Lima tahun telah berlalu, semua mimpi seakan mencoba terwujud satu persatu, Nesya berhasil menunjukkan giginya untuk masuk di jurusan DKV ITB dengan alasan ia hanya ingin kuliah di kampus kebanggan papanya dulu meski berbeda jurusan. Harish telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di kedokteran universitas Indonesia, bahkan ia telah magang di salah satu rumah sakit kenamaan di Jakarta, untuk Billy dan Roshan lebih memilih perguruan tinggi swasta yang tidak main-main, entah mereka ini memang crazy rich atau apa, mereka memutuskan untuk masuk di universitas Bina Nusantara, dan setelah mereka memasuki jenjang perkuliahan lima tahun lalu, mereka sudah jarang untuk berkomunikasi, jarang bukan berarti tidak pernah, mereka saling bertukar kabar meskipun tidak intens. Namun, seseorang yang nun jauh di benua sebrang seolah hilang ditelan bumi, bahkan untuk berkirim kabar pun sangat jarang, mungkin bisa di hitung dengan jari, dari tiga tahun lalu ia mengirim kabar sebanyak enam kali atau kurang dari itu, sedangkan dua tahun sisanya ia seakan telah benar-benar lenyap, sejak hari kepergiannya ia belum pernah kembali lagi ke sini. Dia yang dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan adalah Anom.
Sore ini Jakarta seakan sedang bahagia, bagaimana tidak, setelah hujan reda matahari muncul dengan sinarnya yang sangat megah, bahkan sembur jingga yang malu-malu mulai ikut meraiamikannya. Nesya berjalan tergesa sambil sesekali membenarkan posisi tas ransel yang dibawanya, tasnya cukup besar namun masih kuat untuk ia bawa. Nesya berjalan dengan lincah melewati genangan-genangan air sisa hujan, lalu ia segera masuk ke dalam sebuah rumah sakit ternama, ketika ia masuk sudah ada petugas resepsionis yang sudah hafal betul dengannya melempar senyum manisnya pada Nesya, meskipun ia sedang berbicara dengan salah satu keluarga pasien.
Setelah pekerjaan resepsionis tersebut selesai, barulah Nesya berjalan ke arahnya.
"Rame mbk?" Tanya Nesya pada resepsionis tersebut yang usianya mungkin lima tahun diatas Nesya."Kamu ini, pernah lihat rumah sakit sepi?"
"Pernah tuh mbk."
"Lah, dimana?" Tanya sang resepsionis dengan sedikit penasaran.
"Itu yang deket kompleks perumahan mbk."
Resepsionis tersebut sedikit berpikir, lalu ia seperti mengingat sesuatu, "Lah wong itu masih berupa tanah, gimana gak sepi toh Nes, Nesya." Tuturnya yang hanya dibalas tawa oleh Nesya.
"Mbk Wulan, panggilin seperti biasa dong. Please!" Nesya meminta bantuan.
"Panggil sendiri sana, IGD lagi sepi kayaknya."
"Alah mbk Wulan, males ah aku. Ada singa betina."
"Siapa? Si Julia rambut pirang?" Tanya resepsionis yang bernama Wulan tersebut dengan alis berkerut.
"Ya, siapa lagi."
"Lah, kirain dokter Alisia. Naksir juga tahu sama lakimu."
"Lah? Seriusan?" Tanya Nesya dengan nada terkejut, hingga seorang dokter muda yang melewatinya mampu mendengar keterkejutannya akan hal tersebut.
"Gosipin gue pasti." Dokter muda itu kini ikut bergabung dengan Nesya dan mbk Wulan.
"Ih mas Harish mah kePDan. Udah sana disamperin calon istri." Tukas mbk Wulan pada Harish.
"Iya iya mbak Wulan. Makasih loh udah nemenin calon istri saya." Kata Harish dengan binar dan tawanya yang mampu membuat perawat yang lalu lalang terpana, sedangkan Nesya yang berada di sebelahnya hanya menatapnya dengan mata melotot.
Nesya dan Harish akhirnya berjalan keluar rumah sakit dan duduk di salah satu bangku taman disana.
"Makasih Nesya cantik." Ucap Harish sambil membawa ransel yang tadi Nesya bawa.
"Lo tuh, sekali-kali pulang. Kasian kan mama Lo, anak semata wayangnya lebih suka nginep di rumah sakit daripada di rumah sendiri." Tutur Nesya.
"Iya iya, bilangin mama, nanti gue pulang, kalau UGD udah sepi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Broken Heart (Completed)
Teen FictionJika pengakuan adalah permainan, untuk apa Tuhan menciptakan harapan untuk dipercayai? --- Nesya dibuat menyadari cintanya kepada sahabatnya sendiri, tapi ketika Nesya benar-benar jatuh cinta, dia malah kehilangan sahabat sekaligus orang yang dicint...