From : Shannon
Gio memintaku bertanya, apa hari ini kau bisa meluangkan waktumu menemani aku... well, maksudku, kami... berbelanja bulanan? Tidak masalah jika kau sibuk. Aku mengerti.Austin tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika pesan bernada ajakan juga penolakan itu masuk ke ponselnya.
Ketika ponselnya bergetar, bahkan ditengah rapat penting yang sedang ia hadiri, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak segera membukanya ketika melihat nama Shannon sebagai pengirimnya.
Ia segera mengetik pesan balasan dengan cepat sebelum kembali terfokus pada jalannya rapat.
To : Shannon
Aku akan menjemputmu siang nanti.Austin memasukkan ponsel kedalam sakunya dan kembali memperhatikan presentasi salah satu perusahaan yang akan bekerja sama dengannya untuk proyek mendatang.
***
Shannon merutuki dirinya sendiri yang sangat amat tidak tahu malu, mengirimkan pesan itu ke Austin sambil membawa nama Gio.
Gio memang pernah memintanya untuk jalan-jalan bersama dengan uncle tampannya. Tetapi bukan ke pasar swalayan untuk berbelanja bulanan.
Austin pasti akan berpikir kalau Shannon adalah perempuan Agresif dan ia akan segera dijauhi.
Tidak... Austin bukan laki-laki seperti itu. Shannon membatin sambil menggeleng. Mencoba mengusir pikiran buruknya sendiri.
Bunyi pesan masuk di ponselnya membuat Shannon terlonjak kecil akibat terkejut.
"Oke, itu hanya pesan balasan, Shannon. Jangan terlalu berlebihan!" Shannon menghipnotis dirinya sendiri sambil menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
Ia saat ini sedang berada di gudang bersama dengan barang-barang bekas yang sudah tidak lagi terpakai. Ia sengaja bersembunyi disana di sela-sela jam kerjanya hanya untuk mengirim pesan untuk Austin.
Dan ia sedikit menyesali kebodohannya. Ia jadi harus berkutat lebih lama dengan dirinya mengenai harus atau tidak ia membuka pesan balasan itu sekarang.
"Ah, bodo amat! Aku akan bilang kalau ponselku di bajak andai kata dia menolak," putus Shannon.
Sudah siap malu, Shannon kemudian membuka pesan balasan Austin dengan mata terpejam. Perlahan ia membuka matanya untuk mengintip dan matanya melebar begitu membaca kalimat balasan itu. Ia membaca berulang kali dan kalimatnya sama sekali tidak berubah.
"Gyaaaa!!!" Shannon memekik tanpa sengaja melempar ponselnya. Ia menutup kedua pipinya yang mendadak terasa panas dengan telapak tangannya. "Dia akan menjemputku? Menjemputku?!"
Shannon mendadak panik. Meski balasan itu sangat amat singkat -mencerminkan sikap Austin yang juga simple-, tetapi sederet kalimat itu bisa membuat Shannon merona seperti remaja yang baru jatuh cinta.
"Aku harus keluar dari sini. Udaranya mulai panas," ujar Shannon langsung meraih ponselnya dan keluar dari ruang kecil itu.
Ia mengulum senyumnya sepanjang hari itu. Berbeda dengan Shannon yang biasanya, Shannon yang selalu memasang wajah datar tanpa senyuman.
***
"Kami tunggu kabar baik anda, Mr.Tyler." Laki-laki itu menjabat tangan Austin dengan erat sambil memamerkan senyumnya. "Kami akan sangat senang jika perusahaan kami bisa bekerja sama dengan perusahaan anda untuk proyek mendatang."
Austin tersenyum ramah dan mengangguk. "Kami akan mengabari anda secepatnya, Mr.Febrian. Kami akan mempertimbangkan proposal anda."
Austin tengah mengantar rekan kerjanya menuju ke lobby setelah meeting yang cukup lama terselenggara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love from 9000 Miles [#MFFS4]
RomanceAku duduk di ruang tunggu hingga suara pengumuman yang mengabarkan kalau pesawat kami telah tersedia. Aku memasukkan laptopku ke dalam tas kerja yang selalu kubawa, dan meraih Jaket yang kusandingkan di kursi kosong sebelahku. Sebentar lagi, sebenta...