Nnt

187 16 0
                                    

THE TROUBLEMAKER

Teman jenis apa yang suka mementingkan dirinya sendiri? Teman tak berhati?"

ㅡaltan phobia

🎐

Dari kemarin, Liuna merasa khawatir pada Altan. Malah sejak konselor itu mengatakan bahwa segalanya bisa merubah hidup Altan, ia gelisah.

Sudah tidak peduli bila tasnya terasa berat, ia melangkah untuk mencari pemuda jangkung itu ke kelasnya. Yang dipastikan sudah datang.

Namun, karena Liuna tergesa-gesa, ia tidak sengaja menabrak seseorang yang hendak lewat.

Brak!

“Aduh!" seru orang itu.

Liuna terdorong dan untung saja tidak jatuh. Ia terkejut sekaligus takut. Sejenak napasnya tertahan mengetahui orang itu adalah Eldan. Jemarinya aktif meremat tali tas dengan kuat.

“Ma...maaf!" Liuna berucap seraya menundukkan kepalanya.

Tanpa Liuna sadari, Eldan tersenyum, “Gak apa," ucapnya, “gue Eldan." dia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Liuna. Tapi, yang dia dapati hanya gadis yang merasa terancam oleh keberadaannya. Tangannya kembali menjauh, “Jadi bener, ya," ucapnya.

Liuna mengerutkan keningnya, perlahan ia melirik Eldan.

“Lo fobia laki-laki, tapi, kenapa jadi pacar Altan?"

Liuna mendongak menatap Eldan dengan terheran-heran.

“Jangan bilang yang buat lo begini itu pacar lo sendiri?"

“El...Eldan tau dari siapa?"

Eldan menghela napas, “Bener juga ternyata, gue tau dari temen lo."

Jangan katakan bahwa itu Yera. Liuna tidak mengerti mengapa Yera menyebarkan hal itu. Memangnya Liuna salah apa pada cewek itu? Dekat saja tidak, apalagi akrab. Mereka hanya teman biasa, bahkan Liuna tidak terlalu sering berkomunikasi dengan cewek itu.

“Eldan, aku mohon, jangan bilang ke siapapun," ucap Liuna dengan raut wajah serius.

Terpinga-pinga, Eldan mengangkat sebelah alisnya, “Kenapa?"

Please, jangan ...."

Eldan berpikir sejenak, lalu tersenyum, “Oke," ucapnya membuat Liuna senang, “tapi ada syaratnya."

Tentu saja Eldan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Atau bisa disebut juga dengan simbiosis mutualisme, bila rekannya untung, maka dia juga harus.

Liuna ragu untuk mengiyakan, tapi bila tidak, bagaimana dengan Altan? Ia bisa baik-baik saja bila kabar itu tersebar, tapi tidak untuk Altan.

“Apa syaratnya?"

Eldan tersenyum senang, “Jangan jauh-jauh dari gue, gue bakal bantuin lo untuk sembuh dari fobia itu, oke?"

Rematan Liuna pada tali tasnya merenggang. Kata-kata itu mengingatkannya pada Altan. Jika sudah seperti ini, apa yang harus ia lakukan? Bahkan Liuna tidak mengerti maksud keduanya untuk menyembuhkan dirinya. Ia bimbang.

“Oke?" ulang Eldan yang melihat Liuna tercengang.

Entah mengapa berat untuk memutuskan, tapi Liuna memilih ..., “Iya."

Eldan teramat sangat senang. Dadanya seolah sedang merayakan sebuah pesta yang meriah. Dia sedikit menunduk, lalu melambaikan tangannya, “Sampai ketemu nanti," ucapnya, “tapi kalo gak ketemu, sampai ketemu besok."

Liuna memaksakan dirinya untuk tersenyum, “I...iya."

Benar, lakukan semua ini untuk Altan. Liuna bisa mencapai tahap ini semua karena Altan, dan cara untuk membalasnya adalah dengan ini. Menjaga sesuatu yang bisa merubah hidupnya.

Untuk melihat senyuman Altan lagi.

ㅇㅇㅇ

Gagal mencari Altan karena bel masuk sudah berdering nyaring sekali. Itu juga karena Eldan yang membuang banyak waktunya untuk mencari Altan. Ya, mungkin belum takdir mereka untuk dipertemukan. Siapa tahu saat istirahat nanti.

Bu Anaㅡguru bahasa Inggris kelas 12 MIPA-1ㅡmemberikan tugas pada muridnya karena ada hal mendesak yang membuatnya tidak bisa mengajar. Saat itu juga, Liuna menggunakan waktunya untuk berbicara pada Yera.

Liuna memberanikan diri untuk duduk di kursi kosong, sebelah Yera.

“Uhm, Ra," panggil Liuna terdengar ragu.

Yera meletakkan bolpennya dan menoleh pada Liuna, “Apa?" begitu cuek, Liuna tidak tahu bila Yera bisa bersikap seperti ini, padahal wajahnya seperti orang kalem dan baik.

“Aku cuma mau bilang sesuatu ke kamu, soal aku dan Altan."

Seketika Yera mengerti, “Oh, soal Altan bully lo?"

Liuna mengangguk, “Please, jangan bilang itu ke siapapun lagi." ia mengatakannya dengan penuh harap.

“Sori, Na, gue gak bisa."

“Kenapa?"

Yera mendengus sebal, “Pikir aja sendiri," ucapnya yang kemudian mengambil buku dan bolpennya untuk menjauh. Tapi, tangan Liuna menahan Yera.

“Kamu bisa merusak hidup seseorang untuk kebahagiaan kamu seorang."

Menatap tatapan lembut Liuna yang penuh ketulusan membuat hati Yera sedikit tergerak. Tapi, tetap saja iblis membisikkan kata-kata indahnya.

Yera menepis dengan kasar tangan Liuna, “Seenggaknya gue bisa bahagia dari kalian." setelah itu, ia benar-benar menjauh dari Liuna.

Liuna menghela napasnya. Rasanya sesuatu semakin memberatkan pundaknya. Tapi, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan mengejar Yera lagi dan lagi. Sebelum Yera benar-benar menyebarkannya.

“Kenapa, Na?" Zia datang menumpukan kedua tangannya di meja. Ia sudah mengamati keduanya dari jauh.

Liuna mendongak, “Yera ...."

Belum sempat melanjutkan, Zia sudah menimpali seolah tahu, “Dia, ya, tenang aja, dia bakal tau rasa nanti."

“Tapi, kenapa?"

Zia menatap begitu dalam manik mata Liuna yang ternyata sangat lugu, “Dia iri sama lo. Gue juga gak terlalu suka temenan sama dia, egois banget."

Seketika otak Liuna berputar layaknya kaset rusak yang mengulang kembali kejadian lama. Ia pun berdiri, “Zi, aku harus jelasin ke Yera, sekarang."

Tapi, Zia menahan Liuna, “Gak, biar gue aja yang labrak dia."

Liuna menggeleng cepat, “Bukan gitu caranya."

“Oke, tapi jangan sekarang, sepulang sekolah, lo dan gue ketemu dia."

Beberapa detik benak Liuna berpikir, “Iya ...."

_______________________

Maunya Yera apa, sih? :3

Hm, kritik, saran, dan komen boleh, silakan.

ㅡwritherthor

Altan PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang