Sembilanbelas - hancur

4.1K 567 39
                                    



Seminggu telah berlalu dan Taeyong masih setia pada penampilan rapinya. Begitu pun Jaehyun. Berbeda dengan Yuta dan Johnny yang sudah kembali berpakaian seperti dulu. Tak rapi, acak - acakan. Tapi tetap ganteng kok.

Sudah seminggu pula Taeyong selalu hadir di setiap jam istirahat Jennie. Lelaki itu dengan tepat waktu menjemput Jennie lalu bersama mereka berjalan menuju kantin.

Jennie mulai mencoba membiasakan diri pada kehadiran sosok Taeyong. Ia tak mau ambil pusing. Cukup pelajaran di sekolah yang membuatnya pusing, Taeyong jangan.

Siang ini sekolah pulang lebih awal dari biasanya dikarenakan guru sedang rapat membahas perihal kelas dua belas. Yang namanya anak sekolah, mendengar pulang awal pasti menjadi berkah tersendiri.

Tadi pagi Taeyong berjanji akan membawa Jennie untuk makan di warung mak diyo. Karena pulang sekolah Jennie gabut, ia pun menerima ajakan Taeyong.

Jadilah mereka kini tengah duduk di bawah kipas angin yang berputar memberi hawa sejuk bagi sekitar. Warung makan semakin ramai di penuhi murid sekolah yang kelaparan. Khusus hari ini, Jennie melihat banyak murid sekolahnya yang datang mampir. Bahkan ada Yuta dan Johnny juga. Kalau Jaehyun, tadi Taeyong bilang kalau dia lagi ngantar pulang Rose sekalian makan berdua dalam rangka merayakan tanggal jadian mereka.

Taeyong dan Jennie dengan lahap memakan pesanan mereka. Memilih duduk di bagian dalam agar tidak terganggu dengan kebisingan di bagian depan warung. Kawan - kawan Taeyong lagi ngumpul di sana. Pastinya akan ada banyak bacotan yang keluar dari mulut mereka. Entah itu kebenaran atau hanya bualan yang mengocok perut.

"Yang pertama kali ngebawa gue ke warung ini tuh si Sehun."

Jennie mengernyit. "Siapa Sehun?"

"Dia dulu salah satu dari kami. Tapi di DO sekolah gara - gara hampir menewaskan satu orang murid Seoul 301 HS. Makanya, gak heran kan kalau dua sekolah ini sampai sekarang gak pernah akur."

Jennie mengangguk mengerti. Sedikit penasaran dengan wujud seorang Sehun, ia pun kembali bertanya. "Sehun kayak gimana orangnya?"

Taeyong tampak sedikit menerawang melihat ke langit - langit. "Ganteng. Ganteng. Sadis." Hanya itu yang bisa Taeyong berikan sebagai definisi seorang Sehun.

"Ganteng banget?"

"Banget. Tapi masih gantengan gue sih."

Jennie pingin muntah rasanya. Walaupun apa yang di katakan Taeyong benar adanya.

"Pede." Cibir Jennie membuat Taeyong terkekeh.

"Kalau sadis?" Tanya Jennie lagi.

"Dia ketua tawuran sebelum gue. Pas jaman dia dulu, anak orang sering patah tulang di buatnya. Ada juga yang sampai harus rela kehilangan gigi mereka. Bahkan pas dulu, gara - gara dia anak sekolah kita jadi di takuti banget."

Jennie hanya bisa beroh ria. "Terus sekarang dia di mana?"

Taeyong tersenyum sedih. Ada jeda yang cukup lama seolah Taeyong tak sanggup menjawab pertanyaan dari Jennie.

"Ngilang. Gue sendiri gak tau dia di mana." Jawab Taeyong datar. Tapi Jennie tahu, ada rasa kehilangan yang sangat dari suara Taeyong berbicara.

Tak ingin membahas lebih lanjut, Jennie hanya diam sambil kembali menyuapkan nasi goreng pesanannya.

Taeyong pun memilih diam. Enggan melanjutkan obrolan mereka. Lebih memilih untuk fokus pada makanan masing - masing.

Di tengah kesunyian, suara keributan di luar berhasil menarik perhatian Taeyong. Yang tadinya ramai di penuhi tawa renyah kini berubah dramatis di hujani caci maki. Suara gebrakan keras bertubi - tubi terdengar membuat Taeyong bangkit dari duduknya.

Ia penasaran. Apa yang tengah terjadi di depan sana.

"Urusan kita belom selesai!"

"Mana ketua lo semua! Sini suruh maju!"

"Woi Taeyong!"

"Masih bisa lo masang muka sengak Taeyong bajingan."

Kalimat terakhir keluar dari mulut seorang Hanbin. Ia dengan santai duduk di meja depan warung. Dengan santai pula ia berkata demikian seolah tak memikirkan dampak dari perkataannya.

Taeyong kesal. Kenapa hari bahagianya ini harus ternodai.

Emosi yang sudah lumayan lama Taeyong pendam perlahan bangkit. Sisi buruknya kembali. Jangan salahkan Taeyong kalau akan ada banyak darah yang berceceran di depan warung nanti.

Tanpa menunggu lagi, Taeyong maju menarik kerah baju Hanbin. Memukul wajah lelaki itu bertubi - tubi. Tentu para anak buah Hanbin tak terima akan hal tersebut. Mereka pun menarik Taeyong menjauh lalu menerajang lelaki itu hingga terjungkal jatuh ke tanah.

Tak membuang - buang kesempatan, Hanbin melompat dari duduknya lalu menginjak perut Taeyong dengan sadis. Di pukulnya wajah tampan Taeyong hingga babak belur.

"Breng-"

"Kak Hanbin!"

De javu.

Kejadian yang lalu terulang kembali.

Awal dari pertemuan mereka seakan kembali terulang. Taeyong dan Hanbin tengah berkelahi. Jennie datang menghentikan mereka. Selalu seperti ini.

Hanbin menoleh, melihat siapa yang memanggil namanya. Saat itulah ia kaget. Jennie berdiri di ambang pintu keluar warung dengan mata memerah. Kedua tangannya terkepal erat mencoba menahan amarah yang seakan ingin meledak.

"Jennie?" Bisik Hanbin pelan. Jennie berjalan mendekat. Menatap tajam Hanbin di depannya.

Tanpa berkata - kata, Jennie menarik Taeyong berdiri. Merangkulnya lalu membawanya kembali masuk ke dalam.

Hanbin tak terima. Jennie, miliknya, kini lebih memilih Taeyong di banding dirinya.

Ia pun ikut melangkah masuk ke dalam warung lalu menarik lengan Jennie yang bebas dengan paksa.

"Jen!"

"Apa!"

Hanbin terdiam. Semarah - marahnya Jennie pada dirinya, tak pernah gadis itu sampai membentak seperti ini. Ia sangat tahu gadisnya. Kalau sudah seperti ini pasti Jennie sangat sangat sangat marah.

"Kita pulang." Ujar Hanbin sedikit melembutkan perkataannya. Ia mengapit lengan Jennie paksa lalu membawanya keluar menuju mobilnya. Itu rencana Hanbin jika saja Taeyong tidak ikut menarik lengan Jennie yang lain. Dengan posesif Taeyong menyelipkan tangannya di pinggang Jennie seolah mengatakan Taeyong lebih berkuasa di banding Hanbin.

"Jennie pulang bareng gue." Ujar Taeyong.

Hanbin mendengus. "Jangan terlalu tinggi berharap."

Kini gantian Taeyong yang mendengus. "Seharusnya gue yang bilang itu ke elo."

Jennie bingung. Jennie pusing. Jennie tak bisa memilih.

Apa yang harus ia lakukan agar perkelahian ini segera berakhir.

Jennie berdehem. Sedikit menjauhkan diri dari Taeyong dan Hanbin. "Gue gak bakal milih lo berdua. Gue pulang sendiri."

"Gak, lo harus pulang dengan gue. Lo datang ke sini bareng gue, Jennie." Taeyong tak terima pada perkataan Jennie.

Jennie menggeleng. Ia pun bergegas mengambil tas ranselnya lalu berjalan membayar makanan.

"Gue duluan." Jennie dengan berani memecah gerombolan murid tawuran itu. Berjalan menuju tepian jalan bertepatan dengan sebuah angkot yang menepi. Ia pun masuk ke dalam angkot tersebut.

Taeyong mengusap wajah kesal. Ini gara - gara Hanbin. Acara kencannya berantakan bahkan hancur.

Haruskah Taeyong kembali melanjutkan tawuran yang terjeda?

Plak

Taeyong meneleng kepala Hanbin penuh emosi. "Lo merusak segalanya."

Hanbin tak terima. Ia ikut meneleng kepala Taeyong tak kalah sadis.

Adegan perkelahian selanjutnya, silahkan kalian lanjutkan sendiri sesuai imajinasi kalian, hehe.

bastard boy •• taeyong x jennie [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang