Aku muncul dari arah dapur. Menyembunyikan pisau daging di balik punggung.
Menyadari suara derap langkahku, wanita itu beringsut menengok.
Dengan buru-buru, kuayunkan pisau daging dalam genggamanku.
Aku berhasil. Aku membelah wajah cantiknya. Aku mengoyak seluruhnya. Aku memotong tulang-tulangnya.
Sekarang, ia tak cantik lagi. Ia hanya seonggok mayat. Tubuhnya tak utuh. Potongan daging manusia juga darah tampak berceceran memenuhi lantai kayu flat.
Aku tersenyum. Aku tertawa nyaring.
Hanya aku, hanya aku yang boleh bersanding dengan Tuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Master
FanfictionAku hanya ingin dia mengerti. Sedari awal manik kami bertemu, di bawah rintikan hujan, aku langsung tahu bahwa dia Tuanku, bahwa dia hatiku. Tapi, Tuanku hanya menganggapku budaknya, yang senantiasa bersujud di depan pintu dan mengharap belaian pada...