Sudah pukul tiga lewat tiga puluh menit, sekolah SMA Negri 25 Jakarta sudah sepi, hanya ada mereka yang mengikuti ekskul yang tetap tinggal, atau anggota OSIS yang sedang rapat. Dari balik kelas IPA 2 masih tersisa Nesya dengan rasa gelisahnya menunggu Harish yang katanya sedang membeli minum sebelum tadi mengajak Nesya pulang.
"Ish, lo kemana?" ketik Nesya dan dibaca pelan, lalu ia kirim ke LINE Harish.
5 menit.
15 menit.
20 menit.
Fix, Harish tak akan membalas, dan Nesya merasa sangat sebal, hingga tanpa sadar ia menghentakkan kakinya dengan keras dan mengomel tidak jelas sambil memasukkan semua bukunya.
Setelah selesai, Nesya buru-buru pergi dari kelasnya, ia keluar tanpa waspada hingga satu bola basket menghampiri kepalanya dengan tepat, dan Nesya terperanjat dengan itu, seketika pandangannya kabur, ia terlalu pusing untuk tetap berdiri, dan akhirnya iapun tumbang, nyaris kepalanya akan terbentur lantai, dengan gesit sebuah lengan menangkapnya, sebuah lengan yang berkeringat, dan Nesya tak pernah tahu lengan itu, yang pasti itu bukan, bukan Harish.
"Sialan." umpat Nesya lirih, ia tidak tahu bahwa disana ada orang, dan akhirnya orang itu menyembul di bilik tempat Nesya berbaring, dan membuat Nesya terkejut setengah mati.
"Lo apaan sih, bikin kaget tau."
"You okay?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Nah, gue tahu. Lo kan yang ngelempar gue?" selidik Nesya.
"Gua gak sengaja Sya. Sorry."
"Mana ada kata gak sengaja. Kenapa sih lo suka banget usil sama gue." Nesya naik pitam.
"Sabar Sya, gak baik marah-marah, nanti cepat tua."
"Peduli setan." Nesya berapi-api, sedangkan Anom hanya menahan tawa.
"Lu pikir lucu?"
"Lu kalau marah lucu. Beneran."
"Halah, basi." seakan Nesya sudah benar-benar muak dengan kelakuan temannya satu itu, tunggu, teman? Anom pernah jadi teman? No. Bagi Nesya Anom hanyalah hama dalam hidupnya, tidak lebih.
Nesya bergegas keluar dari ruang UKS, lalu kemudian disusul Anom dibelakangnya, dan segera mengambil tas Nesya paksa, dan membuat Nesya mencak-mencak kesal. Dan lagi, Anom hanya menahan tawa.
"Gue anter Sya. Gue tanggung jawab sama lu." Anom sedikit mengernyitkan dahinya, dan tersenyum konyol. Dan Nesya melengos sebal.
"Kok tumben lo gak pakai moge lo." Nesya berucap dengan memberi penekanan pada kata moge, yang langsung di respon jahil oleh Anom.
"Jangan bilang lo mau ya gue bonceng moge gue? Ngaku? Lo mupeng kan? Kayak cewek-cewek yang selalu gue bonceng kan ya? Ngaku deh. Siapa coba yang bisa menahan pesona seorang Anom." katanya sombong.
"Idddih bahkan gue muak lihat lu."
"Muak? Berarti sering lihat nih ya? Aduh gua blushing nih dilihatin diam-diam sama Nesya." goda Anom getol.
"Halah, gue bisa pulang sendiri." Nesya hendak pergi, tapi lengannya ditahan oleh Anom cepat.
"Gua yang anter, kalau lu gak mau, jangan harap bisa pulang dari sini." mata Anom menatap tajam, dan entah kenapa Nesya jadi terpaku dan sedikit salah tingkah dengan tatapan Anom.
Seketika Anom tersenyum, dan memberikan helm pada Nesya, yang diterima dengan manyun, dan akhirnya mereka berdua naik di atas vespa antik Anom dan membelah jalanan Jakarta sore ini dengan lirih.
"Kok lu tahu rumah gue sih Nom?" tanya Nesya di tengah kemacetan sore ini.
"Ya kali Sya, rumah lo gak pindah kan? Gue pernah kali ke rumah lo waktu kita SMP." ucap Anom santai tapi mendadak ia mengutuk dirinya sendiri dalam hati.
"Iya ya, waktu itu." mendadak seorang Nesya yang ceria dan pemarah menjadi sendu dan tiba-tiba bisu.
Dan sore ini adalah sore terbisu untuk Nesya yang selalu mengomel jika dia berada di dekat Anom.
Salam sayang
Amila
Kamis, 25 Januari 2018
12.23
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Broken Heart (Completed)
Ficção AdolescenteJika pengakuan adalah permainan, untuk apa Tuhan menciptakan harapan untuk dipercayai? --- Nesya dibuat menyadari cintanya kepada sahabatnya sendiri, tapi ketika Nesya benar-benar jatuh cinta, dia malah kehilangan sahabat sekaligus orang yang dicint...