Sudah beberapa hari kejadian itu berlalu. Namun, peristiwa yang menimpa dirinya, belum hilang di dalam ingatannya malah membuat ia terbayang-bayang selalu. Ia mencoba menyingkirkan ingatan tentang peristiwa malam itu tapi ia tak bisa.
Dan sudah beberapa hari ia tak berjumpa dengan kedua sahabat karibnya, serta Anugrah.
Jujur, baru beberapa hari tak jumpa, ia begitu rindu dengan sahabatnya serta kampusnya. Namun, entah mengapa Cahaya malu sendiri jika ia kembali kehadapan mereka. Ia takut dicemooh atau diejek, walau pun sesungguhnya ia sering dicibir teman-teman kuliahnya. Ia pun sendiri merasa sudah tak semangat lagi mengejar cita-citanya. Sinar harapan Cahaya telah redup.
Kini ia tengah duduk di bawah jendela. Menatap awan mendung yang menguasi langit. Membuat angin kencang berhembus menyapa dirinya lewat jendela. Cahaya meneteskan air mata. Lagi.
Ibu Cahaya yang baru masuk ke dalam kamar Cahaya, hanya bisa mengembuskan napasnya, melihat Cahaya. Ia pun melirik piring yang berada di meja belajar Cahaya, yang masih utuh.
"Ay," tegur Kusniah. Namun tak ada respon dari Cahaya. Kusniah pun berjalan mendekati Cahaya. Ia menepuk pundak wanita itu. "Ay?"
Cahaya langsung terkesiap. Ia menolehkan wajahnya ke arah Kusniah.
"Melamun Ay?" tanya wanita paruh baya itu.
Cahaya menganggukkan kepalanya.
"Jangan melamun Ay. Lebih baik berdzikir, tilawah, atau bershalawat. Gunakan waktu kita itu dengan sebaik-baikknya. Daripada melamun, tidak ada manfaatnya," beritahu Kusniah.
Cahaya mengangguk. "Iya Bu. Maaf," sesalnya.
Ia mengusap bahu Cahaya. "Ibu gak marah. Cuma mau memberitahukan yang baik saja,"
"Iya bu,"
"Itu kok makanannya gak kamu makan nak? Nanti kamu sakit lho," Kusniah merasa khawatir.
Cahaya hanya menghela napasnya. "Gak napsu bu,"
"Kamu gak makan-makan lho Ay. Ibu khawatir sama kamu. Makan yah nak," pujuk Ibu Cahaya dengan wajah mengiba. "Makan sikit saja pun tak apa. Yang penting perut kamu ada isinya," rayu Kusniah. Cahaya dengan berat hati, mengangguk. Menuruti kemauan Ibunya.
Ia pun mengambil piring, dan perlahan memakan nasi serta lauk pauk yang disediakan Ibunya.
"Pinter anak Ibu," puji Kusniah. Cahaya hanya menarik satu sudut bibirnya saja, mendengar pujian Ibunya.
"Ibu mau ke warung dulu yah. Mau belanja untuk makan siang," Cahaya hanya mengangguki ucapan Ibunya.
"Ya uda, ibu pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," dengan suara yang amat pelan, ia membalas salam Ibunya.
⁂⁂⁂
Hari ini, matahari lebih memilih untuk bersembunyi dibalik awan yang semakin pekat warnanya. Menandakan bahwa hujan akan turun.
Kusniah mempercepatkan langkahnya menuju warung untuk membeli sayuran.
Kusniah menyusuri gang kecil itu untuk mencapai warung, ia berjalan berhati-hati karena gang itu penuh kubangan-kubangan air hujan. Akhirnya wanita paruh baya itu sampai juga di simpang gang, tinggal berbelok kiri, sampailah ia di warung. Namun, ia tak segera berbelok, ia malah memberhentikan langkah kakinya.
Jantungnya berdetak kencang saat mendengar ibu-ibu berbelanja sedang mengobrol lebih tepatnya merumpi.
"Bu, uda tau belom anaknya Cahyono,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anugrah Cahaya Langit [New Version]
Espiritual❤❤ Cahaya wanita berhijab. Saat ia jatuh cinta kepada pria yang sholeh yang ia impikan selama ini untuk menjadi imamnya. Sepanjang malam ia meminta kepada Allah untuk dijodohkan dengan pria itu. Karena ia tahu obat jatuh cinta hanyalah dengan menika...