9

1.2K 169 18
                                    

Sreeet..

Braak..

"Sshhh.. Aw.."

Shani merasakan sakit di bahu kirinya saat tubuhnya menghepas tembok dengan cukup keras, sementara seorang perempuan yang kini tengah berdiri di hadapannya, menatap sinis dengan kedua tangan yang dilipat di dada dengan angkuhnya.

"Maksud lo apa sih?" Shani mulai geram, ia bukan gadis pendiam yang hanya bisa menangis jika ditindas, tapi ia tak mau gegabah dengan menyerang balik manusia yang sama sekali tak ia kenali dihadapannya ini.

"Arka nolak gue gara-gara lo!"

Shani mengerutkan keningnya, kenapa dia menuduhnya padahal ia merasa tidak akrab dengan Arka. Kini Shani mengegakkan tubuhnya dan balik menatap tajam pada perempuan yang telah membuat bahu kirinya sakit.

"Nama lo siapa?" tanya Shani.

"Natali dan gue itu calon pacarnya Arka, jadi..."

"Gue bukan siapa-siapa Arka dan semua tentang lo dan Arka itu bukan urusan gue" tegas Shani

Gadis bernama Natali ini mengerang kesal lalu menarik kasar lengan jaket Shani hingga benda kecil yang selalu Shani simpan di saku jaketnya terjatuh dan patah. Shani kaget, ia membulatkan matanya saat melihat benda kesayangannya kini telah rusak.

"Lo..." Shani tak bisa berkata-kata lagi, air matanya menetes begitu saja.

Natali menaikan sebelah halisnya, ia menatap aneh pada Shani yang kini tengah menangisi sebuah penjepit dasi berbentuk pesawat yan kini terbelah menjadi dua.

"Ish, cewek aneh" Cibir Natali lalu ia pergi meninggalkan Shani yang masih terdiam dengan pipi yang sudah semakin basah.

"Maafin Shani Ayah"

***

"Kak Shania!!" Gracia berteriak senang saat melihat kakaknya baru saja keluar dari mobil dan sudah pasti ia datang untuk menjemputnya.

"Kebiasaan lu, teriak-teriak kayak di hutan" protes Nadse yang untuk kesekian kalinya harus rela merasakan sakit telinga akibat mendengar teriakan gadis menyebalkan yang berstatus sebagai sahabatnya ini.

"Protes mulu lu, kayak emak-emak"

"lo yang mirip emak-emak"

"lo!"

"lo Gre!"

"Heh, kalian ngapain ribut" ucap Shania yang entah sejak kapan sudah berada di dekat mereka.

Gracia langsung bergeser untuk memeluk Shania dari samping.

"Nadse jahat kak"

"Bocah" cibir Nadse, membuat Gracia semakin cemberut dibuatnya.

"udah ah.. Nads, mau pulang bareng kita?" tawar Shania.

"Engga Kak makasih, aku dijemput Papa"

Shania mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ya udah kalau gitu, kita duluan ya"

Nadse hanya tersenyum dan mengangguk sopan pada kakak sahabatnya itu.

"Daaah emak-emak cantik" ledek Gracia yang langsung berlari menuju mobil kakaknya sebelum sahabatnya itu melemparkan sepatu kearahnya.

Shania tak membawa Gracia langsung pulang kerumah mereka, melainkan pergi ke rumah Shani. Gracia hanya bisa patuh mengikuti kakaknya walaupun sebenarnya ia ingin sekali meluapkan kerinduan yang terdalam pada kasur tercintanya.

Terlihat mobil Shani terparkir di garasi rumahnya dan itu tandanya jika si pemilik mobil itu sudah pulang dari kampusnya, Gracia mendesah lelah, di keadaannya yang sedang lelah sebenarnya ia tak ingin melihat tampang jutek dari teman kakaknya itu.

Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang