"Aya?"
Alvarie menoleh ke belakang. Seseorang melambaikan tangannya dengan senyuman yang terlukis di wajahnya.
"Eh, Totong!"serunya seraya menghampiri laki-laki itu. "Lo sekolah di sini?"
"Eh bener."ujarnya ke teman SMP-nya itu. "Nama gue Rafto! Masih aja lo panggil Totong."
Alvarie hanya menyengir kepadanya. Ia akui, di sekolah ini, ia hanya kenal tiga orang murid. Selebihnya, ia tidak peduli.
"Lo kelas mana?"tanya Rafto.
"IPS-2. Lo?"
"IPA-1."
"Nggak diraguin, deh."gumam Alvarie, mengingat dulunya Rafto sering menyabet peringkat di sekolahnya.
"Lo mau kemana?"
Alvarie mengangkat kedua bahunya. "Entah. Gue, mah random."
"Ikut gue ke kantin, mau nggak?"
"Boleh juga."
Alvarie mengenal Rafto ketika kelas 8 SMP. Kala itu, ia adalah anak yang pendiam. Ia tidak akan berbicara jika tidak ditanya.
Semua itu terjadi setelah laki-laki itu pergi.
Rafto yang waktu itu menjadi ketua kelas, berusaha mendekatkan diri kepadanya agar Alvarie lebih terbuka. Tentunya, tidak mudah. Alvarie masih ingat, mereka berdua selalu diejek teman-teman yang lain karena mereka kira Rafto punya perasaan ke gadis itu.
Padahal Alvarie tidak pernah berpikir kalau Rafto menyukai dirinya.
Alvarie tidak suka menjadi pusat perhatian, sehingga Rafto kesulitan ketika gadis itu melarikan diri ketika melihat dirinya. Namun, lambat laun, Alvarie mulai mendengarkan Rafto ketika laki-laki itu berbicara. Lalu, Alvarie ikut curhat tentang hal-hal yang menurutnya tidak apa untuk didengar Rafto, termasuk kisah asmaranya. Mungkin, karena dulu Alvarie merasa kesepian. Ia tidak punya teman dan tidak memiliki siapapun di sekolah ini. Wali kelasnya yang acuh tak acuh dengan anak-anak muridnya. Teman-teman yang hanya berteman dengan orang-orang yang menyenangkan saja. Orang seperti dirinya, hanya menjadi ada yang tidak dianggap.
Menerima Rafto dalam kehidupannya, adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah diambil dalam hidup Alvarie.
Ketika mereka lulus sekolah menengah, handphone Alvarie hilang ketika dirinya dan Prof. Ayra pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan makanan. Alhasil, ia kehilangan kontak Rafto. Ia juga tidak tahu rumah Rafto. Oleh sebab itu, Alvarie kehilangan Rafto, tanpa arah.
Dan sekarang, ia bertemu Rafto, secara kebetulan.
"Kok gue nggak pernah ngeliat lo, ya?"tanya Rafto setelah menelan tekwan yang dipesannya tadi. "Dan lo nggak pernah ngeliat gue, padahal gue waketos, loh. Terkenal gitu lah."
Ya iyalah Alvarie tidak tahu. Soalnya setiap ada acara sekolah, ia menghabiskan waktu di ruangan Prof. Ayra dengan tidur atau berbaring saja.
"Lo tau, lah, gue nggak peduli dengan yang begituan."jawab Alvarie, lalu menyeruput es tehnya.
"Kenapa? Lo masih nggak pede?"
Dengan ragu, ia menganggukkan kepalanya.
"Lo lupa? Kalau lo nggak pede, inget gue aja."ucap Rafto, membuat Alvarie teringat perkataan itu yang diucapkan Rafto ketika baru-baru mengenalnya.
"Adanya kepala gue sakit sama perut gue mual."canda Alvarie.
"Tapi, lo udah bisa bercanda."sahut Rafto, membuat Alvarie memilih diam dan menyeruput tehnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Sunlight
Fiksi RemajaBagi Alden, Alvarie itu seperti cahaya matahari. Ia hadir untuk menghilangkan gelapnya malam. Kehadirannya membuat semuanya terbangun dari mimpi, entah itu baik atau buruk. Alvarie membangunkannya dari mimpi-mimpi buruk yang menyakitinya setiap s...