Yuhuuu ❤
Sebelumnya aku mau minta maaf ya, udh jarang update :')
Untuk yang mau langsung baca, bisa scroll sampai ketemu dividernya yaaa, karena aku mau bercerita sedikit.
Banyak yang nanya apa aku baik-baik aja di real life, apa aku lagi galau, apa aku sibuk sampai ga sempet update, dan jawabannya adalah, i'm not that fine. Hahaha
Remember karma yang aku bilang beberapa part lalu? It is not getting any better. In fact, it is become worsen each day sampai aku juga bingung sendiri.
Tentang restu keluarga, teman, masa depan yang aku pikirin.
Long short story, i have no happy ending with him, i guess... tapi aku gak tau cara menyampaikannya ke dia tanpa menyakiti perasaan dia, dan juga mendorong dia ke lubang kegelapan yang pernah dia lalui.
So i was or even STILL in a big dillema.
Im so sorry for the delay, and im not making any excuse. I just need a break and time to think about all this karma.
Oh, hanya untuk informasi... 'dia' ada di posisi Gio... slightly worst.
Maap ya jadi curhat hahahaha ❤
Selamat membaca, Kesayangan.
Shannon menatap sosok di hadapannya. Wanita itu terlihat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih gading, juga riasan yang mempertegas kecantikannya yang meski tanpa pulasan make up, sudah terlihat cantik. Tapi satu hal yang mengganjal dari sosok di hadapannya tersebut. Wanita itu tidak terlihat bahagia.
Lingkaran hitam yang pekat meski disamarkan dengan pulasan kosmetik, masih dapat Shannon lihat dengan jelas. Bibir merah yang sudah dipolesi lipstik itu juga terlihat sulit untuk melengkungkan senyumnya. Dan mata itu... terlihat kosong dan mati meskipun tidak sampai dua jam lagi, ia akan segera menikah.
Ya, itu adalah sosok bayangannya. Bahkan hanya melihat bayangannya saja, ia bisa melihat seberapa kacau dirinya di hari pernikahannya ini.
Seharusnya hari ini adalah hari membahagiakan. Bahkan beberapa tahun lalu, ia sempat membayangkan akan datangnya hari ini. Dimana ia akan mengucapkan janji suci sehidup sematinya bersama kekasih hatinya saat itu, Anggara.
Tetapi saat hari itu akhirnya datang, Shannon sama sekali tidak merasakan antusiasme menggelitik itu. Sebaliknya, ia merasa ingin segera pergi dari sana, menghilang seperti bagaimana Austin menghilang tanpa mengabarinya.
Semuanya berubah semenjak kehadiran Austin.
Shannon juga yakin, jika orang yang berada di depan sana dan juga orang yang akan mengucap janji suci bersamanya adalah Austin, ia tidak akan merasa sekacau ini.
Tetapi jangankan mengucap janji suci, laki-laki itu bahkan memilih untuk menyerah bahkan tanpa berjuang sebelumnya.
Hal itu membuat Shannon mempertanyakan, apa perlakuan baik Austin kepadanya juga Gio selama ini tidak memiliki arti apapun? Apa hanya dirinya yang merasa terlalu percaya diri dan mengira Austin memiliki perasaan spesial untuknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love from 9000 Miles [#MFFS4]
RomanceAku duduk di ruang tunggu hingga suara pengumuman yang mengabarkan kalau pesawat kami telah tersedia. Aku memasukkan laptopku ke dalam tas kerja yang selalu kubawa, dan meraih Jaket yang kusandingkan di kursi kosong sebelahku. Sebentar lagi, sebenta...