Sepanjang malam, Cahaya terjaga. Setelah sholat tahajud, ia duduk di atas kasur, sambil meratapi nasibnya yang malang. Ia memeluk lututnya sendiri, sembari menangis.
Air matanya, tak kunjung habis. Terus berjatuhan membasahi pipinya.
Ya Rabb, kenapa? Kenapa Kau berikan aku musibah yang begitu berat, Ya Rabb? Aku ini manusia lemah. Tak sanggup aku menghadapi musibah yang Kau berikan. Musibah itu sudah menghancurkan mimpi dan hidupku. Salah aku apa Yah Rabb, hingga Kau beri aku cobaaan yang begitu berat?
Tubuhnya Cahaya bergetar hebat, tangisnya semakin kuat. Wanita itu tak sanggup menerima cobaan yang sangat berat.
Ibu Cahaya hanya bisa menghela napasnya, mendengar isak tangis anaknya, yang memecahkan keheningan malam.
Sama seperti Cahaya, wanita paruh baya itu pun tak dapat jua memejamkan matanya. Pikirannya terus memikirkan nasib kedua anaknya. Terutama Cahaya. Gadis muda, yang telah direnggut mahkotanya secara paksa. Yang meninggalkan luka dihatinya.
Ibu Cahaya bangkit dari tidurnya. Ia terduduk di atas kasur. Ia mengembuskan napasnya dengan berat. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi, agar Cahaya dengan rela menerima ujian yang menimpannya. Agar gadis itu berhenti menangis, meratapi nasibnya.
"Iku sopo sih yang nangis?" tanya Cahyono, suaminya yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
Ibu Cahaya, Kusniah menoleh ke arah suaminya. "Cahaya Mas,"
Cahyono mendengus kesal. "Suruh diam toh. Bising kali. Aku jadi gak bisa turu!" suruhnya dengan sinis.
"Biari Mas, biarkan ia meluapkan kesedihan hatinya Mas. Dia lagi terpuruk, bukannya disemangati kok malah diomeli," Kusniah menolak perintah sang suami.
"Tapi aku mau turu! Sesok kerja!" Cahyono tak mendengarkan kata-kata istrinya.
Kusniah mencoba bersabar. Ia menatap Cahyono. "Kamu kenapa sih Mas? Kok sepertinya benci kali sama Cahaya?" tanyanya dengan sedikit berbisik kepada suaminya. Ia tak mau suaranya terdengar sampai ke kamar Cahaya yang berada tepat di sebelah kamarnya.
Cahyono melirik tajam istrinya. "Koe tau alasannyakan?"
Kusniah menghela napasnya. "Seharusnya, bukannya aku yang membenci Cahaya? Bukan Mas?" tanya Kusniah dengan suara yang sangat pelan.
Cahyono terdiam. "Dia adalah kesalahan besarku! Makanya aku tak suka padanya!" ucapnya dengan datar.
Kusniah tertawa hambar. "Salah sendiri yah. Tergoda sama wanita lain. Sampai kamu diam-diam nikahi dia. Dan lahirlah Cahaya," wajah Cahyono langsung merah padam mendengar kata-kata yang dilontarkan istrinya.
"Sudahlah. Jangan kau bahas! Kan kau yang bersikeras ingin merawat anak itu, waktu aku akan bawa dia ke pantai asuhan!" Cahyono langsung tersulut emosi, jika membicarakan masa lalunya.
"Mana tega aku, melihat bayi mungil dibuang ke pantai asuhan. Sedangkan Ayahnya masih ada! Tapi tak mau merawatnya! Aku tak seperti kamu Mas. Aku masih punya hati walau dia bukan keluar dari rahim aku. Aku sangat menyayanginya!" walaupun marah, Kusniah tetap mengeluarkan suara pelan. Agar sang anak tak mengetahui yang sebenarnya. Dan setelah berkata begitu, Kusniah langsung turun dari kasurnya. Ia tak perduli dengan reaksi sang suami. Ia dengan buru-buru keluar dari kamarnya.
Kusniah meneguk air putih, untuk menghilangkan rasa amarah yang tengah menguasinya.
"Astagfirullah. Astagfirullah. Astagfirullah." Wanita itu berulang kali mengucapkan istigfar. Rasa amarahnya tak kunjung surut juga. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya.
Mengingat masa lalu yang pahit, membuat ia emosi. Ia langsung terbawa perasaan. Padahal kejadian itu sudah lama berlalu, tapi tetap saja, ketika mengingatnya membuat hatinya panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anugrah Cahaya Langit [New Version]
Spiritual❤❤ Cahaya wanita berhijab. Saat ia jatuh cinta kepada pria yang sholeh yang ia impikan selama ini untuk menjadi imamnya. Sepanjang malam ia meminta kepada Allah untuk dijodohkan dengan pria itu. Karena ia tahu obat jatuh cinta hanyalah dengan menika...