SOUND OF THE PAST
“Don't remind me of my sins, 'cause you don't know how I'm trying hard to change."
ㅡ Altan Phobia
🎶🎶
Tepat setelah Yera mengucapkan nama Kasa, Altan melangkah cepat. Tiap langkahnya menjejakkan kegelisahan, dia tidak mau Kasa melakukan hal yang sama pada Liuna seperti yang dilakukannya silam. Dia tidak mau Liuna kembali terluka parah.
Setahu Altan, orang yang ingin membully pasti memilih tempat yang jarang dilewati oleh orang-orang, seperti waktu itu Kasa membully Liuna. Tapi tidak ada. Altan berhenti untuk berpikir sebentar, walau pikirannya kalut akan keresahan.
“Tan!" Zia memanggil, lalu menepuk pundak Altan, “gue tadi sempet ketemu temen Kasa, katanya dia liat Kasa ke toilet bareng Liuna!"
“Thanks, Zi."
Altan langsung meninggalkan Zia.
“Eh, lo mau kemana?! Mereka di toilet cewek!" teriak Zia yang kemudian mengekor Altan.
Sementara itu, atmosfer di tempat Liuna berada sudah menakutkan baginya. Ia ingin menangis, tapi juga tidak ingin terlihat lemah. Ia terus duduk sambil menunduk, punggungnya sakit karena terantuk pada wastafel. Setiap ocehan Kasa, ia tidak pedulikan akibat rasa takut yang menabiri.
“LO PASTI SENENG, KAN?"
Mendengar ucapan Kasa yang semakin meninggi, Liuna merasa tuli. Bahkan kedua teman Kasa merasa takut melihat gadis itu berubah drastis, mirip orang kesetanan, amarahnya tidak terkontrol. Padahal hanya karena hal sepele.
“GAK BAKAL GUE BIARIN LO BAHAGIA DI ATAS PENDERITAAN GUE!"
Tiba-tiba, Kasa mengeluarkan gunting dari saku jaketnya, kedua teman Kasa yang tidak tahu menahu soal itu terbelalak. Terlalu berbahaya.
“Sa! Lo mau ngapain?!" Melati mulai membuka suara, berharap Kasa tidak melakukan sesuatu yang berbahaya.
Kasa mulai merenggut rambut Liuna, sampai-sampai kepalanya terangkat. Saat itu pula, air mata Liuna merebak, membuktikan rasa takutnya. Tapi sayang, tidak terbetik sedikut pun rasa kasihan di hati Kasa, ia langsung menggunting rambut Liuna asal.
“GUE BISA LAKUIN LEBIH DARI INI!" Kasa berteriak kesetanan, wujud nyata dari kesengsaraan dirinya.
Ketika ujung gunting telah menyentuh pipi Liuna, seseorang mendobrak pintu dari luar. Untung saja Kasa belum sempat melukai pipi Liuna.
“Bangsat!" umpat Altan yang langsung menarik seragam Kasa, membuatnya terdorong ke belakang, sedang Zia kontan mendekati Liuna.
“Tenang, gue sama Altan udah di sini, tenang." Zia memeluk Liuna seraya mengelus punggungnya, salah satu metode yang bisa membuat seseorang tenang.
“MAU LO APA? HARUSNYA LO MARAH SAMA MANTAN LO, BUKAN LIUNA!" bentak Altan yang persentase emosinya sudah mencapai 99%.
“SEMUA SALAH DIA! DAN KENAPA LO PEDULI? BUKANNYA LO JUGA SUKA BULLY DIA? SEKARANG KENAPA ENGGAK?"
Altan terkejut, dari mana Kasa tahu hal itu? Tidak mungkin Liuna membeberkannya. “Itu dulu... Sekarang lo minta maaf atau gue yang buat lo minta maaf."
Kasa tersenyum meremehkan, “Gue lebih baik pergi tanpa kata maaf!"
Lalu, Kasa menjauh bersama kedua temannya, meninggalkan luka tanpa rasa bersalah. Sedangkan mendengar sedu sedan Liuna, membuat Altan lagi-lagi harus menangis karena kegagalannya.
ㅇㅇㅇ
Di bawah bayangan pohon rindang, duduk di kursi melingkar yang terbuat dari beton, mereka bergelut dengan perasaan masing-masing. Altan yang tidak sanggup melihat Liuna, hanya mampu menunduk sesal. Sedangkan Zia masih setia memeluk Liuna yang dipenuhi rasa takut.
“Gila, kita muter-muter nyari lo pada, ternyata udah di sini!" ucap Nolan yang terengah-engah seolah telah berlari memutari dunia.
Eron duduk di samping Altan, “Lo kenapa?"
Arys kontan menangkap sosok Liuna dengan aura yang berbeda, “Eh, ada apa, nih?"
“Kasa bully Liuna, hampir aja dia terluka," jawab Zia dengan lirih, sedih rasanya melihat temannya diperlakukan begitu.
Nolan duduk di sebelah Arys, lalu berkata, “Kadita Shalina?"
Arys menoyor kepala kepalanya, “Soal cewek aja langsung gercep!"
“Serius! Dia?" Nolan heboh, “Gila, dia memang gila, dari gosip yang beredar, dia itu kurang kasih sayang orang tua, nakal, dan agak psiko."
“Dasar bapak-bapak gosip!" celetuk Arys. Ya, soal gosip, serahkan pada Nolan.
“Tapi serius, dia suka balapan juga."
“Tau dari mana lo?"
“Gue sering nontonin." Nolan tersenyum lebar.
Zia mendengar itu dan langsung memelototi Nolan.
“Itu dulu, kok, aku yang sekarang udah sayang kamu," ucap Nolan sambil senyum-senyum manis.
Tiba-tiba, Altan beranjak menjauhi mereka semua. Memicu beragam pertanyaan di benak ketiga kawannya.
“Tan, lo mau kemana?" teriak Eron yang kemudian mengekori Altan. Tak lama, Arys pun ikut juga.
“Lah, gue gak diajak." Nolan merengek.
“Lo di sini aja," ucap Zia.
“Iya deh." Nolan senyum manis, hatinya berbunga-bunga.
Altan tidak marah, dia hanya malas mendengar setiap anak yang sakit mentalnya akibat kelakuan orang tua mereka sendiri. Apalagi bila mereka memuaskannya pada orang lain, Altan tidak suka. Jadi, yang patut disalahkan siapa? Orang tua atau anaknya? Atau mungkin kedua-duanya?
Lupakan itu, mungkin sekarang, Altan harus menemui Eldan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Altan Phobia
Teen Fiction[SEGERA DIREVISI] Liuna Bellarisa, seorang gadis yang belum bisa memaafkan lelaki bermata biru itu. Rasa sakit yang menjelma menjadi monster telah merenggut kebebasan dari hidupnya. Membuatnya fobia pada laki-laki; androphobia. Altan Z. Athafariz, s...