Lama gue terdiam, mencoba berpikir bagaimana caranya meminta bidin untuk segera menaiki pohon kelor ini dan mengambil daunnya, karena jika sampai bidin melihat ekspresi wajah gue saat ini, bidin pasti akan langsung menolak mentah mentah permintaan gue ini
" lu kenapa nang.....?" tanya bidin penuh dengan tanda tanya begitu melihat gue yang tengah menundukan kepala, mendapati keadaan tubuh gue yang gemetar, bidin meletakan telapak tangannya di bahu gue
" nang....!" tegur bidin seraya menggoyang goyangkan bahu gue
" enggak tau nih din....kok kepala gue jadi pening begini ya....." jawab gue berbohong kepada bidin, mendapati keringat dingin yang mulai membasahi tubuh gue, sepertinya saat ini bidin mulai mempercayai dengan apa yang gue katakan ini
" haduhh nang....mungkin lu masuk angin, ya udah biar gue aja yang mengambil daun kelor itu..."
Sungguh apa yang telah bidin katakan saat ini, adalah sebuah kalimat yang memang sudah sangat gue nantikan kehadirannya sedari tadi, karena rasanya sangat tidak mungkin bagi gue untuk menaiki pohon kelor, di saat kondisi gue tengah seperti ini
" butuh berapa banyak nang....!!" teriak bidin yang telah berada di atas pohon
" secukupnya aja din......" jawab gue tanpa berani untuk mengadahkan kepala ini untuk menatap ke arah rerimbunan daun kelor dan juga pohon nangka, dan kini setelah beberapa saat memetik daun kelor tersebut, bidin terlihat mulai menuruni pohon
" beres nang...." ucap bidin seraya menyerahkan ranting pohon yang berhiaskan banyaknya daun kelor
" ya udah....sebaiknya sekarang kita pulang....." ajak bidin seraya mengenakan kembali sandal yang tadi sempat di lepaskannya, belum sempat gue menanggapi ajakan bidin tersebut, suara tangisan yang sebelumnya telah terdengar, kini terdengar lagi, mendapati hal tersebut, gue kini sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk mencari sumber suara tangisan itu, karena gue sudah sangat yakin kalau sumber suara tangisan itu berasal dari sesuatu yang berada diatas pohon nangka
" suara itu lagi nang....sebenarnya suara hewan apa ya...?" tanya bidin seraya menatap ke arah aliran air anak sungai
" sebaiknya kita pergi sekarang din...."
Selepas dari perkataan gue itu, gue langsung menarik tangan bidin untuk meninggalkan bibir sungai, dan dengan bermodalkan cahaya dari batang demi batang korek api yang terbakar, gue dan bidin menapaki jalan yang menanjak
" lu kenapa sih nang.....jadi takut gue kalau lu seperti ini..." tanya bidin begitu kami telah sampai ke atas, mendapati pertanyaan bidin tersebut, tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk merespon pertanyaan bidin itu, gue tetap berjalan, hingga akhirnya keberadaan kami kini telah sangat jauh meninggalkan tempat itu, bahkaan di saat ini, gue bisa melihat keberadaan warung pak itong di kejauhan, dan sepertinya warung pak itong tersebut belum tutup
" wahhh belum tutup pak...." tegur gue kepada pak itong begitu tiba di depan warungnya, terlihat pak itong tengah memasukan beberapa barang dagangannya ke dalam warung, mendapati kahadiran kami di malam yang telah selarut ini, terlihat ekspresi kecurigaan di wajah pak itong, apalagi saat ini pak itong juga melihat butir butir keringat yang membasahi wajah gue dan bidin
" belum kang danang, ini lagi siap siap mau nutup...loh kalian dari mana, kok seperti habis berjalan jauh..." tanya pak itong penuh dengan rasa keingintahuan, pijakan kaki gue pada kaki bidin rasanya sudah cukup untuk memberikan isyarat kepada bidin agar tidak memberitahukan kepada pak itong perihal kepergian kami malam ini dalam mencari daun kelor, untuk sesekali terlihat tatapan mata pak itong memperhatikan keadaan saku celana gue yang terlihat mengembung, sepertinya keberadaan daun kelor yang gue simpan di dalam saku celana ini telah membuat saku celana gue itu terlihat mengembung
KAMU SEDANG MEMBACA
WARISAN
Horror" bang....lu kenapa...?" tanya daru begitu melihat gue yang menghentikan pergerakan tangan ini dari menarik tali timba, mendapati pertanyaan daru tersebut, gue kembali menggerakan tangan ini untuk menarik tali timba " kenapa sih bang..." tanya daru...