41. More than Enough

32.5K 3.2K 60
                                    

Berbagai hal yang terjadi dalam dua minggu belakangan ini membuat Shannon di sibukkan dengan pekerjaan kantor Nathala Industry dan Damien Textile and Timber Furnishing yang terbengkalai selepas kepergian kakeknya. Warisan saham Gio yang dipercayakan padanya hingga Gio menginjak usia 21 tahun membuat Shannon secara tidak langsung menduduki posisi tertinggi di kedua perusahaan itu.

Ia tentu di bantu banyak oleh ayahnya yang sudah lebih berpengalaman dalam bidang itu.

Kesibukan itu membuat Shannon terpaksa tinggal di Australia untuk waktu yang tidak tentu.

Shannon juga mendapat sedikit bantuan dari ayah Austin yang juga memiliki perusahaan di bidang Furniture sebelum mereka kembali ke LA. Mereka tinggal cukup lama untuk berbincang dan menemani Gio saat Shannon disibukkan dengan hal yang harus ia pelajari dan kejar ilmunya.

Setidaknya cukup lama yang membuat Shannon merindukan ketidak hadiran Austin di sisinya selama dua minggu itu.

"Waktunya makan siang, Shannon," ujar Ayahnya dari balik meja kerja besar yang ditempati.

"Sebentar lagi, Dad," sahut Shannon dari arah sofa yang sudah menjadi tempat belajarnya selama seminggu.

"Berkas itu tidak begitu penting. Kau bisa pelajari lagi nanti." Ayahnya memperingatkan.

Shannon mendongak dari berkas di pangkuannya lalu tersenyum kecil dan menatap berkas itu lagi. "Aku tahu. Aku hanya ingin cepat bisa agar tidak mengecewakan kakek."

Ayahnya menatap Shannon hangat seraya berkata, "kakek juga akan kecewa kalau kau sakit hanya karena kau memaksa diri untuk segera bisa menjadi pemimpin perusahaan dalam waktu singkat."

Shannon menghela nafas dan menutup berkas di pangkuannya. Ia lalu terkekeh kecil. "Baiklah-baiklah. Dad sendiri tidak makan?"

"Satu jam lagi Aku ada janji makan siang dengan Client. Kau bisa makan duluan, sayang."

Shannon mengangguk kecil lalu berdiri setelah merapikan berkas yang berantakan di meja kecil hadapannya. "Baiklah, aku pergi sebentar." Ia berjalan mendekati ayahnya dan mengecup pipi pria yang sudah lumayan berumur itu cepat. "I love you, dad!"

Ayahnya tertawa dan mengusap bahu Shannon dengan lembut. "I love you too, Shan."

Shannon kemudian keluar dari ruangan ayahnya dengan langkah ringan seraya mengetik sesuatu di ponselnya. Ia hendak mengirim kabar untuk Austin seperti yang selama ini ia lakukan ditengah kesibukannya bekerja.

Shannon mulai bisa menerima takdir hidupnya perlahan. Ia juga tidak bisa terpuruk lama-lama, karena Austin dan Gio membutuhkannya. Ia tidak mau membuat semua orang khawatir hanya karena dirinya.

Hidupnya dengan kedua orang tuanya juga sudah terjalin lagi dengan baik meski tidak seperti dulu. Masih ada sisa kecanggungan diantara mereka yang kadang larut oleh tingkah menggemaskan Gio. Shannon sangat bersyukur orangtuanya menerima Gio dengan baik, tidak peduli apa yang terjadi dibalik kehadiran Gio. Bukan hanya orang tua Shannon, orang tua Austin yang rajin berkunjung sebelum kembali ke LA juga menyayangi Gio.

Gio memang pintar untuk mendapat perhatian semua orang dengan tingkahnya.

Begitu selesai mengirimi pesan untuk Austin dan pintu lift yang akan membawanya kebawah tertutup, ponselnya tiba-tiba berdering riang sebelum ia memasukkannya kedalam tas.

Austin calling...

"Hai..." sapa Shannon tanpa menunggu waktu lama.

"Sudah tidak sibuk sekarang?" Tanya Austin. Mendengar suara Austin membuat Shannon tidak kuasa untuk menahan senyumannya saat ini.

Love from 9000 Miles [#MFFS4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang