04: Pak Adi

157 8 0
                                    

Masalah sudah menghampiri Alvarie pagi hari ini.

Dia sudah beradu mulut dengan orang yang paling menyebalkan di dunia ini. Siapa lagi kalau bukan orang yang selalu mengenakan seragam putih setiap saat. Maksudnya, Pak Adi.

Tadinya, Alvarie terlambat lagi. Melihat Pak Adi dengan tongkatnya yang sudah berada di gerbang, membuatnya mencari alternatif lain. Jalan lain. Tembok.

Untungnya, Alvarie mengenakan pakaian olahraga karena pelajaran pertama kelasnya adalah Penjas. Ia dengan mudah melempar tasnya dahulu ke dalam dan memanjat tembok yang masih bisa dijangkau dengan tingginya. Dan ia sudah berada di dalam lingkungan sekolah tanpa harus bertatap muka dengan orang menyebalkan itu.

Bahagia itu hanya terjadi sesaat.

"YAAA! ALVARIEEE!"

Sialnya, ia tertangkap oleh Pak Adi yang sedang keliling piket.

Sekarang, ia sedang berada di ruangan Pak Adi untuk menulis saya janji, tidak akan terlambat lagi sebanyak sepuluh lembar kertas double folio.

Awalnya, Alvarie menulisnya tanpa suara. Ia hanya mendengarkan ocehan Pak Adi tentang betapa indahnya bisa menangkap biang kerok. Tentu saja, menyindirnya.

Tetapi, sampai lembar kedua, Alvarie mulai mengoceh.

"Pak, diskon, kek."gerutunya, ketika menulis baris pertama di lembar kedua.

Pak Adi yang memangku dagunya seperti gaya cherrybelle, menyungging senyum, lalu menggeleng. "Ente kira, ane jualan."

Betawinya keluar lagi.

"Lah, ente kira ane mau beli."balas Alvarie.

"Makanya, jangan diskon."Elak Pak Adi, nyari aman.

"Ya udah, nawar dah gue."

Pak Adi menggeram. "Kalau nggak inget masih jomblo, udah gue pites pala lu, deh Ri. Suer dah."

"Jomblo, kok pamer."ledek Alvarie, tidak habis-habisnya.

"Memang ada yang mau sama lu?"

"Ya beda, lah. Gue, kan jomblo berkelas."

Pak Adi berdecih. "Jadi, ane apa? Jomblo rendahan?"

"Gue nggak bilang ya~"

Sudahlah. Sangat menyusahkan anak satu itu.

"Pak, hukumannya udah kayak anak SD aja, nulis ginian."komentar Alvarie, setelah sekian banyaknya alasan selama sejam terakhir. Biasanya, ia hanya disuruh push up, lari keliling lapangan, bersih-bersih toilet, dan sebagainya. Semuanya tidak ada yang tidak dicicip oleh Alvarie.

"Nyadar juga. Emang ente kira hukumannya ini doang?"

Alvarie mengangkat kepalanya. "Ha?"

Jangan-jangan....

"Habis ini, beresin gudang yang di sebelah perpustakaan."

Selalu ada kejutan, seperti biasanya.

☀️☀️☀️

You Are My SunlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang