Delapan - Tantangan Gila

356 25 0
                                    

"Loe yang bener dong cumi. Mana mungkin pak demi bisa suka sama gue. Image gue udah di cut dari awal wawancara. Baru liat juga eneg kali dia sama gue."

Nona merasa frustasi dengan tantangan gila dari deka. Masalahnya dia harus menggaet anak bos, laki-laki biasa saja belun tentu ada yang menyukai nona. Dari nona lahir sampai usia dua puluh tahun kemarin, ia belum pernah sekalipun mendengar seorang cowok menyukainya. Itu karena kepribadian maupun penampilan nona lebih terlihat laki-laki, dan mana mungkin laki-laki normal menyukai wanita yang nampak seperti laki-laki.

Masalahnya sekarang, nona tidak bisa menolak atau dia akan kalah taruhan.

"Justru itu tantangannya."

"Loe ngomong licin banget ya, nantang gue seenak udel loe."

"Jadi loe nyerah? Emang siap tabungan loe terkuras buat gue ke italy?" Deka mengingatkan konsekuensi taruhan mereka.

"Loe pasti sengaja bikin taruhan gini karena loe tau bos ga mungkin suka sama gue. Iya kan?" Tuduh nona.

"Suudzon mulu loe." Bantah deka keras.

"Ya iyalah, gimana caranya gue ngegaet pak demi dengan... loe liat penampilan gue ini?" Nona memperhatikan tubuhnya sediri dari ujung kaki.

"Haha.. sadar diri juga loe."

Nona merasa kesal dengan keputusan sepihak dari deka. Nona harus membuat strategi yang lebih menyulitkan dari tantangan yang diberikan deka. Tapi apa? Nona terus memutar otaknya.

"Hai deka, nih nomer telpon gue." Suara seorang perempuan membuat konsentrasi nona benar-benar buyar. Ia menatap lekat wajah sang perempuan ynag memberikan nomer telponnya dengan sukarela untuk deka.

"Hmm..." deka menerima kertas itu, membuat si perempuan itu meninggalkan tempat duduk mereka dengan berbunga-bunga.

Namun saat perempuan itu sudah tidak terlihat dalam pandangan deka, ia meremas kertas itu dan membuangnya ke mangkuk bekas yang masih berisi kuah bakso milik nona.

"Bu shelly ke kantin?" Tanya nurma yang baru saja kembali dari toilet.

Mendengar pertanyaan nurma membuat lampu pijar di otaknya menyala. Bu shelly adalah leader di divisi pemasaran. Ia terkenal dengan sikapnya dan ucapannya yang dingin seperti es di kutub. Ia tidak segan-segan memarahi bawahannya yang bekerja tidak sesuai dengan keinginannya. Bu shelly manusia yang paling susah untuk di taklukan, jangankan membuatnya merasa senang, mendapat kata setujupun sudah termasuk kemampuan dewa bagi yang mendapatkannya.

"Kalau gutu gue tantang loe dapetin bu shelly." Tantang nona.

"Si es kutub utara itu?" Deka tidak sadar diri kalau dia juga sama dinginnya pada orang lain, sebelas dua belas sama bu shelly.

"Loe kutub selatannya, jadi cocok."

'Rasakan bagaimana frustasinya berusaha mendapatkan seseorang yang mustahil untuk diaih' ucap nona dalam hati.

"Tapi dia lebih tua dari gue." Cicit deka, nada itu sama frustasinya dengan nona saat mendapat tantangan mendekati pak demi.

"Itu dia tantangannya."

🛵🛵🛵

"Mbak namanya deka, kaya mbak. Banyak duitnya, mbak mau nggak?" Nona mengobral deka pada setiap perempuan yang lewat di samping mereka.

Nona dan deka sedang menemani ibu-ibu mereka belanja di super market. Pertanyaannya mengapa ibu-ibu itu harus membawa nona dan deka? Tentu saja untuk membawa belanjaan mereka.

"Nggak mbak." Tolak wanita itu dengan tertawa mengejek.

"Yah di tolak. Muka loe gak lebih menarik dari seekor sapi." Ejek nona saat ia melihat wanita tersebut lebih tertarik memegang boneka sapi yang berjejer di dekat rak susu. Boneka itu sebagai hadiah jika membeli lebih dari dua liter susu merek tersebut.

"Njir." Deka hanya bisa mengumpat tanpa bisa membalasnya.

Kalau deka melakukan hal yang sama dengan menawarkan nona pada pria yang lewat, itu akan merugikan dirinya sendiri. Masalahnya pria berbeda dengan wanita yang malu-malu tapi mau, wanita mungkin saja berkata tidak padahal ia menyukainya. Tapi bagi pria, jika benar tertarik ia tidak akan sungkan mendekati wanita itu bagaimanapun caranya. Apalagi jika di tawarkan, tentu saja kucing tidak akan menolak ikan asin sekalipun.

"Ini emak-emak betah banget belanjanya. Tunggu di usir kali ya. Bosen gue." Gerutu nona saat super market itu mulai sepi pengunjung. Kuping deka terasa panas mendengar gerutuan nona yang tidak pernah ada habisnya.

"Gue juga bosen dengerin loe ngomel gak jelas. Kaya yang baru pertama nemenin belanja aja." Timpal deka menanggapi ucapan nona yang terakhir.

"Main yu dek." Ajak nona antusias. Harus diberi tanda seru besar, jika nona mengajak main itu adalah sebuah ancaman. Peringatan bahwa setelahnya akan ada masalah besar menghampiri mereka.

"Tapi kalau kalah loe harus cium gue ya." Tantang deka. Sungguh, ia akan melakukan apapun untuk mencegah nona mengacau di super market itu. Ia tidak ingin merasa malu untuk kesekian kali karena tingkah ajaib nona.

"Ck... kecil cium doang." Jawab nona meremehkan.

"Tapi loe harus cium gue di depan mamah dan tante ina." Tambah deka.

"Gampang, biasanya juga gitu." Nona merasa gembira karena mendapat respon di luar dugaan dari deka. Biasanya ia akan menolak ajakan nona bagaimanapun caranya.

"Tapi bukan di sini." Deka menunjuk pipi kanannya. "Tapi di disini." Lanjut deka membelai bibir mungil nona dengan sensual.

"Gila loe."

🛵🛵🛵

"Deka sialan." Nona berteriak kesal saat bayangan deka membelai bibirnya terputar otomatis dalam benaknya.

Sudah jam dua pagi dan nona belum bisa melelapkan diri. Itu semua karena pikirannya yang terombang-ambing memikirkan sejuta kemungkinan perasaab dan masa depannya dengan deka. Ia belum pernah merasa segugup itu di dekat deka.

Tanpa sadar nona membelai bibirnya sediri, sepelan mungkin agar gerakannya mirip dengan yang dilakukan deka. Akankah hubungan persahabatannya akan benar-benar berubah menjadi hubungan kekasih yang romantis? Atau bahkan berubah menjadi hubungan dewasa yang penuh gairah?

"Aaaarrrrggghhhh..." geram nona pada dirinya sendiri. Ia merasa bodoh memikirkan hal-hal seperti itu tentang deka. Mereka sudah sahabatan sejak bayi dan jika harus mendadak berubah seperti ini membuat kekhawatiran besar bagi nona.

Nona mulai memikirkan keputusan bodohnya yang dengan sukarela menyanggupi tantangan gila dari deka. Sekarang baru terpikirkan olehnya kalau taruhan itu bisa saja menjauhkan hubungannya dengan deka. Ia sadar kalau dia dan deka terlalu gegabah untuk mempertaruhkan 20 tahun kebersamaan mereka pada permainan gila.

Kalau saja nona tidak menerima tantangan deka, mungkin kemungkinan buruk seperti itu tidak akan pernah terlintas dalam benaknya. Itu semua karena ego dan gengsi nona yang sudah mencapai tingkat dewa. Terlebih itu berhubungan dengan deka, teman bersaingnya dalam segala hal.

Bukannya nona tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang selalu di utarakan deka. Ia juga menyukai deka, perasaan sayang terhadap sahabatnya itu juga sudah berubah menjadi perasaan sayang dalam konteks asmara. Hanya saja ia takut kalau hubungan cinta tidak lebih indah dari persahabatan mereka. Nona takut jika ia menerima perasaan deka lalu dikemudian hari hubungan mereka tidak berhasil, itu hanya akan menyisakan luka. Dan itu juga membuat nona yakin kalau hubungan sahabat tidak akan pernah bisa kembali seperti semula kalau sampai hal itu terjadi, Jadi ia terus menyangkal semua perasaannya.

🛵🛵🛵

TBC...

Nona Vs Deka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang