Entah berapa kali Langit mendengar helaan napas istrinya, yang berada di sebelahnya.
Ia menoleh ke arah wanita yang telah menjadi istrinya. Wanita itu, membuang wajahnya ke luar jendela. Dengan mendekap erat tas lusuhnya.Langit pun mengalihkan pandangannya dari Cahaya. Lelaki itu pun menghelakan napasnya. Baru saja ia mengalihkan pandangannya dari Cahaya, kini ia kembali melihat Cahaya. Bibirnya gatal ingin membuka suara. Untuk berbincang dengan Cahaya. Namun, entah kenapa ia tak berani. Ada rasa bersalah, yang membuatnya tak bisa bicara dengan Cahaya.
⁂⁂
Kenapa jadi gini sih yah Allah, jalan cerita hidupku? Berat banget rasanya. Kenapa hidupku, tidak seperti teman-temanku? Yang jalan hidupnya sangat mulus dan mudah? Dan gimana nanti hidupku jika hidup bersama Langit? Hah ya Allah, pasti hari-hariku semakin suram dan ruyam. Eluh Cahaya kepada Sang Pecipta, sembari menatap keluar jendela.
Namun seketika ia teringat pesan dari ustadzahnya.
Jangan mengeluh ketika mendapat sebuah musibah dalam kehidupan yang kita jalani, karena musibah adalah ujian dari Allah agar kita bisa lebih bijak memaknai hidup yang kita miliki saat ini.
Dan ingatlah bahwasanya Allah memang tidak menjanjikan hidup kita akan selalu mudah, tetapi Allah berjanji untuk selalu bersama kita. Lalu untuk apa kita masih merasa resah dan gelisah menghadapi takdir dari-Nya, jika sang penentu takdir sudah menjamin untuk selalu bersama kita baik suka ataupun duka.
Dan janganlah berputus asa dalam menghadapi permasalahan hidup yang seakan-akan membuat kita tak berdaya, karena dibalik kesusahan yang kita alami pasti ada kemudahan.
Sebab janji Allah dalam surat Asy-Syarh ayat 5 disebutkan bahwasanya “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”, maka bersabarlah … sebab dalam surat Ath-Tholaq ayat 3 disebutkan bahwa “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya”.
Dua ayat diatas membuktikan bahwa Allah begitu bijaksana dalam mengawal kehidupan hamba-hamba-Nya, Dia memberi ujian terlebih dahulu agar kita sebagai hamba tahu bagaimana caranya menghamba dengan terus bertawakkal kepada-Nya.
"Dia memberi ujian terlebih dahulu, agar aku tahu bagaimana caranya menghamba dengan terus bertakwakkal kepada-Nya," gumam Cahaya mengulangi ucapan ustadzahnya kala itu.
"Apa Cahaya?" Cahaya menoleh ke arah Langit. Langit menelan salivanya, melihat wajah Cahaya. Rasa gugup menyerangnya.
"Apa?" tanya Cahaya dingin.
"Em, kamu ngomong apa tadi?" Langit bertanya lagi kepadanya.
"Gak ada!" Cahaya langsung mengalihkan pandangannya keluar jendela lagi. Langit hanya bisa mengembuskan napasnya dengan berat. Melihat sikap Cahaya yang sangat dingin kepadanya. Ia juga melihat ada sorot kebencian yang amat dalam di mata wanita itu untuknya.
Langit pun menyenderkan kepalanya di jendela mobil. Ada rasa penyesalan yang amat dalam di dalam dadanya. Kenapa waktu itu ia bertindak sangat bodoh? Sampai-sampai merenggut kehormatan Cahaya. Dan membuat Cahaya membenci dirinya?
Andai saja waktu bisa diputar kembali. Pasti tidak begini jadinya. Batinnya seraya menatap awan yang berarak riang di langit biru.
⁂⁂⁂
Mobil yang mereka kendarai pun berhenti. Langit segera membuka pintu mobilnya. Namun, ia ketika ia hendak turun, ia melihat Cahaya yang masih terpaku di tempatnya.
"Cahaya. Cahaya. Cahaya." ia memanggil istrinya yang sepertinya melamun. Ia pun menepuk bahu Cahaya. Sehingga membuat wanita itu langsung tersadar.
Ia melihat tangan Langit yang berada di bahunya, Langit segera menarik tangannya. Cahaya menatap tak suka lelaki itu. "Jangan pernah sentuh aku!" ucapnya dengan nada marah.
Langit langsung meringis mendengar ucapan Cahaya. "Maafkan aku," lelaki itu meminta maaf. "Aku hanya mau mengajak kamu turun. Kita sudah sampai," Langit memberi alasannya. Cahaya hanya memutar manik matanya saja. Ia pun segera turun dari mobil itu. Langit hanya bisa menghela napasnya, melihat respon Cahaya yang menujukan aura tak sukanya. Lantas dengan lemas ia pun turun dari mobilnya.
Cahaya pun memijakkan kakinya di halaman rumah Langit dengan setengah hati. Dengan masih mendekap tasnya, wanita itu menatap rumah berlantai dua yang sangat mewah.
Ia menghela napas panjang. Disinilah sekarang aku akan tinggal. Batinnya sambil terus menatap rumah mewah itu.
"Cahaya," Arman menegur menantunya yang masih berdiri menatap rumahnya. Cahaya menoleh ke arahnya dengan wajah datar. Arman memasang senyuman. "Ayo masuk!" ajaknya dengan ramah.
Cahaya mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali. Ia pun mulai menyeret kakinya dengan malas. Arman dan Langit menunggu Cahaya, agar mereka bisa masuk ke dalam rumah sama-sama.
Pintu rumah rumah pun terbuka. Menampilkan sosok lelaki tampan yang mengukir senyuman yang menawan.
"Assalamualaikum," Langit dan Arman memberi salam dengan suara nyaring, sedangkan Cahaya hanya memberi salam dengan suara pelan. Dan kepala terus tertunduk.
"Waalaikumsalam," Cahaya langsung mengangkat kepalanya mendengar suara yang amat ia kenal. Napas Cahaya tercekat melihat sosok yang amat ia kenal.
Pak Anugrah.
"Mari masuk!" suruh Anugrah dengan riangnya. Arman masuk ke dalam rumah dengan tersenyum miris, melihat keadaan anaknya. Sungguh, ia bangga memiliki putra seperti Anugrah. Yang mampu menutupi luka hatinya.
"Ayo masuk!" ajak Langit kepada Cahaya. Cahaya pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah itu. Dengan mata tertuju kepada Anugrah.
Ia menghentikan langkah kakinya. Ia berhenti tak jauh dari dari Anugrah. Dan ia terus menatap wajah Anugrah, yang sudah beberapa hari tak ia lihat. Seperti biasa, wajah itu selalu tampak tenang dan selalu mengembangkan senyuman yang amat menawan.
Sepertinya dia baik-baik saja? Tidak seperti diriku. Pikir Cahaya.
Tapi, mengapa Pak Anugrah ada di sini? Tanyanya tak paham.
"Hai Cahaya," tegur Anugrah dengan ramahnya.
"Bapak?" Cahaya tak mengerti dengan kehadiran Anugrah yang ada di rumah ini.
"Ya?" Anugrah tersenyum lebar, dan ia langsung dapat mengartikan raut wajah Cahaya. Ia pun tertawa renyah.
"Gak usa bingung Cahaya. Aku sama suamimu itu saudara kandung. Dia adikku. Dan otomatis kamu adalah adik iparku," beritahunya.
Jantung Cahaya bagai diremas-remas. Mendengar penjelasan dari lelaki itu.
"Kalau kau tak percaya, perhatikan wajahku dengan wajah Langit. Pasti mirip," suruh Anugrah kepada Cahaya.
Melihat wajah Langit? Tak sudi. Batin Cahaya. Ia lebih baik membuang wajahnya ke lantai. Daripada menatap wajah suaminya, yang berdiri tepat di sampingnya.
Cahaya mengembuskan napasnya dengan kasar.
Tidakkah cukup penderitaan yang harus aku lalui yah Allah. Hatiku ini sudah hancur tak berbentuk lagi. Namun, harus menerima kenyataan yang pahit. Jika Pak Anugrah adalah saudara lelaki Langit. Bagaimana aku bisa menjalani hidupku ini ya Rabb? Menjalani hidupku bersama orang yang aku kasihi?
Hey, Cahaya jangan bodoh! Kau masih mencintai Anugrah? Masih memiliki rasa sama dia? Sadar diri. Kau itu sekarang sudah bersuami. Tidak pantas mencintai lelaki lain. Lagian, kau itu hina dan kotor. Mana mungkin Anugrah sudi menerimamu disisinya! Sudahlah. Jangan bodoh! Lupakan saja dia. Terima takdirmu ini.
"Cahaya kamu baik-baik saja?" tegur Langit merasa khawatir dengan kondisi Cahaya yang hanya diam mematung. Namun, Cahaya tak bergeming. Membuat ketiga lelaki berbeda usia itu saling berpandangan.
"Ay? Aya!" tegur Anugrah dengan suara tegasnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/115810039-288-k860425.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anugrah Cahaya Langit [New Version]
Espiritual❤❤ Cahaya wanita berhijab. Saat ia jatuh cinta kepada pria yang sholeh yang ia impikan selama ini untuk menjadi imamnya. Sepanjang malam ia meminta kepada Allah untuk dijodohkan dengan pria itu. Karena ia tahu obat jatuh cinta hanyalah dengan menika...