Fi

371 27 0
                                    

HTS OF RELATIONSHIP


Lantai yang berpermadani, beberapa loker dan lukisan unik di dinding, meja berbentuk persegi panjang juga sofa hijau, tapi mereka lebih memilih duduk di atas permadani cantik. Itulah base camp mereka.

Suara Arys dan Nolan yang khusyuk bermain mobile legend mendominasi base camp itu, sedang Altan sibuk mengisi otaknya dengan berbagai kata-kata sambil bersandar; membaca buku. Dan Eron duduk bersila sambil mengerjakan tugas, omong-omong, dia mengerjakan tugas Nolan yang belum selesai.

“Olaan!" Zia datang dengan riang lalu duduk bersila di samping pacarnya itu.

“Abwaa cih cayang?" Tanya Nolan seraya memajukan bibirnya, tapi masih fokus pada game-nya.

“Zi, pacar lo nih, minta gue buat ngerjakan tugasnya." sayang, Nolan tidak sempat membungkam mulat ember Eron, dia hanya bisa menyerahkan game-nya pada Arys lalu menatap tajam Eron.

Zia membulatkan matanya seketika, “Whut?" Lalu beralih pada Nolan, “Olan ...!"

“ ... Mau putus?"

"Eh, enggaklah, masa iya putus, udah sembilan bulan, kita harus pertahankan itu sayaang ...!"

Sekarang, Arys yang khusyuk bermain, “Mvp, Lan!" lalu mendapat toyoran dari Nolan tapi tetap lanjut.

Zia menatap tidak percaya pacarnya itu, “Apa? Sembilan? Lo lupa?"

“Kok berubah lagi? Sembilan, kok."

“Ih, kita udah satu setengah tahun, Lan! Lo beneran lupa!"

Di tengah-tengah itu, Yera datang menyusul Zia yang meninggalkannya, “Zi ...!"

Nolan dapat bersujud syukur karena Yera datang tepat waktu, tapi ucapan Zia belum berarti mengakhiri segalanya.

“Awas lo nanti."

“Ternyata lo di sini, ya ampun, kalau mau main seharusnya lo tunggu gue."

“Ya udah, yuk main!" ajak Zia tapi masih kesal.

Kening Nolan berkerut tidak mengerti, mewakili perasaan Arys dan Eron yang juga menoleh pada Zia sekarang.

“Eh ... lupa, kurang satu orang lagi!" lanjutnya baru ingat.

“Main apa, sih?" tanya Eron untuk mewakili Nolan bertanya, yang sebenarnya dituntut oleh tatapan mata Nolan sebagai pertanggung jawaban karena membuat hubungannya begini.

“Kita bakal main truth or dare, dan lo semua harus ikut, gak ada tapi-tapian! Tapi gue mau manggil orang satu lagi."

"Siapa?" Tanya Eron.

"Liuna."

Mari berterima kasih pada Zia karena telah membawa Altan kembali ke dunianya. Jantung Altan melakukan selebrasi mendadak, dia menyingkirkan sedikit bukunya untuk melirik Zia, seolah-olah bertanya 'serius lo?'.

"Sejak kapan lo temenan sama dia?" Eron mulai penasaran, wajahnya mendekat dan kedua tangannya memangku dagunya sendiri.

Tangan Nolan maju untuk mendorong tangan Eron dengan kasar, "Pacar gue."

“Sans aja," cibir Eron, "Jadi ... sejak kapan?"

“Sejak kapan ya? Mungkin sejak dia keliatan sendirian, eh, tapi dari awal dia selalu sendiri, sih."

Tanpa mereka ketahui, ucapan Zia menusuk jantung Altan diam-diam. Dia merasa bersalah lagi, apa Liuna tidak memiliki teman karenanya? Atau memang Liuna lebih suka menyendiri? Semuanya seolah salah Altan.

“Ya udah, gue mau panggil Liuna dulu, dan kalian ...," suara Zia memelan sambil menatap satu-satu wajah mereka, "Jangan ada yang berani kabur!" lalu melesat bagai kilatan cahaya.

“Kok gue punya firasat buruk, ya?" celetuk Arys.

“Sama, mending kita kabur aja, yuk!" ucap Eron tapi Nolan langsung menjawab, “Jangan ada yang berani kabur lo semua!"

“Tai, eh Tan, lo gak mau kabur?"

“Enggak." Altan menjawab dari balik bukunya, sebenarnya permainan itu bisa menjadi trik untuk mengurangi fobia Liuna, jadi dia tetap di sini.

“Sip, pantunanque ini mah!" sahut Nolan dengan gembira.

“Ra." panggil Arys, lalu Nolan dan Eron mulai bersahut-sahutan 'cie, cie, cie'.

Tentu saja Yera senang, apalagi Arys itu cowok yang ia sukai, “Ya?"

“Titip salam balik buat Nana, ya."

“Beuuh! Kalau gue sakit tak berdarah pastinya!" celetuk Nolan dan dilanjutkan oleh Eron, “Bener!"

Yera langsung sakit hati, memang benar kalau Nana menitip salam untuk Arys, Nana itu teman SMP Yera dan teman SD bagi Arys, jadi wajar kalau begitu. “Oh itu, oke."

Say hi!" seru Zia yang datang dengan menggandeng tangan Liuna.

“Hai, Liuna!" sapa Yera, “Sini duduk." ucapnya seraya menepuk ruang kosong di dekatnya.

"Hai Liunaa!" Sapa Nolan dengan riang.

Eron tersenyum manis, sedang Arys melambaikan tangan sambil tersenyum pada Liuna.

Dengan seulas senyum kaku Liuna membalas sapaan mereka semua, kecuali Altan yang bersembunyi di balik bukunya. Zia pun duduk lalu diikuti oleh Liuna yang gemetaran sehingga agak menjauh.

“Yuk kita maㅡAltan! Stop baca buku, sekarang kita harus main!"

Jantung Liuna seolah-olah terhenti berdetak karena mendengar nama Altan disebut, ia tidak tahu menahu soal Altan yang ternyata teman Zia, dan sekarang cowok itu ada di sini. Bukan gemetar lagi yang ia rasakan, melainkan rasa cemas yang bercampur aduk bersama takut dan gelisah.

Liuna takut.

Altan menyingkirkan bukunya dan langsung mendapati wajah Liuna yang penuh gurat kecemasan, “Iya."

Namun dibalik kata 'iya' Altan, sebenarnya dia meminta maaf dengan sangat karena tetap berada di dekat Liuan. Altan hanya ingin hadir kembali, sebagai sosok yang berbeda.

Rasa takut sekaligus obat bagi Liuna.

Altan PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang