23

702 86 14
                                    

Pagi ini entah kenapa cuaca lebih terasa dingin dari biasanya, di luar memang sedang hujan tapi sepertinya itu tak berpengaruh apa-apa untuk Sheril, wanita itu terlihat sibuk dengan beberapa lembar kertas di tangannya.

"Cuti ku hampir habis, dan kondisi Shani semakin memburuk"

beberapa kali Sheril menghela nafas lelah nya, beberapa hari kedepan ia pasti akan sangat sibuk dan sulit untuk memantau Shani. Dilekatkan nya kertas-kertas itu di atas meja, ia lebih memilih keluar kamar dan mencoba menjernihkan pikirannya.

Saat berjalan menuju dapur, matanya menangkap Shani yang tengah duduk di sofa sambil menggenggam gelas, dan dapat dengan mudah ditebak oleh Sheril, jika itu ada lah coklat panas minuman favorit keponakan nya itu.

"hoy, nonton apa sih serius amat?"

Sheril langsung mendaratkan tubuhnya di samping Shani sedangkan Shani hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus melihat layar tv.

"ish, ditanya juga" gerutu Sheril.

"apa yang perlu aku jawab? sedangkan jawabannya ada di depan mata kakak sendiri"

Sheril terkekeh pelan, benar juga pikirnya, ia tak perlu repot-repot bertanya sedangkan ia bisa saja melihat nya secara langsung.
kadang ia merinding membayangkan gaya hidup Shani yang sangat datar dan tak mengerti basa-basi seperti tadi.

"mau?" Shani mengarahkan gelas yang di genggamnya ke dekat Sheril.

"Engga ah, kamu tau sendiri aku ga begitu suka coklat"

hanya anggukan kecil dari Shani lalu ia kembali fokus pada layar televisi.

"malam ini siap-siap ya, kita pergi ke jogja"

kata-kata Sheril sukses membuat Shani langsung menoleh ke arahnya.

"aku kan udah pernah bilang..."

"kali ini aja tolong kamu turutin kemauan kakak" sela Sheril.

tak ada kata lagi yang keluar dari mulut Shani selain hanya helaan nafas pasrah.
banyak kenangan pahit yang selalu ingin dia buang, itu sebab nya ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Tapi entah apa yang di rencanakan Sheril baginya hanya bisa membuka luka lama.

***
"oh jadi gitu"

Shania menganggukan kepalanya, menatap sendu pada lawan bicara nya saat ini.

"kenapa lo ga bilang aja kalau Shani itu ternyata penulis idola nya Gracia?"

"ga siap Yo, gue yang ga siap"

"kenapa?"

Shania terdiam dan hanya menunduk, Gio mengikuti arah pandang Shania lalu tersenyum melihat wallpaper handphone Shania, ada Gracia yang terlihat cemberut dengan Shania yang merangkulnya dari samping.

"cemburu" ucap Gio dan tak ada jawaban apapun dari Shania.

Gio bisa memahami perasaan Shania, terlebih lagi Gre yang belum tau Shani itu idolanya saja sudah sangat dekat dengan Shani.
ada sedikit hal yang membuatnya ingat saat ibunya lebih terlihat akrab bahkan selalu membangan Arka.

Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang