langkah yang menuju kamarnya semakin membuatnya kesal.

"Peduli setan." batin Nesya kesal.

Akibat Nesya bersembunyi dibalik selimut, akhirnya ia benar tertidur sampai adzan magrib berkumandang, untung saja Nesya sedang berhalangan, jadi ia bangun dengan santai. Lalu ia langsung turun ke dapur untuk mencari makanan. Dia sudah sangat lapar.

"Loh Nesya udah bangun? Tadi Harish kesini." kata mama Nesya sambil menata piring-piring di raknya.

"Tau kok ma. Cuma Nesya pura-pura tidur aja, eh malah ketiduran beneran." Nesya hanya menyengir.

"Dasar kamu. Kenapa? Marahan sama Harish?" tanya mama Nesya selidik.

"Sebel aja ma."

"Ya, karena?"

"Tadi pagi Nesya ke sekolah kan bareng dia, eh masak, waktu pulang pamitan beli minum eh sampai lama dia gak balik." Nesya bercerita dengan berapi-api.

"Terus tadi diantar siapa? Ganteng pula, pacar Nesya?" tanya mamanya sambil menarik kursi dan duduk di depan Nesya.

Seakan ada sesuatu yang memukul tenggorokan Nesya hingga ia terbatuk mendengar ucapan mamanya.

"Santai Nes. Mama suka kok." goda mamanya.

"Ya kali ma dia pacar Nesya, suka aja enggak. Gedek iya." kata Nesya jengkel.

"Ah jangan gitu, bisa-bisa kamu suka loh."

"Never ma. Apaan sih kok bahas sin Anom nyebelin. Gak penting mama. Lagian kok mama tahu sih? Kan mama tadi belum pulang?"

"Oh namanya Anom, dari adik kamu sih, mama udah pulang cuma mama gak tahu aja, tadi di kamar. Kalau Harish? Penting?"

"Ih mama. Harish itu sahabat Nesya, jadi ya penting dong, mama ih."

"Yakin cuma sahabat?" jeda dari mama Nesya, "Kayaknya lebih. Coba kamu sadari perasaan kamu deh." lalu mamanya berdiri dan menyelesaikan menata piring, dan membiarkan anak sulungnya terpaku memikirkan perkataan mamanya.

Hampir dua puluh menit Nesya terpaku pada perkataan mamanya, sampai ia tidak sadar bahwa didepannya kini sudah duduk sosok Harish yang tadi dibicarakan. Harish mengibaskan tangannya tapi Nesya tetap dengan pandangan kosongnya.

"Nes." panggil Harish kesal. Dan Nesya kembali melongo melihat Harish dihadapannya.

"Eh-eh lu? Ngapain?" jawab Nesya gagap.

"Gagu lu?" tanya Harish jengkel. "Dari tadi juga, bengong mulu." imbuhnya.

"Ngapain lu?" tanya Nesya judes. Dan tanpa peduli kejudesan Nesya, Harish pun bertanya, "Lu tadi pulang sama siapa? Gue lupa." tersirat rasa bersalah disana.

"Anom."

"What? Anom? Lo gak apa-apa? Sorry banget ya. Itu dahi lecet kenapa?" Harish benar-benar bersalah.

"Gak sengaja kena bola basket Anom, but i'm fine."

"Sorry ya?"

"Hmmm"

"Jalan yuk!"

Dan disana, seakan ada yang berdesir dalam dadanya, entah perasaan apa, dan mulai sejak kapan ada, Nesya tak pernah tahu, dia tak pernah sadar, bahwa mungkin ucapan mamanya benar jika Nesya tidak lagi memandang Harish sebagai sahabat, mungkin lebih? Dan buru-buru Nesya mengenyahkan pikiran aneh itu. Sekali lagi.

Nesya dan Harish pergi ke sebuah cafe di sebelah komplek rumah mereka, dan tempat favorit mereka selalu di sebelah jendela sambil melihat ramainya jalanan di malam hari. Seperti ada yang aneh dengan tingkah Harish malam ini, ia lebih banyak diam dan mengamati Nesya diam-diam. Nesya yang mengetahui gelagat aneh itu segera bertanya.

"Apaan sih Rish?"

"Ehm, gini ya Nes. Bentar deh, gue takut kan jadinya." Harish gugup.

"Apaan sih, kayak sama siapa aja lo."

"Ok. Gini ya, ini baru tadi gue sadar. Nes, kita udah temenan sejak kecil, kita tetanggaan pula. Ya gak?" dan Nesya hanya mengangguk sambil menyesap jus strawberry miliknya.

"Lo ngerasa aneh gak kalau gue tiba-tiba mikirin lo, suka lihat lo diam-diam, ya suka saat lo ada sama gue." Harish tidak berani menatap Nesya yang melotot ke arahnya.

"Lo,,,,,,?" Nesya menggantungkan bicaranya.

"Mungkin, dan entah sejak kapan." fix Nesya tersedak dengan ucapan Harish.

Dibalik hening dan sepi meja Nesya dan Harish, ada manik di meja sebrang yang sedang menatap mereka. Iya, tatapan tajam.

Vote and comment please😊
Salam sayang

Amila
Senin, 29 Januari 2018
18.11

Me and My Broken Heart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang