"Kedua, selagi itu terjadi, aku akan menghabisinya juga."
Dan kulihat disana Jeongin dengan tatapan tajamnya, berjalan mendekat ke arah kami berdua.
S C A R L E T
Perlahan genggaman tangannya padaku melonggar, dia menatapku dengan senyuman yang pertama kali kulihat darinya. Rasanya ... hangat.
Kemudian dia berdiri, dan berbicara sambil membelakangiku untuk berhadapan dengan Jeongin yang amarahnya sudah dapat dilihat lewat tatapan matanya saja.
"Oh, benar. Aku belum memperkenalkan diriku padamu."
Terdengar kekehan kecil darinya sebelum ia melanjutkan. Tepat 5 langkah didepannya, Jeongin berdiri.
"Berikan Hyejung padaku."
Nada suaranya berbeda. Tidak, maksudku untuk pertama kalinya aku mendengar Jeongin berbicara dengan nada seperti ini.
Aku merangsek berjalan kedepan, tapi priap ini menahanku.
"Aku Hwang Hyunjin, dan kau, Lee Hyejung. Kau adalah mateku. Dan aku adalah butlermu."
"Berhenti mengatakan omong kosong itu! Kau tidak berhak atasnya! Dia adalah milikku!"
"Sejak kapan? Sejak kapan kau memilikinya? Jawab aku bocah!"
"Dari dulu, kau memang selalu ingin menang dariku, tapi bukankah itu adalah hal yang sia - sia? Kau yang hidup dengan kasih sayang Ayah dan Ibu! Kau juga yang memiliki semua! Apa kurang cukup? Sampai kau juga ingin mengambil milikku?"
"Cih, hahaha! Memangnya itu semua keinginanku? Bukan! Bukan aku yang menginginkan itu semua! Kalian yang membuat itu seakan-akan semuanya tercipta untukku! Dari awal aku selalu menolak! Aku melakukan hal - hal bodoh agar kalian berhenti memperlakukan aku seperti itu."
"Tapi ... senakal apapun diriku, mereka tetap saja memperlakukan aku seperti anak kecil yang baru lahir kemarin!"
"KATAKAN APA AKU SALAH JIKA AKU MENOLAK TAKDIRKU?! MEREKA YANG MEMAKSAKAN TAKDIRKU! TANPA MEMBERIKAN AKU KESEMPATAN UNTUK MEMILIH!"
"Tapi saat aku sudah memiliki kesempatan untuk memilih, kau---kau dengan mudahnya merebut itu."
Jeongin menunduk, kulihat tubuhnya bergetar. Ingin sekali aku menghampirinya dan menenangkannya, tapi orang ini—Hyunjin—masih mencengkram tanganku.
"Lepaskan aku!"
Begitu saja meluncur dari mulutku, bahkan aku tidak tahu darimana keberanian ini. Hyunjin menatapku, cengkraman tangannya terlepas. Tentu saja aku langsung berlari ke arah Jeongin.
Saat aku meraih lengannya, Jeongin mendongak dengan wajah terkejut, sepersekian detik kemudian senyumannya mengembang. Entah kenapa bibirku pun ikut mengulas senyum untuknya.
"Hyejung .... "
Jeongin menyembunyikanku kebelakang tubuhnya dengan genggaman tangannya yang tak lepas.
"Kali ini, mari berikan aku kesempatan untuk memperjuangkan pilihanku. Masa bodoh kau akan menghancurkanku atau menghabisiku, selama aku masih disini--"
"Hyejung adalah milikku."
Hyunjin disana tertawa sinis, sayap hitam itu kembali mengembang dibalik tubuhnya. Perlahan tubuhnya terangkat seperti tak ada gravitasi yang menariknya untuk tetap berpijak.
"Kau mengambil milikku lagi. Kita lihat saja siapa yang akan mendapatkannya nanti."
Dia sudah berada diatas kami, melayang dengan sayap hitamnya. Sebelum menghilang ia mengatakan sesuatu yang membuat tubuhku semakin membeku.
"Sampai jumpa lagi, Hyejung. Di lain waktu, aku akan membuatmu menjadi milikku seutuhnya. Bersiaplah dengan kematian yang akan segera menjemputmu."
Dan sosoknya pun menghilang, dengan sejuta tanya yang timbul di benakku. Langit gelap tanpa bintang yang menemani, perlahan menangis dengan raungan petir yang terdengar.
Jeongin berbalik, dengan satu tarikan tubuhku telah berada di pelukannya. Rasa pusing seketika menghampiriku, ternyata penyebabnya adalah Jeongin yang membawaku berteleportasi ke rumah.
Pelukannya tak lepas, malah kurasakan semakin erat. "Kita sudah dirumah. Tenang saja," ujarnya mencoba meyakinkanku.
"Kau milikku Hyejung, milikku, milikku. Bukan milik dia, bukan, bukan"
Jeongin terus meracau, kuurungkan niatku yang ingin melepaskan pelukannya, dan membawanya untuk duduk di sofa ruang tamu. Tubuhnya dingin tanpa detak jantung yang terdengar. Tapi dibalik itu, aku merasakan kehangatan.
Kuusap perlahan rambutnya, dan dia semakin membenamkan kepalanya di ceruk leherku. Tak ada perbincangan yang keluar, hanya saling menyalurkan kenyamanan. Sampai Jeongin kembali bersuara.
"Hyejung .... "
"Apa?"
"Biarkan aku seperti ini."
Jeongin meletakkan kepalanya di pahaku setelah berbaring, kemudian membawa lenganku kembali pada kepalanya.
"Aku memang tidak akan tertidur. Tapi ... entah kenapa aku merasa lelah. Jadi, kumohon tetaplah begini. Sejenak .... "
"Iya. Beristirahatlah kalau begitu kakek tua."
"Jangan menghilang lagi. Aku tak tahu kenapa ada rasa takut ketika kau pergi."
Baiklah Yang Jeongin, kau membuat jantungku kembali berolahraga! Tapi, aku baru sadar, jika kau takut kehilanganku karena nanti makananmu tidak ada.
"Hyejung."
"Apa?" Nada bicaranya semakin terdengar serius.
"Kau bukan milik siapa - siapa sampai saat ini. Bukan milikku sepenuhnya, bukan milik kakakku juga. Tapi kau harus menungguku, karena aku yang akan menjadikanmu milikku. Seutuhnya."
"Kau tidak boleh dimiliki siapapun! Selain aku tentunya."
"Aku hanyalah mangsamu bukan? Aku hanya makananmu. Kenapa aku harus menolak seseorang yang menginginkanku karena cinta demi dirimu?"
Aku menjawabnya dengan niat bercanda, tapi sepertinya ia menganggap serius candaan tadi dan membuatku mematung entah untuk keberapa kalinya hari ini.
Jeongin duduk sambil melihatku dengan tatapan intimidasinya.
"Kau memang mangsaku. Kau makananku. Tapi, memilikimu lebih dari itu, adalah tujuanku juga."
"Karena aku menyukaimu? Hm, Tidak, sudah mencintaimu lebih tepatnya."
S C A R L E T
KAMU SEDANG MEMBACA
✗。MATE - SCARLET.
Fanfictionmengikat perjanjian darah dengan vampir-atau- menyerahkan kehidupan pada iblis? (editing on process)