O

659 39 0
                                    

BERTEMU

"I hear your name and something beating so fast inside my chest. That's not mean love, but afraid."

🎹🎹

Sebelum larik-larik mentari masuk melalui celah jendela kamar Liuna, ia bangun lebih dulu. Juga melaksanakan sesuatu yang wajib dari sejak dini baginya. Lalu membaca kitab suci yang beramal ibadah.

Setelah itu, Liuna tidak melakukan apa-apa, masih malas untuk melangkahkan kedua tungkainya menuju ruang bawah tapi, Aisyahㅡibunyaㅡmemanggil seperti sirene kematian. Ah, terlalu berlebihan.

"Ya, Ma?" teriak Liuna dari dalam kamar.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, "Kamu belum mandi?" Aisyah menatap anaknya yang sedang bermain ponsel di atas kasur.

"Bentar lagi."

Aisyah duduk di samping Liuna, lalu mengelus puncak kepalanya, "Semangat, ya." lantas berdiri dan mencium puncak kepala Liuna.

Liuna mendongak dan tersenyum, "Iya, makasih, Umma!" ucapnya riang.

Setelah Aisyah keluar, Liuna bergegas menuju kamar mandi. Membersihkan diri. Lalu keluar dari kamar dengan seragam rapi khas sekolah ditambah kacamata berbingkai bulat bertengger di hidungnya. Liuna rabun jauh, kalian harus tahu itu.

Semua suda berkumpul. Liuna pun turut mendudukkan diri di atas kursi meja makan.

"Una cantik, berangkat bareng Kak Lesha, ya."

"Kakak nanya atau ngasih tahu?" Lesha memang selalu membingungkan, dari yang Liuna kira pernyataan malah ternyata pertanyaan.

"Ngasih tahu."

Nah, salah.

ㅇㅇㅇ

Sebenarnya Altan berniat ingin bolos sekolah hari ini tapi tujuan utama masuk SMA membuatnya sadar. Dia tidak boleh begini, ibunya pasti akan kecewa.

Altan berjalan dengan santai, dan berpikir harus kemana dulu, kantin atau kelas? Tapi saat di persimpangan, mendadak Altan membeku. Menatap sepasang mata yang menatapnya juga.

Rindu? Mungkin lebih cenderung sedih.

"Liuna!"

Bukan Altan yang memanggil Liuna, melainkan teman Altan yang bernama Zianna Eysha. Sekarang teman Altan itu menghampiri Liuna dan merangkulnya. Secara tidak sengaja, mata mereka bertemu.

"Eh, Altan, lo mau kenalan sama temen baru gue?"

Altan diam.

"Zi, kita ke kelas, yuk!" ajak Liuna langsung menarik tubuh Zia agar menjauh dari Altan.

Ya, Altan sadar akan hal itu. Liuna selalu menjauh ketika mereka bertemu, mirip seperti orang asing padahal mereka kenal satu sama lain.

Bagaimana bila Altan mengejar Liuna? Pertanyaan itu selalu terngiang dalam benaknya. Mungkin akan menjadi ide yang bagus.

ㅇㅇㅇ

Setelah meletakkan tasnya, Altan mencari makhluk-makhluk halus tapi kasatmata. Bila para makhluk halus kasatmata tidak berada di base camp, berarti mereka berada di kantin.

"ALTAAN!"

Mereka sukses membuat Altan terkejut sekaligus menolehkan seluruh atensinya pada mereka. Kawan-kawan terdekat dan terpercaya milik Altan. Dia pun melangkah menuju mereka yang duduk di pojokan, menyediakan tempat duduk bagi Sang Panutan.

"Kenapa di sini? Gak di base camp?" tanya Altan sambil mengamit minuman milik Nolan. Sudah terbiasa begitu, Nolan ikhlas.

Sekadar informasi, base camp mereka adalah gudang sekolah yang cukup lama tidak terpakai lalu diubah menjadi tempat yang asik bagi mereka. Ada juga tempat yang bernama kantin, tempat kedua setelah base camp, berisi makanan yang banyak mulai dari ringan sampai ke berat tapi harus bayar.

"Si Arys laper, jadinya di sini."

Mengingat Arys si tampan yatim piatu ini tidak bisa memasak, jadi tiap pagi di sekolah dia sering ke kantin sekadar sarapan pagi.

"Padahal Mama gue bawain bekal buat lo, Rys," celetuk Altan sok kecewa.

"Serius?" Arys membelalakkan matanya.

"Iya, tenang, makan pas istirahat aja."

Arys mengangguk, sebelum memasukkan satu suap sendok nasi ke mulutnya, dia berkata, "Thanks, Tan."

"Oh iya, tadi Prakash nyariin lo," ucap Eron yang duduk di sampingnya, "kalian pacaran ya?"

Mendadak Arys harus tersedak karena ucapan Eron yang melantur. Tangannya gesit untuk mengambil air minum yang berada di sebelah makanannya. Lega.

Nolan menoyor kepala Eron, "Lu kira Altan maho!"

Altan terdiam setelah mendengar ucapan Eron, ah, ada urusan apa lagi si Prakash itu?

"Tapi beneran, kenapa Prakash nyariin lo?" Eron serius, ya, karena Altan dan Prakash sudah terkenal seantero sekolah bila mereka tidak akrab. Sering berantam tapi tidak ketahuan.

Altan berpikir beberapa saat, dia tidak mau mengungkapkan hal itu pada kawan-kawannya. Itu hanyalah masa lalu, kelam bagi Altan. Dia tidak mau hal itu kembali ke permukaan.

"Tan?"

Altan tersadar lalu asal menjawab, "Gue gak tau juga."

"Lo serius? Kalau ada sesuatu bilang ke kita, jangan di pendem, entar mati, kan kasihan." lagi-lagi Eron berkata aneh.

Altan menghela napasnya, dia hanya tidak mau masalah itu terkuak lagi. "Gue harus ke Prakash sekarang."

Kawan-kawannya saling berpandang heran, karena tidak biasanya Altan begitu, biasanya dia hanya mengacuhkan Prakash yang ingin bertemu dengannya, membiarkan Prakash sendiri yang datang padanya. Sekarang Eron tahu, ada sesuatu yang Altan sembunyikan.

"Tan, lo mau nyari dia kemana?"

________________________

Ada yang ingat cerita Still Hate Till Die? Gak ada ya (: cerita ini adalah revisinya dengan judul baru dan EYD-nya insya Allah bener, tapi tetap beri kritik dan saran yang memotivasi.

Terima kasih.

Regards,
ㅡwriterthor

Altan PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang