Tw

233 19 5
                                    

HER SWEET LIE

I always prepared to get hurt."

ㅡ Altan Phobia

🎶🎶

Altan mengerahkan seluruh tenaga untuk mencetak gol yang ketiga ini, yang dia pastikan sudah tepat sasaran. Gol terakhir yang akan menentukan siapa yang menjadi ketua futsal tahun ini. Dan Altan mulai mendepak bola ke arah gawang lawan.

“GOL!" Nolan berteriak paling keras ketika bola itu memasuki gawang lawan, yang artinya Altan menang. Sedangkan Eron tersenyum puas.

Arys yang berada di tim Altan, berlari dan langsung meloncat ke punggung Altan, “Traktir gue!" ucapnya.

“Siap."

Setelah itu, banyak pemain yang datang dengan permintaan yang sama seperti Arys, tapi tidak lupa mengucapkan selamat pada ketua baru mereka. Akhirnya Arys turun, Altan pun mulai melangkah pada Eldan.

“Selamat, dari awal vote, lo udah cocok jadi ketua." ucap Eldan sambil mengulurkan tangannya.

Altan tersenyum lalu menjabat tangan Eldan, “Mereka suka yang beginian daripada vote."

Mereka pun sama-sama tertawa. Terakhir, para pemain berkumpul di tengah lapangan, pelatih tim futsal mereka datang dengan senyuman lebar, mengucapkan selamat dan berharap Altan bisa menjadi ketua yang baik bagi tim. Sorak-sorai gembira memenuhi, setelah itu mereka pun bubar.

Altan berjalan menuju pinggir lapangan. Mengambil tasnya yang berisi minuman dingin. Sebelah tangannya mengambil minuman itu, lalu membuka dan menegaknya hingga tidak ada yang tersisa.

Altan kembali memasukkan botol minumannya, dan secara tidak sengaja, manik mata Altan menangkap sosok seorang gadis, duduk sambil menatap seseorang di lapangan.

Altan tersenyum, lantas dia duduk di sebelah perempuan itu, “Arys banyak fans, tapi hatinya masih kosong."

Yera menoleh dan tersenyum pahit, “Gue tahu."

“Terus?"

“Ya udah, sampe sini aja."

Altan menghela napas, “Capek?"

“Banget."

Sudut bibir Altan terangkat, “Sama, tapi gue gak bakal nyerah, perasaan dia masih abu-abu, juga perasaan Arys."

“Tapi gue bukan lo, Tan, titik gue udah sampe sini."

Altan mulai berdiri, “Emang sih, semua tergantung kita sendiri, tapi kalo lo udah sampe sini, perasaan yang lo perjuangin itu gak ada artinya. Gue duluan."

Yera bergeming atas ucapan Altan. Itu semua, belum cukup.

ㅇㅇㅇ

Altan fokus pada jalanan, dia agak mempercepat laju sepeda motor sportnya. Sejurus dia sadar, kudapan di apartemennya sudah habis. Ngomong-ngomong soal apartemen, itu persinggahan yang ayahnya berikan sebelum orang tuanya berpisah. Bukan bercerai, hanya berpisah, tidak satu rumah maupun ranjang. Altan sendiri tidak mengerti kenapa. Karena itu, dia memilih hidup sendiri dengan tabungan miliknya.

Untung Altan lewat di depan mini market, dia berhenti untuk membeli beberapa kudapan. Setelah memarkir sepeda motor sportnya, Altan membuka helm dan tidak sengaja dia bertemu dengan Liuna dan kakaknya.

“Eh, Altan, kok bisa ketemu gini, ya?" ucap Lesha sambil menenteng kantong plastik.

Altan tersenyum manis, “Mungkin karena jodoh saya ada di sebelah Kakak."

Lesha menutup mulutnya yang terbuka, “Wah, bisa jadi, nih!"

Liuna menyenggol Lesha, dan Altan yang mengetahuinya hanya bisa tertawa kecil. “Oh, iya! Roti yang dari kamu itu enak banget, belinya di mana? Jadi mau lagi."

Saat itu juga, Altan menoleh pada Liuna sebentar dan terdiam, mendapati kenyataan yang diduganya benar. Entah bagaimana perasaan Liuna sekarang, berantakan atau mungkin sangat malu, atau malah bercampur aduk.

Lesha jadi bingung, menatap keduanya secara bergantian, “Eh, kok jadi canggung gini, ya, kalau gitu Kakak ke mobil duluan, daah!"

Liuna ingin ikut tapi Lesha mendorongnya agar tetap di tempat. Lalu, mereka terdiam. Liuna menunduk dengan rasa malu juga bersalah, Altan pun tersenyum menatapnya.

“Lucu."

Di balik itu, Liuna sedang beradu argumen dengan dirinya sendiri. Menggigit bibirnya dari dalam, resah sekaligus takut. Akhirnya, ia pun mendongak.

“Kamu... marah?"

Terdiam, selang beberapa detik, Altan tersenyum, “Enggak, gue gak marah, cuma sakit aja."

“Maaf, aku bohong."

“Gak pa-pa, lagian gue udah kebal, kok." ucap Altan sambil tersenyum.

“Gimana pertandingannya?"

“Pertandingannya lancar, gue menang."

Liuna tersenyum, dan itu seperti panorama yang menyejukkan hati bagi Altan, “Selamat, Altan!"

Tanpa sadar, Altan tersenyum juga. Dan impulsif, sebelah tangan Altan terangkat hendak mengelus puncak kepala Liuna, tapi detik berikutnya dia sadar, bila dia telah melakukan kesalahan. Di balik itu, Liuna terkejut, napasnya tertahan dengan debar jantung yang tidak karuan.

“Sori ...!" ucap Altan yang sama terkejutnya, “Gue refleks tadi."

Liuna langsung menunduk, “Ak...aku pergi duluan, kamu hati-hati di jalan."

Altan yang masih terkejut dan merasa bersalah, mengangguk, “Iya, lo juga."

Setelah mobil Liuna menjauh dari parkiran, Altan menyentuh dadanya dengan tangan yang nyaris membuat ulah tadi. Terasa sekali, jantungnya berdebar lebih cepat, serasa ingin pecah.

“Lagi-lagi, jantung gue."

_______________________

Hai ...! :)

Bagaimana part ini?? Beri jejak bintang atau yang lain juga :3

Regards,
writerthor

Altan PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang