(Jeongin POV)
Benar, ia ada disini.
Aku melihatnya yang sedang melamun dipinggir kebun mawar hitam Ibu Gazelle. Agak lama aku menunggunya menyadari kehadiranku, sampai akhirnya tatapan matanya menangkap sosok diriku yang tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya.
Ia datang menghampiriku, benar kan? Ia berlari ke arahku, bukankah begitu?
Kalau begitu, salahkah aku? Benarkah aku merebut takdir kakakku? Aku menghancurkan kebahagiaannya?
Tapi aku juga ingin bahagia, dia adalah separuh hidupku. Dia adalah yang kusayangi, dan kuharapkan. Melepaskannya? Benarkah aku sanggup?
"Kau! Dasar vampire tidak tahu diri! Kemana saja selama ini, huh?!"
Tawanya, sendunya, sudah menjadi bagian dari kehidupanku. Singkat waktu pertemuanku dengannya memang, tapi mampu untuk menumbuhkan rasa yang kepalang menggebu di hati dinginku.
"Hei, aku bertanya padamu! Jangan melamun seperti itu!"
Jika aku salah, hukum saja aku. Rasanya itu lebih baik daripada harus pergi dan melupakan Hyejung. Lebih baik aku mati, daripada melihatnya tersiksa atau bukan jadi milikku. Egois? Ya, itulah aku.
Salahkan mereka yang membuatku selalu memilih yang bukan keinginanku sejak dulu. Kini, aku ingin memperjuangkan satu keinginan pertamaku dengan sungguh-sungguh.
"Kau baik - baik saja?"
"Akhirnya kau berbicara, kukira kau jadi bisu, Jeongin."
"Kakakku memberimu makan? Kau sudah sembuh, kan?"
Aku merasakan kedua tangan hangatnya menangkup wajahku. Senyumnya yang mengembang seringkali membuatku lupa dengan hiruk pikuk yang sedang kuhadapi.
"Wajahmu selalu dingin, tidak—tubuhmu memang selalu dingin."
"Karena aku adalah vampire, Hyejung."
"Kalau begitu, Hyunjin juga pasti dingin sepertimu."
Wow. Dia mulai membicarakan Azure. Apakah ini pertanda bahwa kini aku memiliki saingan di hatinya? Sejak kapan?
Aku mengajaknya berkeliling kebun. Memetik sebuah bunga dan memberikan itu padanya. "Ini masih berduri, tanganku bisa tertusuk."
"Biarkan saja, biar darahmu untukku."
"Tidak boleh. Hyunjin bilang aku harus memulihkan tubuh dulu."
"Hyejung."
"Hm?"
Aku menatap bola mata kecoklatan miliknya yang berdiri disampingku. "Kau percaya takdir?"
"Kenapa tiba - tiba bertanya hal itu? Bukankah sudah jelas, tentu saja aku percaya. Kita bertemu pun termasuk takdir, bukan?"
"Dengarkan aku baik - baik, Hyejung. Kau dan aku, terikat perjanjian Scarlet."
Genggaman tangannya padaku mulai melonggar, ia berdiri dihadapanku dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Kumohon, jangan buat aku merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
✗。MATE - SCARLET.
Fanfictionmengikat perjanjian darah dengan vampir-atau- menyerahkan kehidupan pada iblis? (editing on process)