17

1K 143 7
                                    

Gracia melipat kedua tangannya di dada dan menatap tajam kearah Shani yang baru saja keluar dari mobilnya.
Sepertinya Shani masih tak menyadari jika Gracia sedang berdiri didepan pintu rumahnya, ia masih saja sibuk mengamati bagian mobilnya yang tergores.

"Ekhem.."

Shani menoleh dan menatap heran kearah Gracia.

"Cici itu kayak anak kecil tau ga, udah tau lagi sakit ini malah keluyuran ga jelas" Gracia menunjukan tampang kesalnya walaupun kenyataannya siapapun yang melihat pasti akan merasa gemas.

"Kamu kayak emak-emak" ucap Shani lalu masuk kedalam rumahnya diikuti oleh Gracia.

"Kak Shania bilang aku harus pastiin Cici itu pulang kerumah jadi wajar aku bawel gini"

"Emangnya kamu siapa?"

Shani masuk ke dalam ruang pribadinya lalu duduk dan menatap dingin kearah Gracia.

"Kenapa ga jawab pertanyaanku?" Tanya Shani

"Sikapnya berubah jadi seperti biasa, kenapa makin hari dia makin aneh"

Gracia berguman dalam hatinya sedangkan Shani masih tak merubah raut wajahnya.

Dengan wajah kesal Gracia memilih duduk di sofa dan mulai melipat kertas-kertas yang memang tersedia di atas meja.

"Udah kali natap nya, serem tau ga" ucap Gracia.

"Aku memang menyeramkan Gre bahkan jika dia mati mungkin sekarang statusku berubah menjadi seorang pembunuh"

Shani mengusap kasar wajahnya bayangan wajah adiknya kembali terlintas di benaknya.

"Cici ceroboh, liat nih darahnya susah berhenti"

"Tapi aku bangga"

"Bangga apanya, ini pasti sakit banget nanti Ayah pasti marah"

"Aku bangga, aku bisa jadi jagoan buat lindungin kamu"

"Kebiasaan, jangan gitu lagi Ci, Cici tau kan aku bisa rasain apa yg Cici rasain, kalau Cici sakit aku juga sakit"

Shani menatap nanar Gracia yang kini tengah sibuk membuat pesawat-pesawat kertas kesukaannya.

"Aku tau kamu dan Shila adalah orang yang berbeda tapi aku hanya ingin menjaga milik shila yang ada didalam diri kamu"

"Selesai, lihat Ci aku bikin banyak"

"Iya"

Hanya itu yang diucapkan Shani.
Shani mengambil sebuah gitar yang ia.simpan disudut ruangan.

"Mau kemana?" Tanya Gracia saat Shani hendak keluar.

"Ngadem"

Dengan segera Gracia mengikuti Shani dan tentunya ia membawa semua pesawat kertas yang ia buat karena Gracia yakin Shani pasti naik ke atap rumahnya.

dan dugaan Gracia benar, Shani memilih untuk diam diatap rumahnya.

"Ngapain ngikut sih" kesal Shani karena tujuan ia kesini justru ingin menghindari Gracia yang membuatnya terus terbayang mendiang Sila.

"Mau nerbangin ini" ucap Gracia menunjukan pesawat kertas yang dipegangnya.

Shani mendengus sebal dan memilih fokus memainkan jari nya diantara senar gitar dari pada melihat wajah tengil Gracia.

Kita pernah coba hempas
Kita pernah coba lawan
Kita pernah coba melupakan
rasa yang meradang

Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang