Lima - perasaan asing

5.8K 819 27
                                    



"Udah Jen, jangan nangis lagi. Kak Taeyong emang gitu."

Entah sudah berapa kali Rose mengulang kalimat tersebut guna menenangkan Jennie yang menangis tersedu - sedu di dalam kelas.

Tadi, setelah jam istirahat, Rose di kejutkan dengan Jennie yang langsung memeluknya sambil menangis. Rose tebak, ini pasti ada sangkut pautnya dengan Taeyong. Dan benar saja, Jennie bercerita bahwa gelang pemberian Hanbin di ambil alih secara paksa oleh Taeyong.

"Tapi, hiks.. Gelang itu.. Heuheuheu.." Tangisan Jennie semakin menjadi kala ia teringat akan gelang silver itu. Rose mendesah pasrah. Mau gimana lagi? Seorang Taeyong memang hobi membuat anak orang nangis. Setiap hari selalu saja ada murid yang menjadi korbannya.

"Iya, nanti gue minta kak Jaehyun buat ngambil gelang itu sama kak Taeyong. Lo jangan nangis lagi dong. Makin jelek muka lo."

Jennie mengerucutkan bibirnya mendengar kalimat terakhir Rose.

Rose mengambil tisu di dalam tasnya lalu menyodorkan ke Jennie.

"Elap tuh ingus lo. Kalau kak Hanbin liat percaya deh dia bakal ilfeel."

Buru - buru Jennie mengambil tisu itu dengan rakus lalu menggusal hidungnya yang sudah memerah itu dengan tisu.

"Rose."

"Apa?"

"Gue benci Taeyong."

Rose tertawa terbahak.

"Kenapa ketawa?" Jennie mengernyit tak mengerti dengan reaksi Rose.

"Oh, jadi benci sama gue?"

Jennie terlonjak kaget saat seseorang berbicara tepat di samping telinganya. Jennie bertambah kaget saat mengetahui orang itu adalah Taeyong.

Mampus.

Jennie mesti gimana?

Rose yang melihat itu kembali tertawa. Lucu sekali ekspresi wajah Jennie saat ini.

Kedua matanya sudah membengkak akibat terlalu lama menangis. Belum lagi hidungnya yang memerah. Pipi chubynya di penuhi oleh air mata yang mulai mengering. Di tambah raut mukanya yang terkejut, semakin memperburuk tampilan Jennie.

Sebenarnya, saat Jennie menangis, Rose sudah melihat kalau Taeyong tengah berada di ambang pintu kelas. Namun ia diam karena Taeyong mengisyaratkan begitu.

Disana, Taeyong tampak sangat menikmati tangisan Jennie. Bahkan lelaki itu beberapa kali tersenyum tipis saat mendengar Jennie yang berbicara terbata - bata karena tangisannya yang tak kunjung reda.

"Eh Mawar, udah di tunggu Jahe noh di gerbang." Ujar Taeyong yang secara tak langsung mengusirnya dari kelas.

Ini yang kedua kalinya Taeyong mengusirnya hari ini.

Rose menghela napas pasrah, ia pun bergegas membereskan barangnya lalu keluar dari kelas.

Suasana kelas kini menjadi sepi. Jam pulang sekolah sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Tak ada lagi suara tangisan Jennie. Yang tersisa hanya isakan kecil Jennie yang susah payah ia redam. Taeyong pun segera duduk di bangku  samping Jennie yang sebelumnya di tempati Rose. Lelaki itu menatap lurus Jennie di sampingnya. Sedangkan Jennie lebih memilih untuk diam menunduk dengan jari lentiknya memainkan ujung rambut panjangnya.

Mereka sama - sama terdiam untuk beberapa waktu.

Hingga Jennie merasa jengah, ia pun bangkit dari duduknya berniat untuk pulang.

"Mau kemana?" Tanya Taeyong ikut berdiri saat melihat Jennie berdiri. Dirinya memasukkan sebuah buku tulis yang merupakan satu - satunya alat tulis yang ia bawa ke sekolah ke dalam kantong celananya.

Bisa dibilang, Taeyong hanya membawa satu buku tulis untuk belajar. Hanya itu. Pulpen ia pinjam dari Yuta. Itu pun hasil memungut pulpen anak kelas yang terjatuh.

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Taeyong menggeram kesal.

"Jennie!"

"Apa?!" Teriak Jennie tak kalah kuat dengan Taeyong sambil membalikkan badannya.

Keduanya kembali terdiam setelah saling membentak. Mereka kini saling bertatapan satu sama lain. Taeyong dengan tatapan tajamnya ke arah Jennie, sedangkan Jennie menatap Taeyong dengan mata penuh air mata. Ia pun menyeka air matanya yang tanpa aba - aba kembali turun.

Sungguh. Demi apapun. Jennie benci Taeyong.

"Pulang sama gue." Taeyong menarik lengan Jennie kasar membuat gadis itu memberontak.

"Lepasin! Gue gak mau pulang sama elo!"

"Gak terima penolakan."

Jennie terus memberontak guna melepaskan cekalan Taeyong yang sangat kuat di tangannya. Karena kesal, Jennie menggigit tangan Taeyong kuat hingga cekalan itu terlepas.

Taeyong meringis kesakitan.

"Apa yang lo lakuin hah?!" Taeyong berteriak marah. Wajahnya kini sudah semerah kepiting rebus.

"Emang lo siapa hah, bisa maksa gue kayak gitu?! Lo bukan siapa - siapa gue. Jadi, tolong sadar diri!" Ujar Jennie tak kalah berapi dengan Taeyong.

Jennie bergegas lari dari hadapan Taeyong. Dirinya sudah muak dengan sikap dan semua yang menyangkut tentang Taeyong.

Dirinya terus berjalan cepat hingga di perempatan jalan tempat di mana Hanbin sudah menunggunya didepan mobil cowok itu.

"Kenapa lama?" Tanya Hanbin saat melihat Jennie yang sudah berdiri di depannya dengan penampilan yang berantakan. Gadis itu menunduk. Helaian rambut panjangnya terjatuh kedepan, menyembunyikan wajahnya yang kacau itu.

Jennie menggeleng. Dirinya enggan untuk berbicara sekarang. Moodnya sedang hancur. Ia tak ingin Hanbin terkena lampiasan amarahnya.

Hanbin mengerti. Sepertinya Jennie butuh waktu sendiri. Ia pun membukakan pintu penumpang untuk Jennie lalu gadis itu pun masuk. Hanbin memutar bagian depan mobil lalu masuk di pagian pengemudi. Mobil yang mereka tumpangi pun melaju menuju rumah Jennie.

Di tempat, di atas motornya, Taeyong menatap lurus ke mobil hitam itu. Mobil yang di tempati Jennie dan Hanbin, musuh besarnya.

Entah apa perasaannya saat ini. Ia pun tak mengerti. Yang jelas, ia marah. Tapi ini berbeda. Bukan amarah seperti yang biasa ia rasakan saat ia tawuran. Amarah ini begitu kuat hingga membuatnya merasakan sakit di bagian hatinya. Ada sesuatu di dalam tubuhnya sana yang seperti di remas hingga menimbulkan nyeri.

Apa ini?

Taeyong belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.

Selamat malam

Salam

Kembaran Jennie

bastard boy •• taeyong x jennie [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang