31: You're My Sunlight

89 7 0
                                    

   Alvarie lemah dalam mengingat sesuatu. Ia berjalan lagi walaupun tidak tahu tujuannya kemana. Setidaknya, tidak ada siapapun selain dirinya di sini. Ia tidak perlu tertekan karena orang lain. Ia tidak perlu susah-susah tersenyum dalam kesenduan.

Alvarie senang di sini.

"Kau suka di sini?"

Seberkas cahaya tiba-tiba muncul dan bersuara. Alvarie berjalan mendekat. Cahaya itu terang, tetapi tidak membuatnya silau sama sekali.

"Siapa kau?"tanya Alvarie, sedikit ngeri.

"Aku adalah dirimu."jawabnya.

Alvarie lupa kalau di sini, segalanya adalah dirinya.

"Kau tidak akan bangun?"

Alvarie mengangguk, walau sedikit ragu. "Aku lelah."

Seberkas cahaya itu menampilkan layar yang memperlihatkan Prof. Ayra yang selalu memperhatikannya ketika ia tidur-tiduran di sofa ruang konseling. Alvarie menelan ludahnya, pahit.

"Kau tahu, dia selalu mencemaskanmu. Kenapa kau pura-pura tidak tahu?"

Alvarie tertegun. Kata-kata itu menusuk tepat di ulu hatinya.

Lalu, layar itu bergerak ke lain kejadian. Dimana laki-laki yang mengenakan seragam SMA, duduk di sebelahnya, dan menyunggingkan senyumnya diam-diam ketika Alvarie meneguk yoghurt pemberiannya.

Laki-laki itu, Alden.

"Kau tahu kalau dia menaruh hati padamu, kenapa kau masih merasa sendirian?"

Aku tidak pantas untuk menjadi pecandunya.

Lalu, kejadian itu lenyap, digantikan dengan seorang laki-laki yang mengenakan sweater berwarna biru. Ia berhadapan dengan seorang perempuan yang mengenakan seragam putih-biru. Wajahnya menyirat, betapa ia menyesal tentang keputusannya. Sementara perempuan itu, menatapnya dengan rasa kecewa.

Arka dan dirinya, tiga tahun yang lalu.

Arka berpamitan dengannya.

"Kau mendengar alasannya waktu itu, kenapa kau merasa dikhianati?"

"Kenapa aku nggak bisa mengingatnya?"lirih Alvarie, merasa menyedihkan.

"Karena kau tidak bisa menerima dirimu sendiri, Alvarie."cahaya itu mempertegas suaranya. "Kau tidak bisa menjadi dirimu sendiri setelah kehancuran keluargamu."

Alvarie merosot ke lantai, lalu memegang dada sebelah kirinya. Sakitnya begitu hebat, membuat gadis itu sulit bernapas. Ia mencengkram kerah bajunya kuat, lalu mengerang kesakitan.

"Dari kecil, kepribadianmu sangat mirip dengan Riyan. Kau bakal memukul siapapun yang mengganggu Amel. Kau juga pernah menempelkan permen karet di kursi guru. Kau dan Amel juga pernah bermain sabun di toilet ketika pelajaran berlangsung."

Dada Alvarie semakin nyeri.

"Tapi, setelah kejadian itu, kau menyendiri di kegelapan. Mulai melupakan hal-hal manis yang pernah kau lakukan dengan orang-orang yang kau sayang. Kau hanya memikirkan insiden-insiden kakakmu dan orang tuamu. Kau lupa, kau dulu seperti apa."

"Akhirnya, kau memilih menghapus semuanya."

Cahaya itu kemudian membentuk dua pintu. Di sebelah kanan adalah pintu berwarna biru dengan daun-daun di atasnya. Di sebelah kiri adalah pintu berwarna kuning dengan bunga-bunga di atasnya.

"Sekarang, pilihan ada di dirimu sendiri, bukan berada di Riyan maupun Ana."ucap Cahaya itu. "Jika kau masuk ke pintu biru, kau akan menemukan hal-hal yang kau lupakan dan terjebak di sana selamanya. Tetapi, jika kau masuk ke pintu kuning, kau akan kembali tanpa mengingat satu halpun."

You Are My SunlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang