50. Setelah berakhir

547 37 5
                                    

Tinggalkan jejak kawan 🌟🌟🌟

Happy reading❤

---

Soya POV

Disini lah aku sekarang, tempat kelahiranku. New York, Amerika serikat. Setelah kejadian itu, kejadian Mark meminta ku agar enyah dari hidupnya. Awalnya memang aku berusaha menolak pergi dari hidup nya, tapi setelah aku mendengar dari bibirnya agar aku enyah, rasanya pertahanan ku hancur saat itu juga.

Aku memang sempat bermalam dirumahku Jihoon, Iya hanya semalam, karena pagi harinya aku memutuskan untuk kembali ke New York, karena di Indonesia aku sudah tidak ada alasan untuk menetap. Jika dulu karena bekerja dan Mark, sekarang apa? Orang yang telah membuat ku bertahan di Indonesia memintaku enyah dari hidupnya. Apa boleh buat.

Jika kalian bertanya apakah aku benar-benar ingin pergi dari kehidupan Mark? Maka aku akan menjawab tidak. Mark laki-laki pertama yang sangat ingin aku jadikan pelabuhan terakhir ku.

"Soya," Aku menoleh kearah ibuku yang sedang membuat adukan roti.

Fyi, ibuku membuka toko roti dan kopi disini, karena di negara ini makanan utama bukan nasi, tapi roti. Oleh karena itu ibuku memilih kembali membuka toko roti di negara ini. Di saat toko kami belum buka, memang kami sibuk mempersiapkan segalanya, termasuk karyawan ibuku. Galang, karyawan dari Indonesia yang kuliah di negara ini.

"Tolong buka tanda open nya, sudah waktunya buka," Tutur ibuku, aku langsung bergerak untuk membuka tanda yang close menjadi 'open'.

Sambil menunggu pelanggan datang aku terus memainkan gelas kopi yang ada ditanganku. Kalau kalian ingin tau, aku mengambil posisi kasir disini.

Pelanggan pertama datang, dirinya langsung memesan dan pesanannya di bawa keluar. Biasanya memang seperti ini, lebih banyak yang memilih makan di tempat kerja. Tak jarang juga banyak yang makan disini.

Seberusaha mungkin aku terus memikirkan pekerjaanku, jika sampai pikiran ku kosong bisa di pastikan pikiranku terarah kepada Mark, seperti saat ini. Pelanggan sedang menunggu pesanan dan aku sedang menunggu pelanggan yang lain.

"Soya, focus!" Tutur Galang tepat di sebelah telinga ku, membuatku bergidik ngeri.

Galang sudah aku ceritakan sedikit tentang alasan mengapa aku ke New York. Aku rasa Galang bisa mengerti oleh karena itu saat aku baru mengenalnya beberapa hari, aku langsung berani bercerita kepadanya.

"Hm,"

"Gue nggak tau seberapa rumit masalah lo, yang perlu lo tau, bukan cuma lo yang merasa semuanya sulit. Lo harus jalani kehidupan lo seperti biasa," kata Galang setelah itu Galang mengantar pesanan.

Aku tau bahwa bukan cuma aku yang merasakan sakit sendiri. Aku tau itu, tapi tetap saja menghadapi masalah seperti ini, tidaklah semudah itu.

∆∆∆

Saat ini sudah jam istirahat, aku dan Galang tengah berada di lantai paling atas, lebih tepatnya di atap. Memang beberapa hari ini aku selalu menghabiskan waktu bersama Galang. Dia pendengar yang baik dan juga dapat menemukan jalan keluar.

"Sampai kapan mau melamun terus gitu?" Tanyanya, berhasil membuatku menoleh ke arahnya. Galang masih memakan sisa roti yang ada di tangannya.

"Enggak, siapa juga yang melamun," dustaku.

Galang tertawa kecil, "Gue emang baru kenal lo beberapa hari ini, tapi gue bisa tau kalau sekarang lo lagi bohong sana gue,"

"Sok tau banget dah,"

"Emang gue tau,"

"Galang, lo sama gue tuaan gue kan? Kenapa lo nggak ada panggil gue kakak gitu?"

"Lo liat dari mana gue lebih muda dari lo? Gue tau alasan lo bilang kalau gue lebih muda dari lo, gue emang belum lulus kuliah karena gue baru mulai kuliah dua tahun yang lalu. Bukan berarti gue masih kuliah dan itu gue lebih muda dari lo. Salah besar!"

Serius deh Galang tuh mukanya masih dedek gemes gitu, tampang nya kayak masih seumuran atau di bawah aku, Tapi kalau di liat-liat cara bersikap jauh lebih dewasa dari tampangnya. Tampang memang bisa menipu.

"Gue harus panggil lo kakak gitu?"

"Nggak, gue bukan kakak lo."

"Ko nyebelin si,"

"Lah kan emang bener lo bukan kakak lo. Punya ikatan darah juga enggak. Bener kan gue,"

"Bodo amat, kesel gue," kini aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Yang penting tidak melihat wajah Galang, kalian harus tau kalau sekarang wajah Galang menyebalkan, seolah-olah aku ini kalah besar darinya.

"Nah kan enak liat lo gitu, dari pada melamun terus, muka lo kayak nggak ada kehidupan."

Kan karena ucapannya aku kembali menoleh kearahnya yang tengah tersenyum manis padaku. Aku akui Galang sangat manis dengan gingsul nya.

"Lo tau Lang? Kenapa orang bisa bohong? Lo tau kan biasanya orang bohong karena ada alasan?"

"Biasanya orang bohong itu pasti pingin orang lain nggak tau tentang masalahnya, kalau soal alasan itu pasti ada, tergantung alasan itu. Ada yang berbohong demi kebahagiaan dirinya sendiri atau demi melindungi orang lain. Kalau lo yang mana?"

"Niat awal gue sembunyiin semuanya demi kebahagiaan Mark. Tapi ternyata yang gue pilih salah,"

"Dia cuma berfikir dari pemikiran dia, dia nggak berfikir dari sudut pandang lo."

"Apa kesalahan gue nggak bisa di maafin? Sampai dia minta gue enyah dari hidupnya?"

"Dia mungkin masih bingung saat itu. Kejadiannya begitu mendadak kan?. Dari yang lo cerita in ke gue, gue pikir saat itu dia bingung mau melampiaskan dengan siapa,"

"Gue nggak masalah kalau Mark melampiaskan semuanya ke gue, gue nggak akan ngambil hati. Gue cuma mau Mark dalam keadaan apapun sama gue, gue mau lindungi dia. Dia terlalu sering terluka dan gue benar-benar nggak suka itu."

"Mark pasti bangga kalau ternyata lo lebih perduli kedia dari pada diri lo sendiri. Gue sebagai cowok pasti akan menyesal karena udah minta lo pergi,"

Benarkah seperti itu? Apakah Mark menyesal telah memintaku pergi? Aku harap demikian, aku ingin Mark pergi mencari ku dan memintaku kembali ke hidupnya.

"Lo juga udah tau kan kalau Mark katanya cuma mau main-main sama gue. Apa lo yakin Mark berkata gitu? Gue lebih merasa kalau selama ini Mark cuma ingin semua orang tau betapa sakitnya dia saat itu,"

"Mungkin dia kecewa dengan cinta pertamanya, biasanya cinta pertama emang yang mempengaruhi untuk kisah selanjutnya. Seperti hubungan lo sama Mark. Gue yakin Mark pasti sayang banget sama lo,"

"Gue harap juga gitu,"

Galang mengambil sampah gelas dan plastik bernajak dari duduknya.

"Gue turun duluan. Gue lupa kirim tugas soalnya,"

Sebelum turun tangga Galang menoleh kembali, "bayaran konsultasi gue pikirin nanti. Siap-siap aja buat bayarannya,"

"Perhitungan banget dih,"

Galang mengabaikan ku. Kini tinggallah aku yang masih disini. Semoga saja yang di ucapkan Galang memang benar. Aku masih berharap Mark akan menarikku kembali kedalam hidupnya.

Semoga harapan ku akan jadi kenyataan.

---

Hai hai hai

Berlibet ceritanya😂

Terima kasih banyak yang masih menunggu saya 😂

the REASON! (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang