Aku beristirahat di sebuah bangku halte. Sekarang ada dua ekor kucing yang terlelap dengan tubuh melingkar tepat di sampingku.
Suasananya begitu sepi dan hari mulai gelap. Tanganku mengusap toples bening berisikan jantung priaku.
Semilir angin mulai berbisik-bisik. Membuatku mengusap lengan untuk menghantarkan sedikit kehangatan.
Sejam hanya kuhabiskan duduk di halte, sambil bergumam beberapa hal, mengajaknya berbicara.
Tapi kenapa? Kenapa dia tidak berbicara atau bahkan berdetak?
Aku mulai merindukannya.
Aku ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Master
FanfictionAku hanya ingin dia mengerti. Sedari awal manik kami bertemu, di bawah rintikan hujan, aku langsung tahu bahwa dia Tuanku, bahwa dia hatiku. Tapi, Tuanku hanya menganggapku budaknya, yang senantiasa bersujud di depan pintu dan mengharap belaian pada...