Manik hitamnya langsung menilik ke arahku. Nampaknya sempat merasa bingung.
Aku buru-buru menuai senyuman manis, sebab dia tetap bungkam. Matanya menjelajahi tubuhku. Dari puncak kepala, hingga ujung kaki.
Kelihatannya ia tak tertarik, buru-buru mengalihkan pandangan sambil mendengus.
"Tuan, bawalah aku bersamamu. Aku kelaparan, aku juga kedinginan."
"Jika Tuan memberiku semangkuk nasi, maka aku akan memberikan apa pun yang Tuan mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Master
FanfictionAku hanya ingin dia mengerti. Sedari awal manik kami bertemu, di bawah rintikan hujan, aku langsung tahu bahwa dia Tuanku, bahwa dia hatiku. Tapi, Tuanku hanya menganggapku budaknya, yang senantiasa bersujud di depan pintu dan mengharap belaian pada...