Bab 7

11.2K 661 8
                                    

"Pak, Pak Mario sudah datang," beritahu Bima kepada Papa Anugrah.

"Ouh, suruh masuk!"

Tak berapa lama muncul dari balik pintu seorang lelaki setengah baya bersama putrinya.

"Assalamualaikum," Mario dan anaknya memberi salam.

"Waalaikumsalam," Anugrah menjawab salam Mario, dan langsung menyalami Mario. Tanpa menoleh ke arah gadis yang berada di sebelah Mario. Sedangkan gadis itu hanya menundukkan pandangannya.

"Gimana kabarmu, Arman?" tanya Mario, sahabat karib Arman, Papanya Anugrah dengan sorot mata yang sangat bersahabat.

"Begitula Mar. Anakku bikin pusing!" adunya kepada sahabatnya. Sahabatnya itu hanya tersenyum.

"Istrimu?"

"Alhamdulillah. Kondisinya tidak membaik, tapi tidak memburuk juga. Tidak bisa denger kabar buruk. Apalagi tentang anak-anaknya," beritahu Arman.

"Ouh, ini siapa Mar?" pandangan Papa Anugrah teralih ke sosok wanita cantik di sebelah sahabatnya.

"Ini Dara lho, Arman!"

"Masa?" Arman tak percaya.

"Iya lho Om, ini Dara," Dara langsung menyalami Arman. "Masa om gak kenal?" rajuk Dara.

"Masyaallah. Habis berubah banget. Makin cantik setelah berkerudung. Bikin pangling," puji Arman, membuat Dara malu.

"Jadi dulu Dara gak cantik om?"

"Cantik. Cuma Dara yang sekarang, makin cantik dan bikin hati setiap orang langsung adem jika melihat kamu," puji Papa Anugrah, Dara hanya  tersenyum malu, mendengar pujian yang diberikan kepadanya.

Sedangkan Anugrah hanya biasa saja, tidak menanggapi perubahan yang dilakukannya. Lelaki itu hanya diam, membuat Dara sedikit kesal.

Namun Dara langsung beristigfar menyadari kesalahnnya. Ia berubah, ia berhijrah bukan untuk mendapatkan cinta Anugrah atau demi di puji orang-orang. Dia berhijrah karena memang keinginannya sendiri dan bukti kecintaannya kepada Allah. Ia buru-buru membuang kekesalannya itu yang nanti akan membuat sia-sia saja hijrahnya selama ini.

"Kamu ini Arman. Memuji Dara, biar dia mau jadi mantu kamu ya?" kata Mario, sambil memeluk anak kesayangan itu.

"Bisa jadi," respon Papa Anugrah, sambil melirik sang anak. Anugrah pura-pura tak mendengar percakapan kedua orang tua itu.

"Anugrah, habis ini mau kemana?" Mario tiba-tiba bertanya kepada Anugrah.

"Pulang Om,"

"Om tadi udah janji mau nemeni Dara ke toko buku. Tapi om harus ngomong sesuatu hal yang penting sama Papamu. Mumpung dia uda pulang. Kamu bisa temeni Dara?"

Anugrah awalnya enggan. Namun, Papanya menganggukan kepala, tanda ia harus mau.

"Iya Om. Bisa kok," kata Anugrah dengan setengah hati.

"Emmh, apa gak merepotkan Nug?" Dara merasa tak enak.

"Gak Dar, sudah sana pergi," Arman menepis rasa keraguan Dara. "Oh yah Nug, Papa juga butuh Bima di sini! Kamu bawa mobil sendiri yah!" tambah Papanya.

Anugrah ingin sekali menolak. Masa ia pergi berdua sama Dara. Namun, tatapan Papanya itu lho. Bikin Anugrah harus setuju. "Ya sudah, gimana kalau kita pergi sekarang aja?" tawar Anugrah. Dara mengangguk setuju.

Dara dan Anugrah tak lupa menyalami ayah mereka masing-masing. Anugrah pamit kepada Arman dan Mario.

***

Anugrah Cahaya Langit [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang