Twty Thr

174 18 5
                                    

TENTANG ALTAN

Setelah berjuang menghadapi perang dengan soal-soal. Zia mengajak Liuna ke kantin untuk menantangnya memakan bakso dengan sambal lima sendok, sekaligus untuk melupakan sejenak permasalan mereka dengan Yera.

Yang sekarang, Liuna mulai kepedasan dengan keringat membasahi keningnya. Tinggal satu bakso yang tersisa di mangkuknya. Sedangkan Zia sudah meminum kuahnya. Dan sepertinya, Liuna kalah.

"Bibir gue panas," ujar Zia setelah meminum air putih kemasannya. Yang benar saja, bibirnya terlihat begitu merah dan dower.

Liuna tertawa kecil karena bibir Zia, "Bibir kamu, lucu."

"Aduh, gue minta air lo boleh?"

"Iya, tapi jangan dihabiskan."

"Oke, tenang." Zia kontan mengambil air kemasan milik Liuna, meminumnya langsung dari botol itu.

Setelah itu, Zia menutup rapat mulutnya. Menyentuhkan lidahnya pada langit-langit mulutnya, metode agar rasa pedas itu hilang dengan cepat.

"Kamu menang," celetuk Liuna setelah meneguk airnya.

Tahu-tahu, Zia membuka mulutnya dengan mata yang berkaca-kaca, "Kayaknya besok gue gak mau masuk sekolah."

Liuna pun tertawa.

ㅇㅇㅇ

"Perut gue panas," ujar Zia seraya memegang perutnya yang agak kembung.

"Kamu pertama kali, ya?" tanya Liuna yang berjalan santai di samping kiri Zia.

"Eh, engggaklah, cuma lama gak makan yang pedes level segitu. Oh iya, kemarin gue ke rumah Altan, tapi kata Mamanya Altan gak bisa diganggu, jadi gue gak ngasih salam lo ke dia."

"Gak apa, kok, lagian kemarin aku juga ke rumah Altan, dan kata Mamanya juga gitu."

"Serius?" Zia menoleh tidak percaya, "Masa, sih? Gue kira kalo ada lo, dia bisa keluar."

Liuna menghela napasnya. Lagi-lagi, rasa khawatir mengusik ketenangan hati. Berharap Altan sudah masuk sekolah sekarang, karena tadi pagi saja ia tidak bertemu dengan cowok itu.

"Oh iya, gue jadi pengin tahu Altan kayak gimana ke lo, cerita dong!"

Liuna mengulum bibirnya, berpikir sebentar. "Altan ya ... dia baik."

"Terus?"

"Dia perhatian ... dia manis, sulit ditebak," ujar Liuna sembari tersenyum-senyum kecil saat mengatakannya, "oh iya, Altan juga pernah bilang kalau dia rindu, dan ada juga yang bikin aku bingung, kayak dia bilang ai laf yu."

Zia membulatkan matanya, "Apa? Ai laf yu?"

Liuna mengangguk.

"Dan lo jawab apa?"

"Aku... cuma diam aja."

Sebelah tangan Zia menepuk dahinya, "Liuna, ai laf yu itu I love you."

"Tapi, pelafalannya kok beda?"

"Dia anti mainstream."

Altan PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang