Dua Puluh Satu - Sweet Spicy Kiss

311 24 0
                                    

"Deka bangun." Teriak nona tepat 5cm dari telinga deka.

"Hmmm."

"Makin kebo aja loe." Kesal nona saat yang dibangunkan hanya menanggapi teriakannya dengan gumaman tak berarti.

Nona hendak memukul bahu deka yang hoby tidur telungkup. Yang terjadi tidak seperti yang nona harapkan, deka justru lebih cepat menggenggam pergelangan tangan nona. Deka memutar tubuhnya menjadi posisi berbaring dan masih memegang pergelangan tangan nona, kemudian ia menarik nona hingga terjermbab ke dalam pelukan hangatnya.

"Makin cantik aja loe." Sanjung deka pada nona yang kini tidak berkutik dalam dekapannya.

Nona tersenyum walaupun ia berusaha mati-matian agar deka tidak menyadarinya. Deka semakin membenamkan kepala nona dalam cekuk lehernya, kemudian memghirup aroma rambut nona yang masih kering. Deka tau nona belum mandi, tapi justru itu sensasi tak terlupakan baginya. Tentu saja ia tau kalau nona senang dengan perlakuannya, karena hal itu juga yang sedang deka rasakan.

"Apaan sih loe, lepas ga." Titah nona dengan susah payah mengeluarkan suaranya.

"Gue kangen loe bangunin gue dan bikin rusuh kaya gini." Ungkap deka yang masih setia memejamkan matanya. Ia begitu menikmati sensasi nyaman saat hangat tubuh nona berbaur dengan hangat tubuhnya.

"Gue juga." Jujur nona yang mulai berhenti meronta.

"Tumben loe ga muna." Senyum deka mengembang sempurna.

"Karena loe udah ngalah, buat apa gue kukuh pengen menang."

"Nona gue udah dewasa sekarang." Deka membuka matanya untuk melancarkan aksinya mengacak rambut nona.

"Kacung gue ngelunjak banget, bangun ga." Nona kembali meronta.

"Loe mau ngajak gue kencan ya?"

"Ke pulau seribu yu." Ajak nona antusias hingga deka melepaskan pelukannya.

"Ngapain?"

"Mancing."

"Emang loe bisa mancing?" Tanya deka ikut bangkit dari posisi tidurnya menjadi sila di atas kasur, menghadap nona yang terlihat begitu bersemangat.

"Ajarin."

"Ogah ah, panas."

"Deka gue ngambek lagi nih." Ancaman nona membuat deka tambah gemas dibuatnya.

"Cium dulu." Pinta deka sambil menunjuk pipi kananya.

"Apaan sih loe."

Dulu, kalau nona meminta sesuatu dan deka menolak, ia akan merayu deka dengan mencium deka tanpa diminta. Tapi sejak semalam, sejak deka menjilat pipinya, nona merasa ciuman di pipi pun bukan sekedar kegiatan yang lumrah dilakukan oleh pria dan wanita. Nona selalu merasa canggung saat tanpa sengaja mengingat kejadian semalam.

"Yaudah gue ga mau pergi." Ancam deka.

Deka hampir kembali berbaring kalau saja nona tidak menarik lengannya agar tetap dalam posisi duluk. Nona tau betul, jika deka sudah tertempel pada bantalnya lagi beberapa detik kemudian ia akan kembali tidur. Dan akan sangat menjadi PR kalau nona harus membangunkannya lagi.

"Yaudah."

Nona begitu mempersiapkan dirinya untuk bisa segera mencium pipi deka. Mencium deka dulu semudah membikan telapak tangan, tapi kini begitu sulit dilakukan nona. Tentu saja karena ada perasaan lebih, sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.

Menutup mata, membukanya, menarik nafas, mencondongkan wajahnya kemudian gagal. Begitu terus menerus hingga tiga kali putaran. Ia merasa begitu bodoh, karena setiap ia mulai mencondingkan wajahnya ke arah pipi deka, bayangan ketika deka mencium pipinya semalam begitu terasa pada pipinya. Bahkan terkadang nona merasa lidah deka tertinggal disana.

"Cepetan, pemanasannya lama amat." Gerutu deka yang sudah tidak tidak sabar menunggu.

"Sabar dong loe, bawel ih." Nona menarik nafas sedalam-dalamnya, memejamkan matanya dengan erat dan dengan cepat mendaratkan bibirnya ke pipi, tidak, itu bukan pipi tapi bibir deka.

Deka sengaja memalingkan wajahnya saat tau nona memejamkan mata. Ia hanya diam, tak sabar menunggu bibir tipis itu mendarat pada bibirnya. Sepertinya dewi amor sedang berpihak penuh padanya, akhirnya deka bisa merasakan bagaimana bibir itu mendarat lembut di bibirnya.

Nona benar-benar tercengang hingga tidak ada yang bisa dilakukannya selain diam. Ia merasa otaknya tersumbat, tak bisa berpikir jernih. Di detik nona akan menjauhkan bibirnya, deka justru menahan tengkuknya hingga bibir mereka bersatu semakin dalam.

Saat deka mulai menggerakan bibirnya berusaha mencecap rasa manis pada bibir nona, saat itu pula nona penyelipkan jemari tangannya pada rambut deka. Nona mengambil sejumput rambut deka dan menariknya dengan paksa, membuat bibir mereka terlepas seketika.

"Bagus loe ya ambil kesempatan dalam kesempitan." Geram nona pada aksi sepihak dari deka.

"Aahh aahh aahh iya ampun non, sakit, lepasin." Rintih deka kesakitan.

"Awas loe berani curi-curi kesempatan lagi." Omel nona seraya melepaskan jenggutannya pada rambut deka.

"Hehe.. iya iya, gue tau loe juga suka."

Itulah ciuman pertama ala nona dan deka. Manis tapi pedas. Pedas karena jenggutan nona pada rambut deka.

🛵🛵🛵

"Eh akhirnya helm gue loe pake juga." Ujar deka gembira.

Setelah semua yang terjadi, nona memutuskan untuk memakai hadiah ulang tahun ke dua puluhnya dari deka. Nona merasa ini waktu yang tepat untuk memakainya, hari yang istimewa untuk kencan pertama.

"Enak aja, helm gue nih." Aku nona.

"Iya tapi dari gue."

"Ya sekarang jadi helm gue, bukan helm loe. Jangan ngaku-ngaku."

"Iya iya." Ucap deka gemas pada tingkah kekanakan nona. Kalau dulu, sebelum deka menyadari persaannya tentu saja sikap nona yang seperti itu akan membuatnya berhasrat untuk memasukan nona ke dalam botol agar tidak terlalu bawel dan banyak bergerak.

"Loe juga pake boxer dari gue kan?" Tanya nona mengerling nakal pada deka.

"Kenapa sih loe hobi banget nanyain boxer gue?" Tanya deka untuk yang pertama kali menanyakan alasan nona.

"Gue pengen liat." Ucap nona berbinar.

"Ntar kalau udah mukhrim."

"Emang gue mau di mukhrimin sama loe?"

"Jangan muna, gue tau loe memuja gue."

"Najez."

"Loe kenapa pake helm gue? Gue kan belum punya motor baru."

"Gpp, gue kangen si shiro." Jawab nona asal. Ia naik ke atas motor sedangkan deka masih sibuk dengan helm di kepalanya.

"Kangen gue kali." Deka ikut naik ke atas motor.

"Udah jalan." Tepuk nona pada punggung deka.

"Pegangan." Seru deka.

"Biasanya juga gak pernah pegangan."

"Gue maksa." Tegas deka.

"Apaan sih loe, gue bukan orang yg bisa dipaksa ya." Peringatan nona sama sekali tidak diindahkan oleh deka.

Deka justru semakin gencar menarik tangan nona untuk berpegangan erat pada pinggangnya. Berkali-kali nona melepaskannya, berkali-kali pula deka mengaitkannya sampai akhirnya nona menyerah dan menuruti keinginan deka.

🛵🛵🛵

TBC...

Nona Vs Deka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang